TAROSLOT – Menjadi Kekasih gelap Tetanggaku, Suatu hari, seperti biasa semenjak sore aku membantu Bi Lenmelayani pembeli kupon judi. Sampai akhirnya harus membuat rekapan angka-angka yang dibeli para pemasang. Namun hingga pukul 22.00 malam Pak Ndra tak kunjung datang. Padahal dia yang biasanya menyetor uang dan datang rekapan pada agen. “Kok Pak Ndrajud belum datang Bi?” Bi Len tengah menidurkan Karni, si bungsu anaknya di kamarnya.
“Pak Ndra diajak Pak Del nonton wayang. Paling mereka pasang judi kopyok sampai pagi. Nanti yang setor Bibi. Dibonceng kamu ya Rin pakai sepedanya Pak Del?” Aku mengangguk. Inilah kesempatan itu, pikirku membathin. Ya kesempatan meminta layanan dari Bi Nah. Tetapi bagaimana caranya? Apa dia tidak marah? Sebab mungkin di matanya aku masih remaja ingusan kendati sosokku tinggi besar. Ah, yang penting aku berani menyampaikan, pikirku lagi tanpa terucapkan.
Sbobet Online, Judi Bola, Bandar Togel, Bandar Slot Terbesar , Bandar Slot Terbesar
Dalam perjalanan pulang dari menyetor ke agen kupon judi aku sengaja memperlambat kayuhan pedal. “Kalau Pak Del dan Pak Ndra nonton wayang jadi tidak ada acara makan sate ya Bi?” Ujarku memberanikan diri.
“Iya memang. Kalau kamu pengin sate, upahmu kan bisa digunakan untuk membeli beberapa tusuk. Nanti biar Bi Lentambahi sedikit,” jawa Bi Nah, tak tahu arah pembicaraanku.
“Tetapi kan kurang asyik,” ujarku lagi.
“Kurang asyik bagaimana?”
“Kalau yang beli sate Pak Ndra kan aku bisa asyik nonton film BF-nya Bi Lendan Pak Del,” kataku lebih menegaskan.
Jleg! Bi Lenlangsung turun dari boncengan tetapi sambil memegangi sepeda yang kukendarai. “Maksudmu soal film BF itu apa Rin, Bibi benar tidak tahu,” ujarnya keras. Ia agak panik.
“Anu lho Bi, sebenarnya aku sering ngintip Bibi saat begituan dengan Pak Del,”
Reaksinya seperti yang kukira. Ia sangat kaget. Dan dengan merajuk dipeganginya tanganku sambil berucap, “Rin Bibi minta tolong. Kamu jangan cerita sama siapa-siapa apalagi pada Pak Ndra. Tolong ya Rin. Nanti Bibi lah yang belikan sate,”
“Aku tidak kepingin sate kok Bi. Tetapi kepingin begituan sama Bi Nah,” aku menandaskan. Ia terperanjat, tetapi cuma sesaat. Beberapa saat ia terdiam sambil menatapiku, sampai akhirnya, “Kalau maumu begitu, nanti kamu boleh melakukannya sepuasmu,” katanya dan kembali membonceng sepedaku.
Sepanjang perjalanan ia banyak bertanya. Soal apakah aku pernah berhubungan dengan perempuan lain dan sebagaimanya. Bahkan tangannya sempat iseng menggerayang ke selangkanganku dan membelai-belai milikku. “Rupanya punya kamu besar juga ya Rin. Belum berdiri saja sudah begini besar.” Aku senang dengan pujian Bi Nah. Pedal sepeda kukayuh kencang agar cepat sampai dan dapat melakukan segala yang ingin kulakukan.
Di rumah, Bi Lenlangsung menarikku ke kamarnya. Tetapi aku jadi bingung harus memulai dari mana. Canggung karena belum pernah punya pengalaman intim dengan wanita. Apalagi perbedaan usia kami yang cukup jauh karena saat itu aku belum genap 19 tahun. Hingga aku cuma duduk tercenung di tepian ranjang, sedang Bi Lenduduk di sisi yang lain mengawasiku. Mungkin ia menunggu reaksi dan keberanianku.
Lama aku tak bergeming, Bi Lenakhirnya mengambil insiatif. Ia turun dari ranjang dan mulai mepreteli sendiri pakaiannya. Setelah melepasi kancing-kancingnya, dipelorotkannya daster lusuh yang dikenakannya. Terjatuh dan dibiarkannya teronggok di lantai. Busung dadanya yang besar nampak menggunung karena masih tersangga oleh kutang hitam yang dipakai. Namun begitu BH-nya dilepas, ketahuan bahwa bukit kembar itu telah agak melorot. Putingnya yang coklat kehitaman nampak mencuat menantang. Aku jadi ingat adegan penari striptease dalam film porno karena Bi Lenseperti sengaja mempertontonkan bagian-bagian tubuhnya yang merangsang secara perlahan.
Aku menjadi tidak sabar untuk melihat semuanya karena setelah membuka kutangnya, Bi Len tidak segera melanjutkan dengan membuka celana dalamnya. Ia asyik meraba dan meremasi sendiri buah dadanya. Ia tahu mataku mulai tertuju gundukan di selangkangannya yang masih terbungkus celana dalam. Namun seperti sengaja ia tidak segera memelorotkan celana dalamnya yang berwarna hitam itu. “Kalau ingin melihat yang ini, kamu harus membuka sendiri celana dalam Bi Nah,” ujarnya tersenyum sambil merabai sendiri kemaluannya dari luar CD-nya.
Bi Len mendekatiku yang tetap duduk di bibir ranjang. Di hadapanku, dalam jarak yang sangat dekat, sepasang buah dadanya nyaris menyentuh wajahku. Maka aku langsung menyambutnya dengan mengecup salah satu puting dari susu montok itu. Lalu dengan rakus kukulum dan kupermainkan dengan lidahku. “Ssshh.., aahh.., ookkhh..,” Bi Lenmendesah, ketika aku mulai menghisapnya. Tubuhnya kian merapat dan diraihnya kepalaku untuk dibenamkan di kehangatan payudaranya.
Sambil terus melumati puting susunya bergantian kiri dan kanan, tanganku meliar ke bagian lain tubuh bahenolnya. Kuraba-raba pinggulnya dan kemudian beralih dengan meremasi pantatnya. Sedikit demi sedikit kuturunkan celana dalamnya yang juga berwarna hitam. Celana dalam Bi Lensangat longgar, mungkin karena terlalu sering dipakai. Maka setelah karetnya melewati pinggul dan bongkahan bokongnya, celana dalam itu merosot turun dengan sendirinya.
Benar rambut kemaluan istri Pak Ndra itu tumbuh sangat lebat. Terdengar bunyi kemerisik saat telapak tanganku mengusap-usapnya. Mungkin karena gesekan tanganku pada rambut lebat dan keriting kecil-kecil itu. Perhatianku jadi beralih ke vaginanya. Turun dari ranjang, aku langsung berjongkok. Sementara Bi Lenmengangkat salah satu kakinya untuk bertumpu pada bibir ranjang. Dalam posisi seperti aku jadi bisa melihat memeknya sampai ke detilnya. Lubangnya yang sedikit menganga dengan bibir kemaluan yang telah berkerut-kerut, juga tonjolan daging kelentitnya. Berbeda dengan bibir luar memeknya yang berwarna kehitaman, di bagian dalam lubang nikmatnya nampak memerah.
“Ayo Rin.., memek Bi Lenbukan tontonan. Jangan cuma dilihati saja. Kamu bisa menjilati atau menghisapnya,” ujarnya tak sabar. Maka kembali kuturuti perintahnya. Tanpa diminta, sebenarnya aku sudah mau melakukannya.
Dengan penuh nafsu kujilati memek wanita setengah baya itu. Baunya sangat khas, sulit kutemukan padanannya. Ketika lidahku menyapu lebih ke dalam bagian lubang nikmatnya, sedikit terasa asin dan berlendir. Tetapi tidak kupedulikan. Lidahku terus kugunakan untuk menyapu sampai ke bagian yang dapat dijangkau. Bahkan kelentitnya yang menonjol berkali-kali kuhisap. “aahhkkhh.., enak sekali Rin. Ternyata kamu sangat pintar. Ya.., ya.. begitu.., aahh.., sshh,.. oohh,”
Bi Lenmemintaku melanjutkan adegan itu sambil berbaring di ranjangnya. Tetapi sebelumnya dibantunya aku melepasi pakaianku. Dan atas perintahnya posisi kepalaku diminta berada di bagian bawah tubuhnya dengan bagian tubuhku yang lain berada dekat kepalanya. Seperti membentuk hurup 69. Rupanya dengan posisi itu, kami jadi sama-sama memperoleh nikmat. Aku bisa tetap menilat dan menghisapi kemaluannya, namun ia juga bisa mengulum dan menjilati kontolku sekaligus. Lidah Bi Lenyang menyapu ujung kepala penisku terasa panas, namun sangat nikmat. Terlebih saat mulutnya mulai mengulum dan menghisap-hisapnya. Maka setelah ia telentang dalam posisi mengangkang, aku segera menubruknya dan kembali menjilati kemaluannya.
Cukup lama kami tenggelam dalam kenikmatan posisi 69. Seperti menari lidahku menyapu dan menjilat di kebasahan memek Bi Nah. Menimbulkan bunyi kecipak yang sangat khas, craap.., croop.., srusuup.. Bi Lenterengah, aku pun sesekali mengerang manahan nikmat karena sedotan-sedotan mulut wanita itu pada penisku. Terlebih saat ia mengulum dan melumasi biji pelirku dari luar kantongnya. Sampai akhirnya, tubuh wanita itu mengajang dan kepalaku dijepitnya kencang dihimpit kedua pahanya. “Aahh..ahh..aauuhh, enak sekali Rin, akhh Bi Lensudah keluar Rin,..sshh..aahhkkhh,” rintihnya sambil menggoyang pantat dan pinggulnya. Ia telah mendapatkan puncak kepuasannya.
Dan tak lama berselang, aku pun mulai merasakan dorongan sangat kuat di penisku. Dorongan yang telah lama kutahan agar tidak jebol. “aa.., aku juga Bi. Akhh.. sshh.. auhh,” aku merintih. Berbarengan dengan itu, dari ujung penisku memancar kuat air maniku. Rupanya Bi Lenterlambat mengeluarkan penisku dari mulutnya saat aku mendapatkan itu hingga sebagian air maniku yang kental berwarna keputihan masuk ke dalam mulutnya. Sebagian yang lainnya berleleran di wajahnya. Wajah Bi Lentampak puas dengan apa yang diperolehnya.
Sesuai dengan bentuk tubuhnya yang bongkok udang, nafsu Bi Lentergolong besar. Terbukti beberapa saat setelah itu, ia kembali melancarkan serangannya. Kontolku yang kembali mengecil dan layu mulai dihisap-hisapnya dengan mulutnya. Bahkan entah disengaja atau, tanpa merasa jijik sapuan lidahnya sampai ke lubang anusku. Geli dan rasanya sangat aneh, namun sungguh sangat nikmat.
Rudalku kembali mendongak tegak. Besar, keras dan siap tempur. Senang karena hanya sesaat bisa membangkitkan kembali, dengan gemas dikocok-kocoknya pelan tonggak daging milikku itu. Wajah Bi Lentampak puas, senyumnya terlihat mengembang. Adegan berikutnya, sesuatu yang sangat kunanti akhirnya terjadi. Ia bangkit lalu mengambil posisi berjongkok persis di atas pinggangku yang terbaring telentang. Tepatnya persis pada posisi di atas batang zakarku yang mengacung. Saat itu, di mataku, sosok Bi Lenmenjadi sangat indah. Belahan memeknya nampak terbuka di antara kaki dan kedua pahanya yang kekar menyangga.
Sbobet Online, Judi Bola, Bandar Togel, Bandar Slot Terbesar , Bandar Slot Terbesar
Aku dibuatnya sedikit tegang dan berdebar saat dengan pelan ia mulai menurunkan pantatnya. Ujung penisku terasa mulai menyentuh bukit kemaluannya yang membusung. Sambil menggenggam batang penisku diarahkannya ujungnya tepat di liang sanggamanya. Ssslleesseepp.., bbllees..! Sedikit demi sedikit kontolku masuk di lubang memeknya. Rasanya hangat dan basah. Aku mendesis menahan nikmat yang baru pertama kali kurasakan.
“Enak Rin..,” ujarnya.
Aku mengangguk. Terlebih saat ia mulai menggoyang pelan pantatnya. Milikku serasa diremas-remas dalam kehangatan lubang memeknya. Sepasang payudaranya yang besar dan menggelantung terlihat ikut bergoyang mengundang. Menarikku untuk kembali memegang dan membelai susu-susunya itu. Putingnya kupilin-pilin dan di saat yang lain kuremas-remasnya daging yang terasa kenyal di tangkupan telapak tanganku.
“Ayo Rin.., remas terus susu Bi Nah.., ah.., ah,..shh akh, enaknya kontolmu,” ia terus mendesah sambil menggoyang-goyang pantatnya. Aku jadi kian bersemangat. Saat posisinya kian membungkuk, langsung kusambar putingnya dengan mulutku. Kujilat-jilat dan kuhisap dengan rakus. Bi Lentambah histeris. Goyangan pinggul dan pantatnya kian menjadi. Keringatnya berleleran, ikut membasahi tubuhku. Baunya sangat khas, bau wanita dewasa yang entah kenapa sangat kusuka.
Beberapa saat dalam posisi di atas, rupanya membuatnya cepat kehabisan tenaga. Ia akhirnya meminta berganti posisi. “Gantian Rin, kamu yang di atas. Mungkin karena Bi Lensudah tua ya, jadi cepat cape,” katanya.
“Bi Lenbelum tua, kok. Masih cantik dan montok..,”
“Ah bisa saja kamu,”
“Bener. Saya pengin terus bisa begini sama Bi Nah,” kataku lagi.
“Bisa Rin, bisa. Pokoknya kalau lagi tidak ada Pak Ndra dan Pak Del, Bi Lenpasti siap ngentot sama kamu kapan saja,” ujarnya.
Masih di atas tempat tidur, kini aku bersiap menindih Bi Lenyang telentang mengangkang. Namun tidak seperti sebelumnya, penisku kali ini sulit masuk kendati telah kutekan ke lubang vaginanya. Ia memang sempat menyeka dan membersihkan memeknya menggunakan kain sprei. Mungkin karena itu lubang kemaluannya jadi kering dan menjadi sulit diterobos.
“Sini Rin kontolmu Bi Lenkulum dulu biar basah. Jadi nanti masuknya mudah,” kata Bi Lensetelah aku berkali tak berhasil menusuk liang sanggamanya. Ia bangkit dan mulai mengulum batang penisku yang keras dan berotot melingkar di sekujurnya. Oleh Bi Nah, sekujur batang penisku seolah diguyurinya dengan ludah.
Hasilnya, saat kutusukkan, penis berlumur ludah itu jadi lebih gampang masuk. Maka mulailah aku menggoyang dan memain-mainkan penisku di lubang nikmatnya. Hempasan tubuhku yang mulai naik-turun di atas tubuhnya menimbulkan bunyi seperti decakan karena kemaluan kami yang beradu. Dan sambil melakukan itu, tidak puas-puasnya aku meremasi sepasang susunya yang besar. Putingnya kujilati dan kusedot-sedot penuh nikmat. Variasi sodokan kontolku dan remasan di payudaranya membuat Bi Lenmenggelinjang dan merintih.
“Aauuhh.., aauuhh.., oohh.., oohh enak sekali kontol kamu Rin. Ya.. terus sedot susu Bi Nah.., aahh.. ookkhh,” rintihnya sambil menahan nikmat yang dirasakan. Ia terus merintih dan mendesah setiap kali batang penisku kusentakkan di lubang vaginanya.
Serangan balik Bi Lentak kalah garang. Mengikuti irama turun naik penisku di lubang memeknya, pantatnya kembali digoyang. Bahkan dinding-dinding vaginanya seperti ikut bekerja. Menjepit dan meremas mengikuti irama goyangannya. Akibatnya kami sama-sama terbuai dengan kenikmatan yang tengah kami ciptakan. Kepala penisku mulai berdenyut setiap menerima reaksi jepitan dinding vaginanya.
Sampai akhirnya, gerakan kami menjadi liar. Goyangan pinggul dan pantat Bi Lensemakin cepat dan seolah kehilangan irama. Sama dengan gerakan turun naik tubuhku yang kian terpacu. Dan puncaknya, pertahanan kami sama-sama ambrol. Bi Lenmemeluk erat tubuhku setelah mengejang hebat dan cengkeraman di lubang memeknya berubah menjadi menyedot dengan kuat. Maka seiring dengan itu, muncrat pula mani yang kutahan. Kami sama-sama mengerang menahan nikmat yang tiada tara dan akhirnya ambruk terkulai. Saat itu sungsum tulangku serasa dilolosi dan tenagaku habis terkuras.
Sejak malam itu, seperti halnya Pak Del, aku menjadi kekasih gelap Bi Nah. Dan seperti janjinya, Bi Lenmemang tidak pernah menolak setiap aku meminta layanannya. Bahkan ia yang lebih sering mengajak bila tengah tidak melayani Pak Ndra suaminya atau Pak Del. Kami leluasa melakukannya di siang hari saat keduanya mencari nafkah.
Hubunganku dengan Bi Lenterputus setelah aku merantau dan menetap di kota lain. Ah, Bi Nah..
TAMAT
Suatu hari, seperti biasa semenjak sore aku membantu Bi Lenmelayani pembeli kupon judi. Sampai akhirnya harus membuat rekapan angka-angka yang dibeli para pemasang. Namun hingga pukul 21.00 malam Pak Ndra tak kunjung datang. Padahal dia yang biasanya menyetor uang dan datang rekapan pada agen. “Kok Pak Ndrajud belum datang Bi?” Bi Lentengah menidurkan Karni, si bungsu anaknya di kamarnya.
“Pak Ndra diajak Pak Del nonton wayang. Paling mereka pasang judi kopyok sampai pagi. Nanti yang setor Bibi. Dibonceng kamu ya Rin pakai sepedanya Pak Del?” Aku mengangguk. Inilah kesempatan itu, pikirku membathin. Ya kesempatan meminta layanan dari Bi Nah. Tetapi bagaimana caranya? Apa dia tidak marah? Sebab mungkin di matanya aku masih remaja ingusan kendati sosokku tinggi besar. Ah, yang penting aku berani menyampaikan, pikirku lagi tanpa terucapkan.
Dalam perjalanan pulang dari menyetor ke agen kupon judi aku sengaja memperlambat kayuhan pedal. “Kalau Pak Del dan Pak Ndra nonton wayang jadi tidak ada acara makan sate ya Bi?” Ujarku memberanikan diri.
“Iya memang. Kalau kamu pengin sate, upahmu kan bisa digunakan untuk membeli beberapa tusuk. Nanti biar Bi Lentambahi sedikit,” jawa Bi Nah, tak tahu arah pembicaraanku.
“Tetapi kan kurang asyik,” ujarku lagi.
“Kurang asyik bagaimana?”
“Kalau yang beli sate Pak Ndra kan aku bisa asyik nonton film BF-nya Bi Lendan Pak Del,” kataku lebih menegaskan.
Jleg! Bi Lenlangsung turun dari boncengan tetapi sambil memegangi sepeda yang kukendarai. “Maksudmu soal film BF itu apa Rin, Bibi benar tidak tahu,” ujarnya keras. Ia agak panik.
“Anu lho Bi, sebenarnya aku sering ngintip Bibi saat begituan dengan Pak Del,”
Reaksinya seperti yang kukira. Ia sangat kaget. Dan dengan merajuk dipeganginya tanganku sambil berucap, “Rin Bibi minta tolong. Kamu jangan cerita sama siapa-siapa apalagi pada Pak Ndra. Tolong ya Rin. Nanti Bibi lah yang belikan sate,”
“Aku tidak kepingin sate kok Bi. Tetapi kepingin begituan sama Bi Nah,” aku menandaskan. Ia terperanjat, tetapi cuma sesaat. Beberapa saat ia terdiam sambil menatapiku, sampai akhirnya, “Kalau maumu begitu, nanti kamu boleh melakukannya sepuasmu,” katanya dan kembali membonceng sepedaku.
Sepanjang perjalanan ia banyak bertanya. Soal apakah aku pernah berhubungan dengan perempuan lain dan sebagaimanya. Bahkan tangannya sempat iseng menggerayang ke selangkanganku dan membelai-belai milikku. “Rupanya punya kamu besar juga ya Rin. Belum berdiri saja sudah begini besar.” Aku senang dengan pujian Bi Nah. Pedal sepeda kukayuh kencang agar cepat sampai dan dapat melakukan segala yang ingin kulakukan.
Di rumah, Bi Lenlangsung menarikku ke kamarnya. Tetapi aku jadi bingung harus memulai dari mana. Canggung karena belum pernah punya pengalaman intim dengan wanita. Apalagi perbedaan usia kami yang cukup jauh karena saat itu aku belum genap 19 tahun. Hingga aku cuma duduk tercenung di tepian ranjang, sedang Bi Lenduduk di sisi yang lain mengawasiku. Mungkin ia menunggu reaksi dan keberanianku.
Lama aku tak bergeming, Bi Lenakhirnya mengambil insiatif. Ia turun dari ranjang dan mulai mepreteli sendiri pakaiannya. Setelah melepasi kancing-kancingnya, dipelorotkannya daster lusuh yang dikenakannya. Terjatuh dan dibiarkannya teronggok di lantai. Busung dadanya yang besar nampak menggunung karena masih tersangga oleh kutang hitam yang dipakai. Namun begitu BH-nya dilepas, ketahuan bahwa bukit kembar itu telah agak melorot. Putingnya yang coklat kehitaman nampak mencuat menantang. Aku jadi ingat adegan penari striptease dalam film porno karena Bi Lenseperti sengaja mempertontonkan bagian-bagian tubuhnya yang merangsang secara perlahan.
Aku menjadi tidak sabar untuk melihat semuanya karena setelah membuka kutangnya, Bi Lentidak segera melanjutkan dengan membuka celana dalamnya. Ia asyik meraba dan meremasi sendiri buah dadanya. Ia tahu mataku mulai tertuju gundukan di selangkangannya yang masih terbungkus celana dalam. Namun seperti sengaja ia tidak segera memelorotkan celana dalamnya yang berwarna hitam itu. “Kalau ingin melihat yang ini, kamu harus membuka sendiri celana dalam Bi Nah,” ujarnya tersenyum sambil merabai sendiri kemaluannya dari luar CD-nya.
Bi Lenmendekatiku yang tetap duduk di bibir ranjang. Di hadapanku, dalam jarak yang sangat dekat, sepasang buah dadanya nyaris menyentuh wajahku. Maka aku langsung menyambutnya dengan mengecup salah satu puting dari susu montok itu. Lalu dengan rakus kukulum dan kupermainkan dengan lidahku. “Ssshh.., aahh.., ookkhh..,” Bi Lenmendesah, ketika aku mulai menghisapnya. Tubuhnya kian merapat dan diraihnya kepalaku untuk dibenamkan di kehangatan payudaranya.
Sambil terus melumati puting susunya bergantian kiri dan kanan, tanganku meliar ke bagian lain tubuh bahenolnya. Kuraba-raba pinggulnya dan kemudian beralih dengan meremasi pantatnya. Sedikit demi sedikit kuturunkan celana dalamnya yang juga berwarna hitam. Celana dalam Bi Lensangat longgar, mungkin karena terlalu sering dipakai. Maka setelah karetnya melewati pinggul dan bongkahan bokongnya, celana dalam itu merosot turun dengan sendirinya.
Benar rambut kemaluan istri Pak Ndra itu tumbuh sangat lebat. Terdengar bunyi kemerisik saat telapak tanganku mengusap-usapnya. Mungkin karena gesekan tanganku pada rambut lebat dan keriting kecil-kecil itu. Perhatianku jadi beralih ke vaginanya. Turun dari ranjang, aku langsung berjongkok. Sementara Bi Lenmengangkat salah satu kakinya untuk bertumpu pada bibir ranjang. Dalam posisi seperti aku jadi bisa melihat memeknya sampai ke detilnya. Lubangnya yang sedikit menganga dengan bibir kemaluan yang telah berkerut-kerut, juga tonjolan daging kelentitnya. Berbeda dengan bibir luar memeknya yang berwarna kehitaman, di bagian dalam lubang nikmatnya nampak memerah.
“Ayo Rin.., memek Bi Lenbukan tontonan. Jangan cuma dilihati saja. Kamu bisa menjilati atau menghisapnya,” ujarnya tak sabar. Maka kembali kuturuti perintahnya. Tanpa diminta, sebenarnya aku sudah mau melakukannya.
Dengan penuh nafsu kujilati memek wanita setengah baya itu. Baunya sangat khas, sulit kutemukan padanannya. Ketika lidahku menyapu lebih ke dalam bagian lubang nikmatnya, sedikit terasa asin dan berlendir. Tetapi tidak kupedulikan. Lidahku terus kugunakan untuk menyapu sampai ke bagian yang dapat dijangkau. Bahkan kelentitnya yang menonjol berkali-kali kuhisap. “aahhkkhh.., enak sekali Rin. Ternyata kamu sangat pintar. Ya.., ya.. begitu.., aahh.., sshh,.. oohh,”
Sbobet Online, Judi Bola, Bandar Togel, Bandar Slot Terbesar , Bandar Slot Terbesar
Bi Lenmemintaku melanjutkan adegan itu sambil berbaring di ranjangnya. Tetapi sebelumnya dibantunya aku melepasi pakaianku. Dan atas perintahnya posisi kepalaku diminta berada di bagian bawah tubuhnya dengan bagian tubuhku yang lain berada dekat kepalanya. Seperti membentuk hurup 69. Rupanya dengan posisi itu, kami jadi sama-sama memperoleh nikmat. Aku bisa tetap menilat dan menghisapi kemaluannya, namun ia juga bisa mengulum dan menjilati kontolku sekaligus. Lidah Bi Lenyang menyapu ujung kepala penisku terasa panas, namun sangat nikmat. Terlebih saat mulutnya mulai mengulum dan menghisap-hisapnya. Maka setelah ia telentang dalam posisi mengangkang, aku segera menubruknya dan kembali menjilati kemaluannya.
Cukup lama kami tenggelam dalam kenikmatan posisi 69. Seperti menari lidahku menyapu dan menjilat di kebasahan memek Bi Nah. Menimbulkan bunyi kecipak yang sangat khas, craap.., croop.., srusuup.. Bi Lenterengah, aku pun sesekali mengerang manahan nikmat karena sedotan-sedotan mulut wanita itu pada penisku. Terlebih saat ia mengulum dan melumasi biji pelirku dari luar kantongnya. Sampai akhirnya, tubuh wanita itu mengajang dan kepalaku dijepitnya kencang dihimpit kedua pahanya. “Aahh..ahh..aauuhh, enak sekali Rin, akhh Bi Lensudah keluar Rin,..sshh..aahhkkhh,” rintihnya sambil menggoyang pantat dan pinggulnya. Ia telah mendapatkan puncak kepuasannya.
Dan tak lama berselang, aku pun mulai merasakan dorongan sangat kuat di penisku. Dorongan yang telah lama kutahan agar tidak jebol. “aa.., aku juga Bi. Akhh.. sshh.. auhh,” aku merintih. Berbarengan dengan itu, dari ujung penisku memancar kuat air maniku. Rupanya Bi Lenterlambat mengeluarkan penisku dari mulutnya saat aku mendapatkan itu hingga sebagian air maniku yang kental berwarna keputihan masuk ke dalam mulutnya. Sebagian yang lainnya berleleran di wajahnya. Wajah Bi Lentampak puas dengan apa yang diperolehnya.
Sesuai dengan bentuk tubuhnya yang bongkok udang, nafsu Bi Lentergolong besar. Terbukti beberapa saat setelah itu, ia kembali melancarkan serangannya. Kontolku yang kembali mengecil dan layu mulai dihisap-hisapnya dengan mulutnya. Bahkan entah disengaja atau, tanpa merasa jijik sapuan lidahnya sampai ke lubang anusku. Geli dan rasanya sangat aneh, namun sungguh sangat nikmat.
Rudalku kembali mendongak tegak. Besar, keras dan siap tempur. Senang karena hanya sesaat bisa membangkitkan kembali, dengan gemas dikocok-kocoknya pelan tonggak daging milikku itu. Wajah Bi Lentampak puas, senyumnya terlihat mengembang. Adegan berikutnya, sesuatu yang sangat kunanti akhirnya terjadi. Ia bangkit lalu mengambil posisi berjongkok persis di atas pinggangku yang terbaring telentang. Tepatnya persis pada posisi di atas batang zakarku yang mengacung. Saat itu, di mataku, sosok Bi Lenmenjadi sangat indah. Belahan memeknya nampak terbuka di antara kaki dan kedua pahanya yang kekar menyangga.
Aku dibuatnya sedikit tegang dan berdebar saat dengan pelan ia mulai menurunkan pantatnya. Ujung penisku terasa mulai menyentuh bukit kemaluannya yang membusung. Sambil menggenggam batang penisku diarahkannya ujungnya tepat di liang sanggamanya. Ssslleesseepp.., bbllees..! Sedikit demi sedikit kontolku masuk di lubang memeknya. Rasanya hangat dan basah. Aku mendesis menahan nikmat yang baru pertama kali kurasakan.
“Enak Rin..,” ujarnya.
Aku mengangguk. Terlebih saat ia mulai menggoyang pelan pantatnya. Milikku serasa diremas-remas dalam kehangatan lubang memeknya. Sepasang payudaranya yang besar dan menggelantung terlihat ikut bergoyang mengundang. Menarikku untuk kembali memegang dan membelai susu-susunya itu. Putingnya kupilin-pilin dan di saat yang lain kuremas-remasnya daging yang terasa kenyal di tangkupan telapak tanganku.
“Ayo Rin.., remas terus susu Bi Nah.., ah.., ah,..shh akh, enaknya kontolmu,” ia terus mendesah sambil menggoyang-goyang pantatnya. Aku jadi kian bersemangat. Saat posisinya kian membungkuk, langsung kusambar putingnya dengan mulutku. Kujilat-jilat dan kuhisap dengan rakus. Bi Lentambah histeris. Goyangan pinggul dan pantatnya kian menjadi. Keringatnya berleleran, ikut membasahi tubuhku. Baunya sangat khas, bau wanita dewasa yang entah kenapa sangat kusuka.
Beberapa saat dalam posisi di atas, rupanya membuatnya cepat kehabisan tenaga. Ia akhirnya meminta berganti posisi. “Gantian Rin, kamu yang di atas. Mungkin karena Bi Lensudah tua ya, jadi cepat cape,” katanya.
“Bi Lenbelum tua, kok. Masih cantik dan montok..,”
“Ah bisa saja kamu,”
“Bener. Saya pengin terus bisa begini sama Bi Nah,” kataku lagi.
“Bisa Rin, bisa. Pokoknya kalau lagi tidak ada Pak Ndra dan Pak Del, Bi Lenpasti siap ngentot sama kamu kapan saja,” ujarnya.
Masih di atas tempat tidur, kini aku bersiap menindih Bi Lenyang telentang mengangkang. Namun tidak seperti sebelumnya, penisku kali ini sulit masuk kendati telah kutekan ke lubang vaginanya. Ia memang sempat menyeka dan membersihkan memeknya menggunakan kain sprei. Mungkin karena itu lubang kemaluannya jadi kering dan menjadi sulit diterobos.
“Sini Rin kontolmu Bi Lenkulum dulu biar basah. Jadi nanti masuknya mudah,” kata Bi Lensetelah aku berkali tak berhasil menusuk liang sanggamanya. Ia bangkit dan mulai mengulum batang penisku yang keras dan berotot melingkar di sekujurnya. Oleh Bi Nah, sekujur batang penisku seolah diguyurinya dengan ludah.
Hasilnya, saat kutusukkan, penis berlumur ludah itu jadi lebih gampang masuk. Maka mulailah aku menggoyang dan memain-mainkan penisku di lubang nikmatnya. Hempasan tubuhku yang mulai naik-turun di atas tubuhnya menimbulkan bunyi seperti decakan karena kemaluan kami yang beradu. Dan sambil melakukan itu, tidak puas-puasnya aku meremasi sepasang susunya yang besar. Putingnya kujilati dan kusedot-sedot penuh nikmat. Variasi sodokan kontolku dan remasan di payudaranya membuat Bi Lenmenggelinjang dan merintih.
“Aauuhh.., aauuhh.., oohh.., oohh enak sekali kontol kamu Rin. Ya.. terus sedot susu Bi Nah.., aahh.. ookkhh,” rintihnya sambil menahan nikmat yang dirasakan. Ia terus merintih dan mendesah setiap kali batang penisku kusentakkan di lubang vaginanya.
Serangan balik Bi Lentak kalah garang. Mengikuti irama turun naik penisku di lubang memeknya, pantatnya kembali digoyang. Bahkan dinding-dinding vaginanya seperti ikut bekerja. Menjepit dan meremas mengikuti irama goyangannya. Akibatnya kami sama-sama terbuai dengan kenikmatan yang tengah kami ciptakan. Kepala penisku mulai berdenyut setiap menerima reaksi jepitan dinding vaginanya.
Sampai akhirnya, gerakan kami menjadi liar. Goyangan pinggul dan pantat Bi Lensemakin cepat dan seolah kehilangan irama. Sama dengan gerakan turun naik tubuhku yang kian terpacu. Dan puncaknya, pertahanan kami sama-sama ambrol. Bi Lenmemeluk erat tubuhku setelah mengejang hebat dan cengkeraman di lubang memeknya berubah menjadi menyedot dengan kuat. Maka seiring dengan itu, muncrat pula mani yang kutahan. Kami sama-sama mengerang menahan nikmat yang tiada tara dan akhirnya ambruk terkulai. Saat itu sungsum tulangku serasa dilolosi dan tenagaku habis terkuras.
Sejak malam itu, seperti halnya Pak Del, aku menjadi kekasih gelap Bi Nah. Dan seperti janjinya, Bi Lenmemang tidak pernah menolak setiap aku meminta layanannya. Bahkan ia yang lebih sering mengajak bila tengah tidak melayani Pak Ndra suaminya atau Pak Del. Kami leluasa melakukannya di siang hari saat keduanya mencari nafkah.
Hubunganku dengan Bi Lenterputus setelah aku merantau dan menetap di kota lain. Ah, Bi Nah..