Hai semua perkenalkan namaku Faza. Aku berasal dari ibu kota Negara tercinta ini dan sekarang sedang menjalani proses studi di salah satu universitas yang berada di provinsi Jawa Tengah. Mungkin ini adalah cerita lanjutan dari cerita sebelumnya yaitu Kisah si Badan Babi. Pastikan agan-agan semua membaca cerita itu terlebih dahulu agar setidaknya tidak bingung dengan jalan cerita di cerita ini (haha). Ya walaupun mungkin cerita ini tidak akan banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di cerita sebelumnya, karena jujur saja, otak saya buntu memikirkan bagaimana kelanjutan permasalahan yang ada di cerita sebelumnya oleh sebab itu, di cerita ini akan fokus ke kisah cinta dan lendir Faza bersama teman-temannya. Ya mungkin saja akan ada sedikit bumbu-bumbu konflik yang mirip-mirip dengan cerita sebelumnya.
Oke langsung saja cerita ini diambil latar dua tahun setelah aku menjadi kekasih Winda, perempuan yang aku kagumi karena kepolosan serta ketulusan hatinya. Sudah dua tahun tanpa terasa aku berpacaran dengan Winda. Selama dua tahun itu aku seperti menemukan sosok pendamping impian. Karena Winda dengan telatennya membangunkan aku untuk bangun pagi dan melakukan ibadah, jika aku “bolos” sekali saja tidak melakukan ibadah pagi, sepanjang hari aku dihiraukannya. Bahkan saat dikelaspun dia seperti tidak mengenaliku. Jika sudah seperti itu maka yang aku lakukan adalah malam-malam aku menuju kosannya yang tidak jauh dari kosanku, kemudian aku memberi hadiah berupa aksesoris-aksesoris untuk memperindah penampilannya dengan jilbabnya. Biasanya jika memang barang tersebut adalah barang yang sangat ia inginkan maka dia akan langsung luluh, tetapi jika tidak ya percuma aku memberikannya hadiah dan aku harus pasrah menunggu dia kembali seperti semula. Dia juga yang telaten menemaniku lari pagi tiap hari jika tidak ada kelas pagi. Hingga akhirnya penampilanku sudah tidak seperti babi lagi. Kini tubuhku sudah ideal. Ya tidak bisa dibilang ideal juga sih, namun lebih baik dibandingkan keaadanku 2 tahun lalu. Orang tuaku selalu bertanya mengapa anaknya kini jauh lebih “kurus” saat kuliah tiap kali aku pulang ke ibu kota saat liburan semester.
Hubunganku dengan Zahra baik-baik saja. Kini aku sudah tidak pernah bercinta dengannya lagi karena aku sudah memiliki Winda yang sangat aku sayangi. Walaupun Winda jarang memberiku “jatah” dan sekalinya dikasih mungkin hanya “nyusu” saja di kamar kosku, namun itu cukup untuk menahan hasrat bercintaku. Aku dengar-dengar Zahra sedang didekati ketua umum di organisasiku yaitu Mas Jordi, namun dia selalu menampik hal itu lalu mengubah topik percakapan tiap kami membahas hal itu. Aku awalnya tidak mengerti kenapa Mas Jordi beralih dari Mba Nayla menuju Zahra, padahal jika diliat dari tampang dan tubuh, Mba Nayla menang dalam segala aspek (ya sebagai seorang yang pernah menikmati kedua tubuh itu makanya aku bisa menilai demikian haha).
Hubunganku dengan Hani?
Ya seperti yang diduga, dia bukan lagi menjadi seorang yang aku kenal dulu. Sikapnya terhadapku berubah total. Sikapnya sekarang dingin terhadapku. Aku pernah menyapanya setelah masa liburan saat aku sudah menjadi pacar Winda untuk sekedar meminta maaf.
“buat apa kamu minta maaf, emang kamu pernah ngelakuin salah ke aku?” ucapnya kala itu dan ia langsung pergi meninggalkan aku.
Aku masih ingat betul kejadian itu. sepertinya aku tidak akan melupakannya walaupun aku sudah memiliki istri kelak (haha). Aku sempat berdiskusi dengan Winda tentang sikap Hani terhadapku, namun Winda juga bercerita bahwa ia sudah tidak saling tegur sapa lagi dengannya. Sikapnya sama seperti terhadapku. Winda juga turut sedih, dan menyayangkan sikap Hani.
Aku mendapat cerita dari Devi bahwa dia sangat terpukul. Menurut penuturannya, Hani sangat tidak terima aku memilih Winda ketimbang dirinya. Devi yang tidak tahu apa-apa bahkan sampai bertanya kepadaku, apa yang aku lakukan terhadap dirinya. Aku hanya memberi tahu bahwa memang dulu aku sangat dekat dengan dirinya, mungkin dia mengira aku mendekatinya hanya untuk mendekati Winda, aku berdalih demikian. Devi hanya manggut-manggut dan akhirnya aku diceramahi oleh dirinya kala itu.
Hubungan dua sejoli antara Dimas dan Tia masih berlanjut. Bahkan mereka kini sudah menyewa rumah kontrakan yang berisi hanya mereka berdua. Aku tidak mengerti kenapa pemilik rumah kontrakan tersebut memberikan izin kepada dua orang itu yang notabenenya belum jadi suami istri yang sah. Aku dan Tama sering main ke kontrakannya dan ya rumah yang minimalis dan hanya berisi dua kamar satu kamar mandi, dapur dan halaman belakang yang bisa digunakan untuk menjemur pakaian.
“kalian nanti nikah dirumah ini aja” Ujarku becanda kepada Dimas dan Tia kala itu.
“gak ah za, dirumahku aja yang di Wonosobo. Kosong juga itu rumah” Ujar Tia dengan tampang sedikit serius.
Kemudian hubungan Tama dengan Zakiyah? sedikit rumit hubungan dua orang ini. Ternyata Zakiyah memiliki sifat “drama queen” yang cukup kental di dalam dirinya. Saat ada masalah di dalam hubungan mereka, Zakiyah tanpa ragu memposting hal tersebut di semua media sosialnya. Hal itu sedikit membuat Tama risih karena merasa privasi hubungannya tidak ada lagi. Ia sering menggerutu jika sudah terjadi hal itu. Aku hanya bisa menyemangatinya (haha).
Aku belum tahu kabar lanjutan mengenai Yanti yang “dilecehkan” oleh kedua orang gila Mamat dan Toni. Mereka berdua sudah tidak terlihat paska dibawa oleh Mas Reza saat makrab tempo waktu. Suatu hari saat kami sedang rapat di sekretariat organisasi kami, datanglah dua orang polisi dan sempat berbincang-bincang dengan Jordi kala itu. Aku tidak tau kelanjutan kasusnya seperti apa, namun yang aku tahu memang Mas Reza kecelakan bersama dua orang itu.
Aku mendapat kabar bahwa ia sempat berpacaran dengan Mas Jodi namun sudah putus karena hal yang aku tidak tahu juga.
Sekarang masuk ke dua Wanita idaman para lelaki hidung belang yang ada dikampus yaitu Mba Nayla dan Mba Kintan. Aku tidak tahu kenapa, akhir-akhir ini mereka seperti sepasang kekasih. Kemana-mana bersama. Aku sekilas melihat ada yang berbeda dari Mba Kintan. Wajahnya seperti sangat bahagia. Bentuk tubuhnya juga sekilas berubah menjadi lebih seksi walaupun masih terbalut pakaian-pakaian muslimah. Tapi tidak tahu kenapa, aku bisa merasakan perubahan pada Mba Kintan.
Aku tidak menemukan Wahyu di kampus dua tahun ke belakang. Aku mendapat kabar bahwa ia sudah dipindahkan oleh orang tuanya menuju luar negeri untuk bersekolah disana. Ya aku tidak peduli juga dengannya dengan pengalaman buruk selama aku mengenalnya kala itu.
Oiya aku mungkin belum menceritakan tentang keluargaku? Agan-agan bisa langsung skip bagian ini jika memang kurang membutuhkannya (haha).
Ibuku merupakan pengusaha kue online yang sudah cukup mempunyai nama. Beliau memulai bisnis ini setelah bangkit dari keterpurukan setelah kami ditipu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang mengaku-ngaku sebagai pegawai bank dan secara kebetulan saat itu Bapak dan Ibuku menjadi “pemenang” di suatu undian. Pada awalnya memang kami tidak percaya karena nilai tabungan mereka juga tidak banyak-banyak amat. Namun oknum tersebut mendatangi rumah kami dan berbicara dengan sangat meyakinkan. Sehingga mereka jatuh oleh tipu muslihatnya. Sedangkan kakakku Rani, ia harus rela tidak melanjutkan pendidikan karena hal itu juga. Kejadian itu tepat sekali saat Rani lulus SMA 6 tahun lalu. Keluarga kami belum memiliki dana yang cukup untuk Rani berkuliah sehingga ia mau tidak mau harus mencari pekerjaan. Namun, sekarang Rani terlihat cukup nyaman di pekerjaannya. Sehingga ia sepertinya sudah melupakan keinginannya untuk berkuliah.
Oh iya. Aku juga sepertinya belum menceritakan masa laluku di cerita sebelumnya. Aku mulai dari kejadian keluargaku yang ditipu saja. Setelah kejadian itu memang keluargaku seperti goyah karena Ibu dan Bapakku saling menyalahkan. Aku dan Rani awalnya merasa tidak nyaman karena hal ini. Akhirnya kami sering kabur-kaburan dari rumah. Beruntung bagi Rani karena memiliki teman-teman yang bersedia mendengarkan ceritanya, sedangkan aku. Aku saja di sekolah merasa kurang di hargai oleh teman-temanku. Hanya beberapa temanku saja yang masih menganggapku manusia, namun mereka juga tidak selalu ada saat aku membutuhkannya.
Aku mencari pelarian dengan melaksanakan hobiku saja. Suatu hari aku meminjam kamera temanku itu dan berkelana mencari gambar-gambar yang kurasa indah. Aku lalu men-unggah gambar-gambar itu di semua sosmedku. Awalnya memang tidak ada yang menanggapi gambar-gambar itu. Akupun cuek dengan hal itu karena memang itu hanya sekedar hobi dan upayaku mencari pelarian akibat kondisiku di rumah maupun di lingkungan sekolah. Namun beberapa minggu aku selalu meng-unggah gambar-gambarku, aku mendapatkan sebuah pesan yang berisi tawaran untuk menjadi fotografer untuk suatu majalah. Mereka memberi tahu bahwa satu gambar bisa dihargai 10-30 ribu. Aku sedikit tertarik dengan upahnya dan berpikiran “lumayan untuk nambah-nambah uang jajan”. Aku lalu mengiyakan dan aku bertemu dengan orang yang disebutkan dipesan itu. Kami akhirnya sepakat dengan dan aku memulai mengambil foto untuk majalah itu. Harga gambar yang tadinya hanya 10-30 rb, semakin lama semakin naik karena hasil jepretanku dan aku juga mulai mempelajari aplikasi peng-edit gambar.
Aku akhirnya mendapatkan uang yang cukup untuk membeli kamera sendiri. Awalnya orang tuaku curiga karena ada paket datang ke rumah dan berisi kamera yang harganya cukup mahal. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menceritakan semua hal dan aku mengeluarkan segala unek-unek ku. Rani juga melakukan hal yang sama. Akhirnya orang tua kami sadar bahwa semua tindakan mereka selama ini tidak ada gunanya. Mereka memutuskan untuk berdamai dan mulai membuka bisnis kue kecil-kecilan dan terus berkembang sampai sekarang.
Aku masih menerima bullying di lingkungan sekolah setelah kejadian itu. Bahkan aku sering masuk ruangan BP karena membalas perbuatan mereka, namun yang membuatku kesal adalah mereka yang mem-bully ku malah tidak mendapatkan hukuman yang setimpal, sebaliknya aku yang merupakan korban, sering sekali dipanggil orang tuanya. Orang tua ku memang tau betul anaknya tidak akan melakukan hal itu kalo memang bukan untuk membela diri, sehingga orang tuaku memang hanya “meng-iyakan” kata-kata dari guru BPku. Merekalah yang menyuruhku untuk kuliah di luar Jakarta agar tidak bertemu dengan orang-orang yang dengan mudahnya menjelek-jelekkan fisik orang.
“Linda… Kamu dapet koas dimana?” Tanya Shela. “Dapet di Bogor Shel… Kamu dapet dimana?” Jawabku. “Sama dong.. Aku juga di Bogor kamu ga usah ngekos lahh tinggal dirumah aku aja..” Ajak Shela. “Waahh boleh tuh… Biar kita bisa bareng-bareng terus… Tapi boleh ga ama ortu kamu?” Tanyaku. “Pasti boleh lahh… Nanti aku yang ngomong ama mama.” Jawab Shela. “Oke dehh Shel… Thanks yah.. Daahh…” Jawabku lagi. Aku Linda 26thn sekarang sedang koas setelah sekian lama kuliah kedokteran. Tinggi badanku 165cm berat 49kg. Aku punya pacar namana Adit dia pacar pertamaku baru saja jadian 1bln yang lalu dia juga sedang koas tapi di Malang. Shela temen baik ku saat kuliah setelah setengah tahun koas baru bisa sama-sama lagi karena dapat koas yang sama di bogor dan memang Shela berasal dari bogor dia punya rumah disana. Shela mengajak aku untuk tinggal dirumah dia saja dibogor aku sih mau-mau saja sekalian irit nge kos.
“Shel… Sudah tanya mama kamu belum tentang aku mau tinggal dirumah kamu selama koas?” Aku SMS Shela. “Sudah kok Lin… Mama setuju kok kamu tinggal sama kita nanti… Rumah jadi ramai kata mama” Balesan SMS dari Shela. “Ohh oke dehhh… Tolong bilangin makasih yah ke mama km… Berarti besok kita jalan bareng yah kerumah kamu? Ketemu dikampus yah?” SMSku lagi. “Iyah ketemu dikampus aja yah Lin.. See you besok yahh…” SMS Shela.
Aku tidak bales lagi SMS Shela. Setelah baca SMS Shela aku mulai beres-beres baju dan barang-barang yang akan aku pakai di bogor nanti. Aku beres-beres sampai malam setelah itu saking capenya aku langsung tertidur. Keesokan harinya aku baru mandi kemudian siap-siap ke kampus.
“Pa.. Ma.. Aku pergi dulu yah..” Panggilku saat bertemu Papa dan Mamaku sedang makan diruang tamu. Seperti biasa aku cipika-cipiki dulu sama papa dan mamaku. Setelah itu aku langsung jalan ke kampus.
“Halo Lin… Yukk mama ku sudah jemput tuh…” Panggil Shela pas aku sampai kampus. “Ohh kamu sudah nunggu lama yah? Maaf yah Shel…” Jawabku “Ga kok baru aja aku dan mama sampe kok.” Jawab Shela sambil jalan menuju mobil mamanya. “Halo tante aku Linda temen Shela… Maaf yah aku lama… Maaf juga sudah ngerepotin tante aku tinggal dirumah tante selama koas” Aku menyapa mamanya Shela. “Iyah Linda… Tidak apa-apa kok… Biar rumah jadi ramai juga… Sudah siap yah?? Yuk berangkat” Jawab mama Shela. “Oke Tante.” Jawabku.
Selama diperjalanan aku, Shela dan Mamanya seru ngobrol dan bercanda. Ternyata mamanya Shela itu bernama Sherly dokter spesialis penyakit dalam dan papanya shela bernama Ivan seorang businessman. Hari ini mamanya sengaja cuti untuk menjemput aku dan Shela ke bogor. Tidak terasa 1,5 jam perjalanan kebogor kami sudah sampai dirumah Shela. Shela punya rumah yang lumayan besar bertingkat 2. Setelah sampai aku dan shela langsung beres-beres barang bawaan, ternyata aku tidur bareng Shela kamar Shela cukup besar untuk kita berdua. Akhirnya kita selesai beres-beres dan tidak lama terdengar suara tante Sherly ngajak kita makan siang.
“Shela… Linda… Ayoo kita makan siang dulu…” Panggil tante Sherly. “Iyaahhh ma…” Triak Shela dari kamar.
Aku dan Shela langsung turun keruang makan dan disambut oleh tante Sherly. Kami bertiga langsung makan setelah selesai aku dan Shela ijin untuk tidur siang dulu karena kecapaian. Tidak terasa pas aku melek dan lihat jam sudah jam 7 kurang berarti aku tertidur 3 jam lebih. Dan saat aku melihat sebelah Shela sudah tidak ada berarti dia sudah bangun lebih dulu. Aku masih diranjang sambil duduk dan mengucek mata. Samar-samar terdengar suara Shela seperti tertawa cekikikan dan ada suara lelaki mungkin itu om Ivan. Sebelum keluar aku minum segelas air putih kemudian keluar dari kamar. Pas keluar dari kamar diruang tamu lantai 2 aku melihat om Ivan sedang memangku Shela dan Shela pun bergelendotan dengan leher om Ivan dan tangan kiri om Ivan tepat di samping payudara Shela dan tangan kanan dipahanya. Mana Shela cuma memakai kaos yang agak ketat dan celana hot pants. Akupun agak canggung melihat mereka dan langsung menegur om Ivan. “Sore om… Aku Linda temen kuliah Shela.” Sapaku. “Ehh iyah Linda… Shela sudah cerita tentang kamu kok. Anggep saja rumah ini seperti rumah kamu yah.” Jawab om Ivan. “Ohh iyah om. Makasih banyak om.” Jawabku lagi sambil jalan kearah tangga untuk turun kelantai bawah.
Pas aku sambil jalan menuruni tangga tak lama kemudian terdengar suara Shela “aahhhh.. Papa nakal nih hihihihi.. Daahh papa..” Kemudian ga lama Shela pun berada dibelakang ku sambil memanggil aku.
“Lin mau kemana?” Tanyanya. “Mau nyari mama km Shel.. Siapa tau butuh bantuan.” Jawabku tampa menoleh kebelakang dan sambil mikir kok om Ivan dengan Shela segitu dekatnya yah? Apakah Shela tidak risih tangan om Ivan kena payudaranya? Sambil jalan aku masih memikirkan kejadian tadi. Sesampainya aku di dapur aku kembali kaget melihat tante Sherly. Dia hanya memakai daster terusan dan sepertinya tidak memakai BH.
“Tante ada yang Linda bisa bantu?” Tanyaku. “Eh Linda.. Ga usah gapapa kamu ngobrol saja sama Shela ini tante bisa urus sendiri. Dah sana keruang tamu saja.” Jawab tante Sherly. “Yuk Lin kita keruang tamu saja.” Kata Shela sambil menarik tangan ku.
Pas sampai diruang tamu kita langsung duduk sambil menyalakan TV. Walaupun sambil nonton aku masih memikirkan kejadian diatas tadi dan aku putuskan untuk coba bertanya dengan Shela.
“Shel tadi pas aku keluar dari kamar aku liat tangan om Ivan disamping dada kamu. Apa kamu ga risih Shel? Tanyaku. “Ohh.. yang tadi itu? Ahh engga Lin biasa aja… Lagian dia kan papa aku sendiri… Emang hampir setiap hari kok papa megang dada aku malah sering juga jilat dada aku lohh hihihihihihi..” Jawab Shela dengan santainya. Aku kaget setengah mati dengan jawaban Shela. “Haa?? Pegang?? Jilat??” Jawabku kaget. “Hahahaha… Santai aja Lin.. Iyahh papa sering kok remes dadaku terus abis itu dijilat-jilat deh putingku hihihihihi… Jadi gini Lin ceritanya beberapa tahun lalu mama dapet artikel kalau ada cara mengurangi resiko kangker payudara dengan cara sering di remas payudarannya. Terus mama ngajarin ke papa bagaimana cara remasnya. Jadi hampir setiap hari payudara mama diremas sama papa. Selang beberapa hari mama juga nyuruh papa terapi payudara aku juga terapinya sih cuman remas doang tapi lama-lama papa jadi jilatin juga payudaraku. Awalnya sih risih Lin tapi lama-lama enak juga hihihihihihi… By the way enak lohh kamu mau coba diterapi juga ga? Hihihihihi…” Jawab Shela masih dengan nada santai. “Haa?? Ogaahh… Orang pacar aku aja belum pernah liat payudaraku apalagi pegang. Terus masa sekarang om Ivan yang pegang-pegang payudaraku duluan? Lagian emang ada artikel seperti itu Shel?” Tanyaku lagi. “Gapapa lah pacar kamu ga bakal tau ini Lin hihihihihi… Ada kok bentar aku cariin dulu yah.” Jawab Shela sambil ngutak-ngatik HPnya.
Dan aku pun kembali nonton dengan tatapan kosang sambil mikir apa iyah ada hubungannya kalau diremas panyudaranya jadi mengurangi resiko kangker? sepertinya tidak pernah dibahas waktu kuliah deh kataku dalam hati. Setelah beberapa menit Shela mencari artikelnya akhirnya dapat dan langsung dikasih ke aku HPnya.
“Ini Lin coba kamu baca dulu deh.” Kata Shela. Akupun mulai membaca artikelnya memang dari website yang sepertinya bisa dipercaya dan isi artikelnya juga bukan untuk orang awam karena orang awam tidak begitu mengerti bahasa kedokteran. Setelah hampir selesai aku membaca artikelnya kemudian terdengar suara tante Sherly memanggil. “Shela… Linda… Ayo kita makan dulu…” Triak tante Sherly. “Oke mah…” Jawab Shela. “Yuk Lin kita makan dulu..” Ajak Shela sambil berjalan keruang makan. Aku pun menaruh HPnya kemudian ikut berjalan keruang makan. Sesampai diruang makan ternyata om Ivan sudah ada dimeja sambil mengambil nasi. “Ayo Linda makan sama-sama. Anggap saja rumah sendiri.” Ajak om Ivan. “Iyah om.. Makasih om.. Slamat makan..” Jawabku.
Selama makan kami tidak banyak ngobrol sampai Shela sudah selesai makan dan aku hampir selesai. Tiba-tiba Shela memanggil om Ivan.
“Pa… Kata Linda mau ikut diterapi payudara juga toh hihihihihihi… Boleh kan pa?” Kata Shela sambil tertawa. Om Ivan pun sedikit terkejut. “Ohh boleh banget.. Entar habis makan langsung ikut aja ke kamar om Linda nanti om pijitin deh payudara kamu hehehehe…” Jawab om Ivan santai. Aku yang terkaget-kaget dan malu langsung menjawab ajakan om Ivan. “Aahhh… Ga usah om… Makasih om… Kalau saya mau saya bisa sendiri om..” Jawabku sambil tertunduk malu. “Ihh… Papah maunya pijitin payudara Linda… Mentang-mentang punya Linda kelihatannya lebih kencang dari mamah punya yah pah? Hihihihihi… Berapa size BH kamu Lin?” Susul tante Sherly. Aku bingung tante Sherly tidak marah karena om Ivan bilang mau pijitin payudara aku. Dan aku mendengar om Ivan tertawa juga. “Ahh.. Tante kok nanya itu sih? Aku kan malu” Jawabku sambil tetap menunduk malu. Mungkin kalau hanya ada aku, Shela dan tante Sherly sih aku akan jawab langsung, tapi sekarang kan ada om Ivan masa aku haru kasih tau ukuran BH aku didepan om Ivan juga? “Gapapa kok Lin ga usah malu ama om Ivan… Payudara kamu bagus gitu tuh, pacar kamu pasti suka pegang dada kamu deh hihihihihi.. Hayoo berapa ukuran BH kamu?” Jawab tante Sherly santai. Aku makin malu saja rasanya mukaku memerah panas. “3… 36B tante… Ga pernah tante aku baru 1bln pacaran tante ga mau yang aneh-aneh sebelom aku nikah tan.” Jawabku lagi. “36B yah? Pantas kencang gitu… Wahh kl papah pijitin payudara Linda menang banyak kamu pah, masih belum terjamah payudara Linda.” Kata tante Sherly. Kemudian serentak terdengar suara tawa om Ivan dan Shela. Aku masih tertunduk malu mendengar canda tante Sherly. “Sudah-sudah kasihan Linda malu tuh.. Yuk sayang papa pijitin payudara kamu siapa tau nanti bisa semontok Linda hehehehehe.. Linda kalau mau ikutan dipijitin langsung aja ke kamar om yah Lin” Ajak om Ivan ke Shela. “Iihh… Papa masih ngarep aja mijitin payudara temen aku.. Yuk paa… Lin aku dipijitin dulu yahh kalau kamu mau ikutan boleh kok hihihihihi…” Kata Shela. “Ahh… Engga dehh… Kamu ajah aku bantuin tante Sherly beres-beres abis itu mau mandi.” Kataku sambil beres-beres meja bantu tante Sherly. “Udah Lin kamu mandi ajah… Ini kerjaan tante kok sudah biasa..” Kata tante Sherly sambil aku melihat Shela sedang digandeng om Ivan menuju kamar om Ivan dan tante Sherly dilantai bawah. “Gapapa tante aku bantuin ajah..” Kataku lagi sambil ikut beres-beres.
Kurang lebih setengah jam aku bantuin tante Sherly beres-beres dan cuci piring sambil tante Sherly nanya tentang koasku. Sekarang aku mau mandi untung kamar Shela punya kamar mandi sendiri jadi lebih nyaman. Sambil mandi aku masih memikirkan Shela kenapa dia tidak risih payudaranya di pegang sama om Ivan. Apakah pas di pijit Shela memakai BH atau tidak? Kalau tidak berarti om Ivan akan menyentuh salah satu daerah yang paling sensitif dari tubuh Shela. Apakah tante Sherly tidak masalah dengan itu semua? banyak sekali pertanyaan yang ada di otakku. Kurang lebih setengah jam aku mandi akhirnya selesai, setelah selesai aku langsung mengeringkan tubuhku kemudian berpakaian barulah aku keluar dari kamar mandi. Pas aku keluar dari kamar mandi ternyata Shela masih belum ada dikamar. Kok lama sekali? Emang segitu lama kah? Akhirnya aku memilih untuk tidak memikirkan itu. Aku langsung mengambil HP dan menelpon pacarku lumayan lama aku ngobrol dengan pacarku. Setelah itu aku baca-baca buku untuk persiapan besok sudah mulai koasnya.
“Tokk tokk ceklekk…” Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Shela dibuka aku baru sadar ternyata aku ketiduran pada saat baca-baca buku tadi. Lalu aku melihat jam ternyata sudah hampir jem 12 malam, kayanya tadi pas aku selesai mandi baru jam 9 lewat deh. Pas aku menoleh ke pintu aku lihat Shela hanya memakai celana dalam saja tanpa ada benang apapun di bagian atas tubuh Shela aku kaget sekali melihat keadaan Shela tapi aku terpanah ke payudaranya ternyata payudara Shela cukup besar dan kencang tapi ada tanda merah seperti bekas remasan tangan.
“Shel kok kamu terlanjang dada gitu? Hampir totaly naked malah?” Tanyaku dengan tidak bisa menutupi betapa kagetnya aku. “Iyah neh Lin… Si papa nakal banget sihh hihihihihihi…” Jawab Shela santai sambil berjalan kekamar mandi tanpa menutupi ketelanjangan tubuhnya dariku dan tidak menutup pintu kamar mandi pula. Aku kaget dengan kata-kata “nakal” yang diucapkan Shela. “Haa?? Nakal gimana Shel? Bukannya kamu cuman dipijitin saja payudaranya? kok sampai hampir terlanjang bulat gitu sih?” Tanyaku tambah penasaran “Kamu penasaran yahh Lin? Kalau kamu penasaran harusnya tadi kamu ikut saja ke kamar papa. Pasti kamu juga akan balik kekamar sini seperti aku deh hihihihihihihi..” Jawab Shela masih dengan nada santainya sambil membersihkan tubuhnya dikamar mandi. Aku kaget juga dengan jawaban Shela dan membayangkan kalau aku juga hampir terlanjang seperti Shela dan dilihat oleh om Ivan. Tidak pernah terbayang olehku untuk terlanjang didepan orang yang bukan suamiku nanti. “Iihhh… Aku tidak akan mau tubuhku dilihat oleh pria yang bukan suamiku nanti Shel.. Tapi aku bingung kenapa kamu bisa sampai terlanjang seperti itu? Apa kamu tidak malu kalau om Ivan melihat hampir seluruh tubuh kamu? Terus apa tante Sherly tidak marah kalau kamu hampir terlanjang bulat di depan papa kamu sendiri? Terus kok lama banget ngapain saja kamu disana?” Sambungku lagi. “Sabar bu… Satu-satu dong tanyanya penasaran banget yah? Hehehehehe. Ya udah aku ceritain.” Jawab Shela sambil berjalan ke ranjang dengan hanya menggunakan handuk yang menutupi badannya. “Jadi tadi abis kita ngobrol dimeja makan aku langsung ke kamar dengan papa, pas sampai dikamar papa duduk diranjang sambil menyalakan TV kemudian seperti biasa aku langsung duduk disamping papa tidak lama papa langsung mulai memijit payudara aku. Awalnya sih dari luar baju tapi lama-lama tangan nakal papa mulai masuk kedalam baju dan langsung memegang payudaraku seutuhnya hihihihihi..” Lanjut Shela. “Loh berarti kamu dari tadi tidak memakai BH dong?” Kataku menyelak cerita Shela. “Aku emang tidak pernah memakai BH kalau dirumah Lin biar adem dan salah satu pemicu kanker payudara kan BH Lin masa kamu lupa? Makanya sudah kamu juga ga usah pakai BH kalau dirumahku tenang saja papa sudah sering liat punya aku dan punya mama kok seharusnya sudah biasa yah. Tapiii entah deh sepertinya papa agak tertarik dengan payudara kamu Lin soalnya punya kamu besar dan kecang gitu, terus tadi pas sambil pijitin aku si papa nanya ‘apa aku pernah lihat payudara kamu?’ aku jawab aja ‘belum pa.. nanti kalau sempet aku fotoin buat papa hihihihihi’ gituu.” Jawab Shela. Yah ampun aku kaget dengan jawaban terakir Shela, dia mau foto payudara aku dan kasih lihat ke om Ivan? “Aahh kamu Shel jangan macam-macam yah… Enak saja kamu maen fotoin payudara aku dan kasih lihat ke om Ivan.” Jawabku kesal. “Dikit aja lah Lin biar papa ga penasaran ama dada kamu yang kencang itu hihihihihi” Lanjut Shela sambil melepas handuknya dan membelakangiku ternyata Shela tidak memakai apa-apa lagi dibalik handuknya kemudian dia memakai tanktop dan hot pants pendek tanpa menggunakan BH dan CDnya. “Engga… Pokoknya aku ga mau. Dah balik ke pembicaraan kita tadi kalau dipijitin aja kok bisa ampe lebih dari 3 jam sih? Apa om Ivan ga pegel toh pijitin kamu selama itu?” Tanyaku lagi. “Yahh gitu dehh seperti biasa papa mulai pijit payudaraku dari bawah keatas beberapa kali setelah ituu tangan papa sudah berenti di putingku makanya papa ga pegel hihihihihihihi… Terus ga lama mama masuk untuk mandi tapi tangan papa masih diputingku papa memilin-milin putingku hingga mama selesai mandi terus mama minta gantian. Pas mama dipijitin papa aku nonton TV deh.” Penjelasan Shela. Aku kembali kaget om Ivan bermain-main dengan puting putrinya sendiri? Terus Shela sepertinya biasa aja putingnya dipegang-pegang sama om Ivan. “Yah ampun Shela apa kamu ga risih yah kaya gitu? Sampai puting kamu dipegang-pegang sama papa kamu sendiri. Terus apa mama kamu tau?” tanyaku. “Pas pertama-tama aku dipijitin papa sih riish juga Lin, aku sama ama kamu Lin payudaraku juga belum pernah dijamah pria sampai papa pijitin aku beberapa tahun lalu. Mama tau kok malah yang pertama kali yang nyuruh papa pijitin dada aku kan mama. Awal-awal aku agak canggung gitu tapi selang berapa menit aku mulai relax terus lama-kelamaan ternyata enak juga geli-geli gimana gitu kamu musti coba deh pasti nanti kamu ketagihan Lin hihihihihihi..” Jawab Shela. Dengar kata-kata Shela aku tanpa sengaja langsung membayangkan bagaimana kalau payudaraku dipijit-pijit sama om Ivan, apa lagi sampai memilin-milin putingku. Membayangkan saja aku merinding takut. “Ahh kamu udah gila Shel aku ngebayangin saja sudah takut. Terus udah gitu doang? Kok kamu bisa sampai terlanjang gitu kalau cuma gitu doang?” Lanjut tanyaku. “Hmm.. Sebenernya sih engga Lin ada yang papa aku lakukan lagi setelah mama tertidur hihihihihihi… Biasa mama abis dipijitin paling 15 menit juga langsung ngantuk abis itu papa balik ke aku lagi sih hihihihihii…” Jawab Shela lagi. “Haaa?? Kamu ngapain lagi abis itu?” uberku. “Ada dehh… Kalau kamu penasaran besok malam kamu ikut aja Lin tapi jangan salahin aku yah kalau kamu nanti kamu balik kekamar ini dengan terlanjang seperti aku tadi hihihi. Udah ah tidur dulu yuk ngantuk nih besok kan kita masuk pagi. Good night Lin.” Jawab Shela sambil masuk ke selimut disebelahku. Aku jalan ke saklar lampu untuk matiin lampu. “Good night Shel.” Jawabku. Tapi aku masih ga ngerti maksudnya ‘ada deh’ Shela itu apa? Dan apa jadinya kalau aku besok ikutan kekamar om Ivan apa yang akan terjadi? Aku langsung berusaha membuang pikiran itu jauh-jauh dan berusaha untuk tidur.
Kalau banyak yang respon n pas aku sempet nanti aku lanjutin lagi deh hihihi…
Kisah Taro – Aku adalah gadis dari daerah yang berasal dari Jawa Barat, terkenal sebagai penghasil beras. Walau berasal dari keluarga petani, tetapi ayahku cukup kaya untuk ukuran desa, ayahku mempunyai sawah berhektar hektar ditambah dengan ribuan ekor itik yang menghasilkan ribuan ekor telur setiap harinya. Wajar kalau ayahku dianggap sebagai orang terkaya di desa. Tidak heran aku hidup seperti seorang putri apa lagi aku adalah anak bungsu dan wanita satu satunya dari 4 bersaudara. Itu artinya hidupku bergelimang materi dan juga kasih sayang dari kedua orang tua dan saudara saudara laki lakiku.
Namaku adalah Kokom Komariah, cerita ini terjadi saat aku berusia 18 tahu, saat aku masih menjadi gadis abg labil yang lugu dan menganggap semuanya serba indah. Apa lagi aku dikaruaniai wajah cukup cantik menurutku sedangkan menurut orang orang yang berada di sekitarku, aku sangat cantik seperti wajah para artis yang sering dilihat di film film. Apa lagi aku selalu menutup auratku dengan baju syar’i, sehingga menambah aura kecantikanku. Tubuhku tergolong bongsor, apa lagi payudaraku melebihi ukuran payudara gadis gadis seusiaku membuatku kadang merasa malu dengan ukurannya yang menurutku abnormal.
“Mak, kenapa atuh susu kokom gede gede amat. Kokom malu.!” pertanyaan yang sudah sering aku tanyakan kepada ibu setiap kali kami berdua. Tentu saja aku tidak berani menanyakan hal itu di hadapan saudara saudaraku maupun di hadapan ayahku. Aku hanya berani menanyakan hal itu saat berduaan dengan ibuku di dalam kamar.
“Ari Kokom, banyak perempuan yang pengen punya susu gede, kamu kok malah malu..?” tanya ibuku sambil berusaha menahan tawanya.
“Iya, malu. Temen temen Kokom susunya gak ada yang segede, Kokom.” kataku merajuk karena ibuku hanya tersenyum menahan tawa. Mestinya dia tahu bahwa aku benar benar tersiksa dengan ukuran payudaraku, bayangkan, aku harus memakai BH dengan Cup C sementara teman temanku memakai BH dengan Cup A.
“Susu emak lebih gede dari punya kamu. Justru ini yang bikin betah bapak kamu.” kata ibuku selalu itu yang diucapkannya sambil membuka bajunya memperlihatkan ukuran payudaranya yang besar bahkan menurutku sangat besar menggelantung seperti pepaya. Mungkin karena usianya yang menginjak kepala 4 membuat payudaranya menggantung seperti buah pepaya. Untungnya sjak masuk SMP aku sudah terbiasa memakai pakaian syar’i yang sedikit banyak mampu menutupi kebasaran payudaraku yang tumbuh subur dan sepertinya setiap bulan bertambah besar saja. Itu bisa kurasakan karena setiap beberapa bulan sekali aku harus mengganti ukuran BHku. Sebagai gadis desa, kehidupanku cenderung agamis apa lagi tempat tinggalku berdekatan dengan sebuah pondok pesantren yang cukup besar.
Kalau sudah begitu aku akan berhenti mengeluh. Payudara milikku adalah gen turunan yang mengalir dari ibuku. Bukan hanya payudara, wajahkupun sangat mirip dengan ibuku, yang membedakan hanya usia kami. Kulitku yang kuning langsat adalah warisan ibu kalau itu bisa dianggap sebagai sebuah warisan. Atau mungkin juga aku adalah klonning ibuku saking miripnya kami. Sekali lagi yang membedakan kami adalah usia dan status kami ibu dan anak.
Salah satu hal yang membuatku merasa tidak nyaman dengan ukuran payudaraku adalah saat berpergian ke mana saja. Baik naik motor maupun naik angkot, saat mobil atau motor yang aku naiki berguncang maka dadaku akan ikut berguncabg dengan keras, rasanya sangatlah tidak nyaman untuk gadis seusiaku. Apa lagi kalau BH yang aku kenakan terlalu besar, guncangannya sangat terasa. Kalau BH yang aku pakai terlalu kecil akan membuat nafasku agak sesak. Benar benar serba salah. Belum lagi pandangan laki laki yang tidak berkedip melihat payudaraku yang berguncang keras.
Apa lagi saat pelajaran olah raga, mau tidak mau aku harus memakai kaos ketat yang terasa sesak karena ukuran payudaraku membuat kaos yang aku kenakan menjadi kekecilan. Otomatis kembali payudaraku yang terguncang menjadi tontonan gratis teman temanku. Bahkan guru olah raga selalu mencari cari kesempatan untuk berdekatan denganku agar bisa lebih jelas guncangan payudaraku
Bahkan sering aku mendengar bisik bisik teman temanku baik cowok maupun cewek yang membicarakan payudaraku. Aku merasa dilecehkan.
“Kom, eta temen temen kamu udah pada nyamper ngaji.!” kata Ibu masuk tanpa mengetuk pintu membuatku yang sedang asik berkaca di carmin besar yang menempel di pintu lemari pakaian kaget. Reflek tanganku menutup ke dua payudara yang belum terturup BH.
“Emak, kalau masuk ketuk pintu dulu.!” kata Kokom cemberut. Untung saja yang masuk adalah ibu coba kalau yang masuk ayah atau kakak laki lakiku dan melihatku hanya memakai celana dalam saja, persoalannya tentu akan menjadi lain. Apa mereka bisa menahan nafsu melihat kemolekan tubuhku. Apa setan tidak akan berpesta dalam jurang nista.
“Maneh, kalo dibilang supaya ngonci pintu kalau lagi telanjang. Coba kalau yang masuk akang akang kamu, kamu bisa dperkosa..!” kata ibuku mengeleng gelengkan kepala dengan kelakuan anak bungsunya ini.
“Ari Emak kalau ngomong suka sembarangan..!” kataku jengkel mendengar ucapan ibuku. Bagaimana mungkin kakak laki lakiku akan memperkosa adik kesayangannya. [A]Amit amit jabang bayi.[/B] Hal itu tudak mungkin terjadi. Perawanku hanya untuk suamiku setelah kami menikah.
“Paralun, emak cuma becanda.” kata ibuku menutup mulut setelah menyadari ucapannya yang sembarangan. Bukankah ucapan seseorang adalah do’a, apa lagi diucapkan seorang ibu.
“Ini Mak, BH Kokom udah sempit lagi.” kataku menunjukkan BH Cup B. Aku lega karena yang masuk adalah ibu sehingga dia tidak perlu menutupi ke dua payudaraku yang menggantung indah dan menjadi impian setiap gadis yang ingin memiliki payudara seindah milikku. Itu kata ibuku dan omongan iseng teman temanku setiap kali melihat payudaraku.
“Besok kamu ke pasar, nyari BH lagi. Buruan, teman temanmu sudah nyamper ngaji.” kata ibu menatap kagum dengan keindahan payudaraku. Mengingatkannya dengan bentuk payudaranya sewaktu masih seusia denganku. Payudara yang selalu mendapatkan pujian dari ayah sebagai payudara terindah bahkan sampai sekarangpun ayahku sering kudengar memujinya. Walau kadang aku merasa jengah mendengarnya. Bagaimana mungkin ibu dengan sabtainya menceritakan bagaimana ayah mengagumi payudaranya.
Aku tidak menjawab, dengan tergesa gesa aku memakai pakaian baju gamis syar’i berwarna krem serasi dengan kulitku yang kuning langsat. Sekali lagi aku berkaca memastikan penampilanku sudah sempurna. Cantik, pikirku memuji penampilanku yang terasa semakin cantik dengan hijab Syar’i yang sedang ngetren Selesai, aku segera mengambil Qur’an yang tergeletak di meja belajar dan dengan setengah berlari aku menemui teman temanku Ecih dan Tina.
“Emak, Kokom berangkat..!” kataku mencium tangan ibu diikuti oleh ke dua temanku yang terlihat sangat menghormati ibuku. Ya ibuku terkenal dengan kedermawananya sehingga orang sangat menghormati beliau.
“Mangga Bu Haji, assalam mu’alakum.” kata Ecih dan Tina hampir bersamaan.
Jarak dari rumahku ke tempat ngaji tidak begitu jauh, kurang lebih 500 meter. Mungkin untuk ukuran kota jarak itu cukup jauh, tapi untuk kami orang desa terhitung dekat. Hanya karena perbedaan kebiasaan sebuah jarak menjadi jauh atau dekat. Tidak sampai sepuluh menit kami sudah sampai tempat mengaji dan kami adalah orang terahir yang datang. Ustadzah Aisyah sudah mulai mengajar. Suaranya yang lembut dan merdu mampu melunakkan hati siapa saja yang mendengarnya.
Ustazhah Aisyah belum menikah, usianya hanya terpaut 5 -6 tahun denganku. Wajahnya cukup cantik dan tentu saja dianggap perawan tua untuk ukuran desa. Resiko yang harus diterima Ustazhah Aisyah yang memilih menjadi seorang guru ngaji dan bercita cita mendapatkan suami seorang Ustad lulusan pesantren seperti dirinya. Untung yang kudengar dari cerita orang orang.
“Assalam mu’alaikum Ustazhah, maaf saya terlambat..!” kataku mencium tangan Ustazhah Aisyah diikuti Ecih dan Tina.
Setelah mendapat ijin dari Ustazhah Aisyah, aku duduk di baris paling belakang karena datang telat. Sudah menjadi kebiasaan di sini, mereka tidak mempunyai tempat yang pasti, siapa yang datang paling dahulu akan duduk di barisan depan dan begitu seterusnya sehingga kita bisa tau siapa saja yang datang lebih dahulu maupun yang terlambat datang.
Beginilah keseharianku, sore ba’da asyar mengaji lalu shalat berjama’ah bersama Ustazhah Aisyah. Pulang ba’da maghrib. Itu alasannya kenapa setiap hari aku berangkat mengaji selalu bareng dengan Ecih dan Tina agar ada teman saat pulang dari rumah Ustazhah Aisyah yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah. Kalau harus pulang sendiri dari rumah Ustazhah Aisyah rasanya aku belum berani apa lagi harus melewati sebuah kuburan tua yang terkenal dengan nama kuburan penganten.
Kuburan pengantin sangat terkenal di desaku dan juga desa desa tetangga. Konon di tempat ini dikubur dua jasad pengantin baru yang dikubur dalam satu liang lahat. Kejadiannya berpuluh tahun yang lalu bahkan saat itu ibuku belum lahir, ada sepasang pengantin yang sedang bersanding di pelaminan, tiba tiba pengantin wanitanya meninggal, pengantin pria yang melihat istrinya meninggal langsung bunuh diri dengan cara menusuk jantungnya dengan sebilah golok. Setelah itu aku tidak tahu lagi ceritanya seperti apa.
“Assalam mu’alaiku Ustazhah..!” kata kami berebutan mencium tangan Ustazhah agar bisa pulang secepatnya.
“Sabar sabar, satu satu jangan rebutan..!” kata Ustazhah Aisyah setiap kali kami berebutan mencium tangannya yang halus dan selalu saja kami selalu mengulangi hal yang sama setiap harinya.
“Kom, tahu gak si Asep kan pacaran sama Teh Euis.!” kata Ecih menceritakan kabar yang cukup mengejutkan karena diam diam aku naksir Asep cowok paling ganteng di kampungku.
“Bohong, maneh. Mana mungkin si Asep pacaran sama Teh Euis yang udah janda dan punya anak satu..!” kataku tidak percaya dengan kabar dari Ecih.
“Bener Kom, kemarin waktu pulang ngaji kami lihat Asep ke rumahnya Teh Euis, kami malah ngintip mereka lagi….!” jawab Tina tidak meneruskan kalimatnya.
“Lagi apa..?” tanyaku dibakar cemburu. Aku mulai mempercayai cerita yang disampaikan ke dua temanku ini. Mana mungkin mereka berbohong padaku.
“Nanti kita intip lagi biar kamu percaya. Itu sudah dekat.” kata Ecih sambil menunjuk sebuah pohon Randu besar yang berada sekitar dua puluh meter di hadapan kami.
Aku tidak berani bertanya lagi karena saat ini kami sudah dekat dengan tempat paling angker di desa kami. Momok bagi setiap orang yang melintasinya. Aku mulai membaca ayat Qursyi yang konon bisa digunakan untuk mengusir hantu agar tidak mengganggu.
Tanpa di komando kami berjalan beriringan dengan tubuh kami salimg merapat saat kuburan pengantin sudah dekat, tepat di bawah pohon randu yang besar itulah sepasang pengantin yang legendaris itu terkubur. Detak jantungku semakin kencang saja, tangan kami saling berpegangan dengan erat saat kami melintas di kuburan pengantin dan tanpa aba aba kami berlari sekencang kencangnya berusaha secepatnya melintasi kuburan pengantin yang sangat angker itu.
Sepuluh meter setelah kami berhasil melewati kuburan pengantin, kami baru berhenti berlari. Nafas kami tersengal sengal, payudaraku terasa tidak nyaman karena BH yang aku kenakan sudah mulai kekecilan dan membuatku semakin kesulitan bernafas. Untuk beberapa saat aku melupakan cerita tentang Asep. Hanya beberapa saat sampai nafasku kembali normal, aku kembali teringat cerita tentang Asep.
“Itu beneran kalian liat Asep pacaran sama Teh Euis?” tanyaku memegang tangan Ecih yang mulai berjalan kembali.
“Iya, kemaren kami dengar Asep mau datang lagi ke rumah Teh Euis, makanya kita ke sana buat ngintip mereka.” kata Tina yang menjawab pertanyaanku. Ahirnya aku setuju dengan ajakan mereka untuk ke rumah Teh Euis terpaksa kami mengambil jalan memutar agar tidak melewati rumahku. Agak jauh memang, tapi ini jalan satu satunya yang harus aku ambil agar orang tuaku tidak melihatku sudah pulang ngaji.
Kami berjalan melewati beberapa rumah penduduk tanpa banyak bersuara agar kehadiran kami tidak memancing kecurigaan penduduk kampung yang mungkin saja melihat kami lewat.
Ahirnya kami tiba di rumah Teh Euis, kami sengaja lewat belakan agar tidak ada yang mengetahui kehadiran kami. Yang membuatku heran kenapla Tina dan Ecih justru mengajakku ke arah jendela kamar yang berada di samping. Lalu bagaimana caranya kami mengintip. Apa lewat lobang lobang dinding bilik. Tapi biliknya terlalu rapat, tidak ada celah atau lobang untuk mengintip. Lewat jendela mustahil kami bisa melihat bagian dalam. Kecuali jendelanya terbuka atau tidak ada hordeng yang menghalangi pandangan kami ke dalam. Kenapa tidak mengintip dari depan, bersembunyi di balik pohon mangga yang besar. Bodoh, bersembunyi di balik pohon mangga tentu saja akan dengan mudah terlihat orang yang lewar. Mungkin bebar bersembunyi di samping rumah adalah pilihan paling aman karena terhalang oleh pohon singkong karet yang berfungsi sebagai pagar…
Kami menunggu agak lama, hingga ahirnya kami mendengar suara yang berbisik bisik dari balik dinding bilik. Walau samar, aku hafal suara orang yang sedang berbisjk. Itu suara Teh Euis dan benar suara laki laki itu adalah suara Asep. Aku sangat mengenalnya.
“Sep, buruan buka celana, nanti keburu ada orang yang tahu..” kata suara Teh Euis, ya itu pasti suara Teh Euis, kenapa dia menyuruh membuka celana? Dadaku terasa sesak dibakar cemburu mendengar percakapan yang terdengar begitu jelas. Dinding bilik tidak mampu meredam suara mereka apa lagi sekeliling tempat ini sunyi, bahkan suara jarum jam akan terdengar nyaring.
“Teh, Asep pengen jilatin memek Teh Euis..!” kata suara Asep benar benar membuatku shock dan tahu apa yang sedang terjadi di dalam dinding bilik itu. Sebuah perbuatan nista yang tidak layak dilakukan. Ini adalah zinah.
“Jangan, Sep. Langsung masukin kontol kamu, Teh Euis udah gak tahan.” kata suara Teh Euis membuatku tidak mampu menahan diri lagi, tanpa bersuara sama sekali aku beranjak menjnggalkan tempat itu dan juga meninggalkan Ecih dan Tina.
Hariku terlalu sakit, orang yang ku sudah melakukan zinah denga wanita yang jauh lebih tua. Wanita berusia 30 tahunan yang kukenal sebagai wanita baik baik dan selalu menutup auratnya dengan pakaian syar’i tapi ternyata itu hanyalah sebuah topeng untuk menutup kelakuannya yang nista. Ingin rasanya aku berteriak agar semua orang tahu dengan kelakuan wanita itu. Tapi kerongkonganku sudah kering, lisanku sudah kelu untuk mengeluarkan suara yang bisa kulakukan hanyalah menangis sepanjang jalan.
Tidak ada lagi rasa takut saat melintas jalan yang gelap dan dipenuhi pohon pohon tinggi,. Pikiranku terpusat pada rasa sakit karena telah dihianati Asep. Aku benar benar patah hati. Hanya naluriku yang menunjukan arah rumahku karena pikiranku kosong.
“Kom, kamu kenapa?” tanya ayahku yang duduk di ruang tamu dengan dua orang tamunya.
“Emak mana?” tanyaku tidak menggubris pertanyaan ayah. Satu satiyang ingin kulakukan adalah menangis dalam pelukan ibuku. Hanya ibu yang mampu menenangkan hatiku saat sedang bersedih.
“Di kamar..!” kata ayahku berusaha menarik tanganku dan memelukku seperti yang biasa dilakukannya saat aku sedang menangis. Aku menepis tangan ayah, meninggalkannya begitu saja.
Tanpa mengetuk pintu, aku langsung membuka pintu kamar. Aku agar terkejut melihat keadaan ibuku yang sedang membereskan sprei dalam keadaan bugil. Rambutnya terlihat acak acakan dan aku mencium bau yang aneh, bau yang pernah aku cium dulu saat aku masuk ke dalam kamar dan melihat ayah dan ibuku baru saja selesai berhubungan sex, bau yang melekat dalam ingatanku.
Cerita ini berdasarkan kisah nyata ditambah dengan bumbu2 agar lebih bisa dinikmati.. Yaah mungkin 70% kisah nyata sedangkan sisanya fantasi yg terpendam dan ingin bisa diwujudkan agar hidup semakin menarik. Kisah ini dimulai dari awal pacaran sampai dengan masa2 kami menikah..
Dari awal yg biasa pakai baju sopan & tertutup cenderung tomboy sampai dengan menjadi sexy, nakal, suka pamer tubuh dan terakhir main xxx dgn cowo lain..
Namaku Riki aku seorang pekerja wiraswasta berumur 34th dan istriku namanya Dian berusia 29th adalah pegawai kantor dgn posisi sebagai karyawan HRD di sebuah perusahaan telekomunikasi terkenal di indonesia..
Istriku bisa dibilang lumayan cantik dan tubuh yg langsing berisi dgn ukuran bra 34 c dengan tinggi 170cm.. Dian sendiri merupakan hasil perkawinan dari Papa yg org jawa dan mama blasteran belanda-jawa.. Jadi bisa dibayangkan sendiri gimana penampilan istriku..
Kejadian ini dimulai 7 thn yang lalu. Setelah lulus kuliah dr Universitas Negeri di Jogjakarta ( banyak sekali pengalaman dengan gadis2 berjilbab, yg mungkin lain kali kisah ini diceritakan ) aku kembali pulang ke Surabaya..
Di sini merasa kesepian tidak pernah olahraga selangkangan, aku menghubungi mantan2 ku semasa sma, siapa tau ada yg bisa bantu mengusir rasa sepi hehe.. Dari sekian banyak ada satu yg available, panlok berinisial N meski dah punya pacar tapi dia menanggapi gombalan2ku , ssi selama 1bln N tertarik mau nginap di rumahku semalam dengan alasan menginap di rumah sahabatnya yg bernama Dian, karena kebetulan dekat dengan rumahku..
Saat itu N diantar ke rumahku oleh temannya yg bernama Dian ( istriku skg ). Pas ngantar N aku belum tertarik karena waktu itu Dian cuma pakai kaos biasa & celana jeans standart bangetlah apalagi dia naik motor cowok jadi tambah tomboy plus no make up at all.
Meski wajahnya lumayan tapi karena memang sudah keburu nafsu pengen main dengan N, yang lain2 pun terlupakan tapi aku tidak mau membahas masalah N karena fokus cerita pada Dian pacar yang sekarang ini menjadi istriku.. Lambat laun seiring waktu malah aku menjadi lebih dekat dengan Dian & akhirnya kita berpacaran..
Satu bulan setelah berpacaran kita pergi nonton bioskop di royal, di situlah awal mula semuanya.. Kita berciuman, secara perlahan tangannya aku masukkan celanaku.
“Yank lihat nih jadi besar pengen nih, mau ya bantuin dikit deh pake tangan aja kasian nih otong tersiksa”… Dian terdiam saja lalu dia melirik ku sambil mengocok kontolku.. Saat itu tanganku tidak tinggal diam ikut pula masuk ke dalam celananya mengobel2 vaginanya.. Sambil kuremas2 payudara & putingnya dari luar kaos yang dia pakai..
“Ehmm ehmmmmmm enak yank oooohh hhmmmm” dia menahan nikmat sambil menggigit bibirnya sampai dia mengalami orgasme karena tanganku..
Dian langsung tergeletak lemas di bangku penonton sambil nafasnya ngos2an. “Enak yank? Lemes ya tapi nikmatnya sampe ubun2 kan..” Heem jawab dian sambil tersenyum manis.
Setelah menonton bioskop, dalam perjalanan pulang naik motor aku yang masih horny tapi karena film keburu ending tapi aku belom crot juga memiliki suatu ide. Hal ini sering aku lakukan bersama2 mantan2ku di Jogja para jilbaber. Aku pun segera membuka jaketku dan membaliknya, kemudian tangan Dian aku masukan ke dalam celanaku..
“Yank masih pengen nih tadi kan aku belum sempet keluar kamu dah lemes kelojotan gitu, ayo tanggung jawab nih”.. “Lho di jalan naik motor mau gitu?? (dian terbengong2) , kalo ketahuan orang gimana”.. Meskipun protes tapi tangannya tetep aja mengocok kontolku
“Iya gpp biarin aja paling mereka cuma curiga aja, jaket kok dibalik & tangan yang cewek kok gerak2 aja haahaha” aku sambil ketawa ngakak.. “Aneh2 aja maunya nih, tadi di bioskop minta gitu sekarang malah di motor besok2 minta apa lagi nih??”
“Tapi kan kamu mau yank.. Ayo terus yank kocok terus dah hampir keluar nih”. Eeh dah mau keluar ada aja tuh bapak2 iseng klakson2 aja sambil nyalip trus melototin. Dasar ganggu orang lg enak aja.. “Crooot” aaah kluar nih rasanya gimana di tengah jalan gini muncrat.. Nyetir jadi tidak konsentrasi. Tangan dian yg belepotan sperma dikeluarin dari dalam celanaku..
“Tuh kan tanganku basah lengket semua nih, berhenti sebentar donk yank mau tak lap pake tisu dulu?” Ucap Dian yang masih bingung..
“Gak usah dilap mending diemut aja dijamin enak hahaaha”. “Huuu ngawur aja emoh aku”.. “Udah deh dilap di bajumu aja atau celana” ( hehe biar bau sperma )..
“Iya deh nanggung juga kalau pakai berhenti2, aku pengen cepet berbaring nih, capek diajak aneh2 trus seharian”..
Selama pacaran menurut pengakuan Dian, sama mantannya yang keturunan arab biasanya cuma minta dikocok doank dan agak kolot. Kalau dian pake celana pendek atau rok yg agak pendek aja sudah protes nggak sopan. Tetapi kata Dian kontolnya memank gede dan gak panjang dibanding punyaku ( yang penting tekniknya bro ).
Dua minggu kemudian aku mengajak Dian pergi nonton bisokop lagi tetapi aku minta dia pake baju yg sexy dan gampang diplorot.. Dian masih malu2 kalau ke mall Royal pake baju sesexy itu. Tapi aku tidak habis akal aku rayu2 kalo dia lebih cantik kalau pake baju sexy, apalagi sampai dilihat banyak orang. Bangga aku punya pacar sexy & cantik yg bisa jadi pusat perhatian.
Akhirnya dian setuju asalkan di mall yg banyak juga cewek2 berpakaian sexy ahar tidak terlalu menarik perhatian dan Dian pun bisa jadi lebih nyaman karena banyak juga yg serupa. Akhirnya kita sepakat ke mall Pakuwon Trade Center (PTC) , di sana banyak juga panlok2 berpakaian sexy..
Dian berpakaian dengan atas an mengenakan kemben/tube top berwarna coklat keemasan dengan bahu ditutup bolero lengan pendek ( Dian masih kurang percaya diri berpakaian sexy ), bawahannya aku minta pake rok mini tapi dia masih malu akhirnya pakai hot pant tapi yg model rok mini ( sekilas jika dilihat dari jauh seperti rok mini yg pendek sekali sebatas pantat cuma yg membedakan ada belahan di depan yg memperlihatkan klo itu hot pant ).
Tak lupa aku minta dia pake celana dalam g string hadiahku, karena sebelumnya dia tidak pernah memakai g string. Agak risih kata Dian selalu cemas = celana masuk silit alias belahan pantat hehehe..
Sepanjang jalan naik motor dian benar2 jadi pusat perhatian dan hal itu benar2 membuatku horny.. Apalagi ada satu pengendara motor yang terlihat sengaja mengikuti terus, bahkan sengaja aku putar2 masuk jalan kampung cuma sekedar tes apa orang ini memang ngekor atau tidak.
Ternyata malah tambah mepet, aku bilang ke Dian “yank g string mu apa keliatan kok ada orang ngikutin terus dari tadi?”. “Nggak kok ini lho ketutup kembenku sampai ke bawah katanya tadi kembenku disuruh agak melorotin dikit, biar kelihatan 1/4 payudara atasku??”..
“Berarti dikira kamu pakai rok mini super pendek jadi dia mupeng pengen lihat dalemanmu mungkin hehehe, gimana kalau coba kasih hadiah dikit deh, kasian tuh dari tadi ngikutin trus sampe muter2”..
“Kasih hadiah apaan maksudmu. Jangan yang aneh2 lho??”. “Hmmm gimana kalau coba tarik kembenmu ke atas dikit biar kelihatan belahan pantat & g stringmu hehehe”..
“Aneh2 aja sih, ya udah ini aku lakuin tapi jangan minta aneh2 lagi ya”.. Setelah itu diangkatlah kembennya ke atas dikit sampai bisa terlihat dari belakang pemandangan belahan pantat & g string merah sexy tsb.
Pengendara motor itu keliatannya heboh banget & horny berat sampe klakson2.. Wah dikasih lihat dikit malah ngelunjak pikirku.. Aku juga nggak enak sama orang2 di sekitar jalan diklakson2 terus, akhirnya aku menepi masuk ke kios pulsa. Akhirnya pengendara motor itu pun jalan terus ( rasain deh )..
Di kios pulsa itu ada beberapa cowok yg terpana melihat keseksian Dian yang cuma pakai kemben sama hot pant yang sekilas memang sangat mirip rok mini super pendek apalagi saat ini bisa terlihat tali g string dari sela2 belahan pantatnya.
Begitu turun dari motor kuminta dian “eh benerin kembenmu diturunin lagi yank, biar nggak keliatan g string & belahan pantatmu nggak enak ini di kampung”…
“Eh iya iya” dengan buru2 Dian menurunkan kembennya tapi malah kebablasan sampai keliatan separuh payudaranya.. What the fuck pada melongo para pemuda yg lagi di kios pulsa itu.
Dian yg menyadari kesalahannya buru2 menaikkan lagi kembennya jadi cuma keliatan seperempat bagian atas dari kedua bongkahan payudara mulus itu saja yg terlihat, sesuai dengan kesepakatan kita sebelum berangkat ke PTC..
Itu pun masih pada melotot cowok2 di kios pulsa itu ( ada sekitar 4 org termasuk yg jualan ).. Hehehe jadi tambah penasaran pengen godain.
Dianpun kusuruh, “Yank mumpung di kios pulsa titip belikan pulsa donk. Kamu kan udah turun dari motor”..
“Malu Yank tadi kan cowok2 itu sempet ngeliat payudara ku, nggak enak aku. Tuh liat tatapan mata mereka kayak mau nelanjangi aku aja”..
Wah aku tambah horny denger kata2 dian.. “Gpp yank kamu kan sexy & cantik pantes kalau jadi pusat perhatian, malah bangga aku punya pacar secantik kamu. Kamu juga harusnya bangga & tambah pede” ( aku berusaha menanamkan mindset di pikiran Dian biar dia bisa lebih yakin & pede berpakaian sexy di depan umum ).
“Ya udah deh mana uangnya aku belikan, kamu tunggu sebentar ya? Jangan ke mana2 lho entar aku diperkosa mereka nanti”.. “Nggak lah mana mereka berani, ini kan di pinggir jalan raya! Kecuali kalo yg diperkosa ya menikmati hehehe”..
” Husss ngawur aja” sambil wajahnya di manyun2 kan, kemudian Dianpun melangkahkan kakinya masuk ke dalam kios pulsa tsb.
Aku kurang jelas apa yang mereka perbincangkan, tapi yang jelas cowo2 itu langsung mengerubuti Dian.. Bahkan salah satu cowok kulihat berusaha memotret dian dengan hp nya secara diam2 ( aku menghadap jalan tp mengawasi dari kaca spion )..
Buset pasti buat bahan coli itu, gpp deh nikmati aja.. Lho kenapa Dian malah berpose2 ??? Ternyata mereka malah minta foto bareng berempat dan yg membuatku tambah horny adalah tangan salah satu cowo memegang pantat Dian & meremas2 nya..
Setelah itu Dian kembali ke motor, “yank kok lama banget tadi ngapaen kok pake foto2 sama mereka??”.. “Iya kata mereka aku cantik kayak artis sinetron sexy lagi.. Boleh gak mbak foto bareng sama artis kata mereka hehe. Aku kan jadi geer jadinya bilang okay gpp, kapan lagi kalian bisa foto sama artis” kata dian..
“Tapi kok tadi aku liat pantatmu diremas2 kamu diem aja?”… “Siapa bilang aku diam aku marah besar tadi karena bukan hanya pantatku, dadaku juga tadi sempat diremas2 sama yg jual pulsa. Sambil aku ngomel2 aku langsung ke sini padahal belum aku bayar tuh pulsanya, biarinlah buat ganti rugi lumayan pulsa 200rb tadi aku juga sekalian isi pulsa buat no ku. Lagian aku kan gak rugi apa2 anggap aja tadi monyet yg megang hehe”..
Wah2 dian sekarang sudah mulai open minded baguslah pikirku.. Jalan menuju eksibisionisme semakin terbuka lebar, nggak sabar aku pengen merubah Dian jadi suka eksib seperti mantanku di Jogja dulu jilbaber sexy..
Kisah Taro – Halo semua, namaku Rama. Umurku, 25 tahun, belum menikah dan saat ini bekerja sbg Graphic Designer disebuah perusahaan advertising di Kota ku. Tinggiku 170cm dgn berat badan 71kg. Aku ingin menceritakan pengalaman gilaku dengan adikku sendiri, yah dengan adik kandungku. Namanya Hesti, usianya terpaut dua tahun dariku, dengan tinggi 165cm dan berat 66kg, dia baru menyelesaikan studynya sebagai sarjana pertanian disebuah kampus di Bandung. Saat ini dia masih menganggur, kegiatannya sehari-hari hanya membantu bisnis kue kering ibuku. Hesti sendiri berpenampilan biasa saja, tak istimewa. Tapi entah kenapa belakangan ini tubuhnya semakin enak dilihat, apa karena pertumbuhannya menuju kedewasaan atau apa, yg pasti pandangaan mataku sering tertuju pada kedua bukit kembar yg menggantung didadanya, yg dirumah hanya sering tertutup kaus oblong tipis, namun aku hanya sebatas melihat. Sejujurnya, tak pernah terbesit dalam diriku untuk melakukan tindak asusila dengan adikku sendiri, namun sebuah kejadian inilah yg mengubahnya.
Ceritanya sejak sabtu pagi adikku sudah pamit untuk keluar bersama kekasihnya, katanya ada kumpul dengan kawan-kawan lamanya di SMA. Pacar adikku adalah kawan SMA-nya, walau baru tiga bulan ini sepengetahuanku mereka jadian. Aku sendiri baru putus dengan Yulia karena dia dimutasi kerja ke Manado sana, kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami karena sepakat tak bisa LDR. Hari itupun aku juga punya janji untuk nonton box office terbaru bersama kawan-kawanku. Singkat cerita siang hari aku berangkat, kami berjanji untuk langsung bertemu di TKP. Sampai di XX* kami langsung membeli tiket film FF8, film yg sudah kami tunggu, aku dan kawan-kawan suka film ini karena kami penggemar otomotif. Karena film baru dimulai setengah jam lagi, kami memutuskan untuk jalan-jalan sebentar, ketika aku melirik ke arah loket tiket aku melihat Adikku Hesti sedang mengantri bersama Panji pacarnya. Tampak Hestui memakai jilbab ungu dgn blus lengan panjang biru donker. Saat itu juga baru aku sadar bahwa pantat adikku yg tercetak dalam jeans birunya cukup enak juga dilihat oleh mata pria, aneh padahal dirumah dia yg selalu memakai celana basket malah selalu luput dari mataku. Hufftth, kenapa harus ada dia juga. Yap, pasti kalian semua paham betapa tak nyamannya bertemu saudara apalagi sekandung ditempat seperti ini, bikin kita risih dan seolah ruang gerak kita terbatas. Aku memutuskan untuk cuek dan pura-pura tidak melihat, kami melangkah menuju toko alat musik sambil membunuh waktu. Tak terasa film akan diputar sepuluh menit lagi, dan kami memutuskan untuk segera kembali ke XX*. Singkat cerita aku dan kelima temanku sudah duduk manis dalam gedung bioskop, kebetulan aku dapat kursi dipaling pinggir dekat jalan, seketika lampu dimatikan dan kami siap menikmati film. Baru sekitar lima menit film diputar, ada dua orang yg nampaknya datang terlambat baru duduk dikursi tepat didepanku, aku acuh saja awalnya, hingga aku mendengar suara dering Hp yg sangat familiar, hp ini menggunakan lagu taylor swift “Red” sbg nada panggilan masuknya, “kayak Hp si Hesti” kataku dalam hati. Karena penasaran aku dekatkan kepalakus dgn mencondongkan badanku kedepan, kudengar suara seorang wanita sedang menerima telpon, kendati lirih dapat kupastikan kalau itu Hesti. “Aduuh, kok bisa kebetulan gini ya, bikin risih aja deh” Aku merasa terganggu dgn adanya Hesti tepat didepanku, walau aku yakin dia belum menyadariku ada dibelakangnya. Tapi yasudahlah, aku tak mau kehadirannya merusak fokusku untuk menikmati film, kembali kumencoba memusatkan perhatianku pada film. Ditengah film aku merasakan kepala Panji semakin bergerser ke arah adikku, aku dapat melihatnya jelas karena kebetulan sandaran kursi bioskop ini masih cukup jelas untuk memunculkan kepala belakang orang yg duduk. Awalnya aku biasa karena kupikir dia hanya ingin ngobrol atau menyandarkan kepalanya. Tapi yg terlihat tangan panji mencoba meraih kepala adikku yg masih berbalut kerudung, dan kulihat jelas kepala adikku kini menghadap kearah panji, lalu deg!! Aku melihat wajah mereka saling semakin dekat, dekat dan kini malah tak ada jarak lagi diantara kedua kepala mereka. Shit! Apa panji sedang mencium adikku? Lagi-lagi aku condongkan badanku kedepan mencoba memperjelas pandanganku atau mendengar sesuatu dari kursi Hesti. “Sayang, dibuka dikit mulutnya biar enak” “iih, udah nji, aku risih, belum biasa” Lirih namun terdengar jelas, rasa amarah seketika memenuhi diriku, ingin rasanya saat itu juga kuhajar panji habis-habisan, namun situasi dalam bioskop seperti ini mana mungkin, aku sebisa mungkin mencoba menahan emosiku, aku akan beri Panji pelajaran setelah ini. Aku masih larut dalam amarahku saat kepala panji dan hesti kembali tak berjarak, aku yakin mukaku sudah merah padam saat ini. Beraninya Panji, Hesti juga sama, akan kuadukan dia pada ibu dan bapak. Bukan apa-apa kawan, keluargaku mengajarkan kesopanan dan ketaatan sejak kami kecil, orangtuaku kuakui sedikit kolot soal gaya hidup modern, namun gaya hidup seperti itu sedikit tertanam dalan jiwaku, dan berhasil menyelamatkanku dari pergaulan yg tidak baik. Aku sendiri memang sudah tiga kali berpacaran, tapi jujur kawan yg aku lakukan hanya sebatas berpegangan tangan, kenapa? Karena pacar-pacarku adalah tipe anak rumahan yg penurut, aku mencari yg seperti ibuku, jadi tak ada cerita aku mencium bibir wanita sampai usiaku saat ini.
Selesai film aku sebenarnya berniat langsung melabrak Panji dan Hesti, namun kawan-kawanku mengajakku makan, aku tak bisa menolak, aku putuskan nanti dirumah saja, sekalian Hesti disidang bersama ibu dan bapak. Aku sampai dirumah malam hari karena aku dan teman-teman nongkrong di kafe langganan, sekitar jam 10 aku sampai dirumah. Bapak dan ibuku ada diruang TV sedang menikmati sajian musik dangdut akademi favorit mereka, sedangkan Hesti kutemui sedang cekikian menelpon diteras samping sebelah mobil kami terparkir. Setelah mandi dan bersih-bersih aku menghampiri adikku yg sedang tengkurap sambil menonton film korea dikamarnya dilantai dua, pintunya terbuka sedikit jadi aku bisa dengan mudah masuk, saat itu Hesti memakai kemeja piyama tipis serta celana street pendek. Adikku sedikit terkejut melihatku masuk, lalu dia bangkit dan duduk ditepian ranjangnya. “Kak Rama, ada apa kak?” “Kakak tau kamu ngapain aja didalem bioskop tadi” kataku dengan nada tegas dan mencoba bermimik serius. Mendengar kata-kataku adikku tampak sangat terkejut. “bioskop? Bioskop mana kak?” “alaah kamu ga usah ngelak, kakak liat kamu tadi sama panji nonton, kakak duduk pas dibelakang kamu. Kakak tau tadi panji cium-cium kamu iyakan?” Adikku semakin kaget, tampak sekali raut kecemasan mulai timbul diwajahnya. “eeh, kak.. Akuu..” kata adikku dgn nada ketakutan, membuatku semakin diatas angin. “udah ayo keluar, biar bapak sama ibu yg mutusin hukuman buat kamu” Mendengar hal itu tiba-tiba Hesti bangkit, sambil memegang tanganku dia mulai menangis dan memohon kemurahan hatiku. “kak pliss jangan kak, aku takut kalo ibu sama bapak tau. Pliss kak..” “gak Hes, tadi aja kakak sebenernya udah panas banget d dalem bioskop, kalo ga ditempat rame udah kakak hajar itu Panji” “kak, maafin aku, pliss kak, aku mohon. Kalo kakak mau mending kak Rama aja yg pukul aku sekarang, tapi jangan ibu sama bapak” Yah ketakutan adikku memang bisa dimaklumi, meski orangtuaku adalah orang yg baik dan penyayang, tapi mereka benci hal yg melanggar norma, bisa saja mereka marah besar. Dulu sekali saat aku tertangkap tangan menbawa vcd porno milik temanku aku dihajar habis-habisan dgn ikat pinggang bapakku, lalu aku dgn pasrah dikurung d gudang dari siang hingga subuh. Sedang Hesti ketika SMP pernah tak langsung pulang sekolah sampai jam sembilan malam tanpa izin ibuku, begitu sampai rumah ibu langsung menjambak adikku, beliau berdalih seorang perawan tak layak keluyuan seharian. Sejak itu kami jera, adikku mungkin mengingat bapak dan ibu kalap seperti itu membuatnya takut setengah mati. “Kak pliss, aku mau ngelakuin apa aja biar kakak gak ngaduin aku sama ibu” Kata adikku sambil dia bersimpuh dilututku. Sebenarnya aku masih emosi, namun bagaimanapun Hesti juga adikku, melihatnya sampai memohon seperti itu aku jadi iba. “yaudah, untuk sekarang kakak maafin. Tapi kamu jangan ulangin lagi. Tapi kamu harus putusin cowok brengsek kayak Panji ya. Kalo kamu ga putusin, kakak sendiri yg maksa dia putusin kamu” Wajah takut adikku perlahan menghilang, dia sedikit tersenyum dalam tangisnya. “iya kak, aku janji bakal putusin dia.. Aku bener-bener minta maaf. Aku nyesel..” “pokoknya awas kalo sampe kakak tau kamu ngelakuin kaya gitu lagi. Lain kali ga ada ampun. Udah bangun” Adikku masih sesenggukan ketika dia bangkit dari simpuhnya dikakiku, lalu duduk ditepian ranjangnya. “Sekarang coba kamu jujur, selain ciuman tadi kamu udah ngapain aja sama Panji” Adikku mengusap airmatanya.. “aku malu kak, takut kalo kakak marah lagi” “kakak justru tambah marah kalo kamu gak jujur dek” kataku dgn nada sedikit meninggi. “cerita kamu udah ngapain aja!” “Tapi kakak janji jangan marah ya” Dari ketakutannya aku mengindikasikan kalau dia dan Panji sudah melakukan hal yg lebih menjijikan dari ciuman tadi. “iya kakak ga akan marah.. Kakak cuma mau yakinin kalo dia itu cowok gak bener” Tak terasa air mata menetes lagi dipipi Hesti.. “Kamu udah ngapain aja sama si Panji?! Hesti!” “hiks.. hiks.. Dia pernah minta foto tetek aku kak..” Deg!! Lagi-lagi rasa amarah membakar diriku, benar-benar kurang ajar anak itu. “terus kamu kasih?” “awalnya aku gak mau kak, tapi dia maksa.. Hiks.. Hiks.. Maaf kak aku tau aku salah, aku beneran khilaf waktu itu..” Aku yakin wajahku merah padam saat itu menahan amarah, namun sebisa mungkin aku tahan, aku masih ingin mendengar cerita Hesti. “ada lagi?” “Dia juga pernah minta aku kocokin penisnya.. Terus sekalian dia juga minta masukin penisnya ke mulutku” “terus kamu kasih?!” kataku dgn jerit tertahan. Adikku makin menunduk, tampak nyalinya semakin menciut. Air matanya masih membasahi wajahnya, sedangkan kedua tangannya sibuk memilin-milin ujung bajunya. “Sumpah kak, awalnya aku gak mau” “Kamu kasih dia kocokin? Kamu bodoh atau apa sih Hes?” “Maafkak, tapi…” Tampak dia agak ragu menceritakannya.. “Tapi apa Hes.. Ngomong sekarang” ancamku sambil memegang pundaknya.. “Tapi.. Waktu aku nolak, panji melukin aku dari belakang, terus dia… Dia.. Remes-remes tetek aku kak.. Aku jadi terangsang, lama-lama gak tau knp aku mau aja ngocokin penisnya dimulut sama ditanganku.. Hiks.. Hikss… Maaf kak.. Maaf” Entah kata-kata apalagi yg bisa kujelaskan untuk kemarahanku saat itu, namun disisi lain ada perasaan berbeda yg muncul dari dalam diriku. Mendengar cerita Hesti tadi, aku membayangkan bagaimana tubuh Hesti yg cukup ideal ini digerayangi oleh Panji. Aku membayangkan bagaimana Panji meremas-remas payudara adikku, lalu wajah adikku yg innocent itu terjebak antara menolak dan menikmati, aku membayangkan tubuhnya menggeliat menerima remasan tangan Panji, lalu lama-kelamaan Hesti pasrah karena terangsang, serta merta Panji mengeluarkan batang penisnya, dan seperti kerbau yg sudah dicolok hidungnya adikku menurut saat Panji meminta Hesti mengocoknya, membayangkan ekspresi wajah Hesti yg larut dalam birahi menimbulkan sensasi tersendiri dalam imajinasiku. Hingga akhirnya khayalanku sampai saat Hesti mulai mengulum batang penis Panji, tak terasa kini batang penisku menegang dgn sendirinya, gairahku mulai naik, rasa amarahku kini turun perlahan.
“Kak, maafin aku kak. Pliss jangan kasih tau ibu..” rengekan pelan adikku membuyarkan lamunanku. Namun mataku reflek mengarah ke buah dadanya yg sebenarnya nampak tak terlalu besar, namun dengan kemeja piyama yg cukup ketat, payudaranya menonjol menantang. Belum lagi kedua paha adikku yg tak luput dari perhatianku, bagus juga badan Hesti, pikirku saat itu. ” “Shit! Sadar Rama, dia itu adik mu, adik kandung” “tapi badannya bagus.. Lumayan lah” “tetep aja dia adik kandungmu” “tapi aku juga mau ngerasain” “Jangan Ram, tabu” “sy cuma mau megang dikit, gak lebih” Fuck, nafsuku menang. Birahiku mendengar cerita tadi menimbulkan suatu rencana busuk dalam otakku yg sepertinya ini saat sempurna untuk menggunakannya. Persetan hubungan saudara, masa Panji si bangsat itu yg puas ngenikmatin adek gue, mendingan gue. “udah itu doang?! Masih ada lagi” “ehmm… Itu doang kak..” “berapa kali badan kami digrepe-grepe sama dia?” “ehm.. Tiga kali kak” “kapan aja?” “yg baru aku ceritain itu pas kita lagi d mobil. Terus kedua waktu aku kerumahnya, yg ketiga waktu dipantai kak” “sampe telanjang?” “se.. Sekali kak waktu dirumahnya” “kamu masih perawan kan?” “masih kak..” “jangan bohong” “Sumpah demi tuhan kak, aku masih perawan, emang waktu itu kita telanjang bareng tapi panji cuma gerayangin vagina aku kok kak.. Gak sampe masukin.. Beneran kak” Shit, cerita yg lagi-lagi membuat birahiku berdesir. Gila juga si Panji ini.. “Kakak percaya kan?” Aku diam sejenak, lalu mengangguk. “yah untuk sekarang kakak percaya” Senyum sedikit merekah diantara wajah sendu Hesti. “makasih kak, makasih banyak. Aku janji langsung mutusin Panji.. Asal kakak gak ngadu ke ibu sama bapak” “iya kakak tunggu kabar kamu putus sama Panji. Tapi Hes….” “Hmm? Kenapa kak?” “Kalo kamu mau rahasia kamu terjamin, kamu harus mau ngelakuin sesuatu buat kakak” “Apa itu kak?” “Kamu harus praktekin semua yg kamu lakuin ke Panji.. Ke kakak” “maksudnya kak?” “kamu pernah kocokin punya Panji, sekarang kamu kocok punya kakak” Adikku hanya bisa ternganga terkejut, tak menyangka persyaratan yg kuberikan, air mata kembali basah Dipipinya. “Kak.. Kok syaratnya gitu” “Mau atau enggak..” “gak mau kak.. Hiks.. Hiks.. Gak mau..” “yaudah kakak tinggal bilangin ke ibu..” “jangan kak, pliss.. Apa aja aku lakuin kak asal jgn ini…” “kamu mau ngelakuin ini ke Panji, tp sekarang sok jual mahal..” “hiks.. Hikss.. ” adikku tak sanggup menjawabnya. Aku tersenyum penuh kemenangan, kini aku siap menjadi kakak berengsek buatnya. Aku perlahan duduk Disamping Hesti ditepi ranjang, tampak adikku risih dengan perlakuanku, dia mencoba menjauh. Aku menahannya dengan melingkarkan tanganku kepinggannya.. “kak. Hikzz. Hikss.. Jangan kak” “udah kamu tenang aja..” Aku juga sebenarnya diliputi takut dan grogi yg luar biasa, namun ketika nafsu sudah berkuasa akal manusia jadi tak berdaya. Aku beranikan diri mengeluarkan batang penisku yg baru setengah menegang, berharap adikku mau membuatnya on seratus persen lewat servisnya. Melihatku mengeluarkan senjataku, Hesti menutup mukanya dengan kedua tangannya, tangisnya semakin menjadi. “Kak, gak mau.. Heuu.. Heu…” Aku tak kehabisan akal, aku mencoba cara Panji, dia memancing gairah adikku. Aku perlahan mendekatkan wajahku kekepalanya, dan mulai menciumi rambutnya, dia mencoba menjauh lagi, namun tanganku masih menahan pinggangnya. Tangankupun langsung naik, meraih kedua payudaranya, dan langsung kuremas perlahan.. “kakk..! Ehmmm.. Jangan!” pekik adikku, tubuhnya terlonjak ketika tanganku tiba-tiba meremas dua bukit kembarnya, tangannya pun memegang tanganku mencoba melepaskannya, namun tenanganya lemah, mungkin lelah akibat menangis dan Bercerita yg menguras emosi tadi. Buatku sendiri ini pertama kalinya aku menyentuh payudara wanita, baru kutau betapa empuk dan kenyalnya, walau payudara Hesti tak terlalu besar, kutaksir hanya sebesar nasi di KF*C, namun tetap saja terasa menyenangkan ditanganku. “ehmm. Kak.. Jangan kak.. Udahan” rengek adikku, masih mencoba melepaskan tanganku dari dadanya, namun aku mulai merasakan nafasnya menderu, tubuhnya mulai bereaksi aneh, penisku semakin menegang, apalagi gesekan tubuh Hesti yg sesekali menyenggol penisku membuat nafsuku sampai diubun-ubun, ciumanku yg sejak tadi hanya menciumi rambutnya kini turun kelehernya.. “euuh.. Kak.. Jangan kak.. Udah.. Heu.. Heu..” kata Hesti dalam sisa tangisannya. “Kalo mau cepet mending kamu langsung kocokin penis kakak..” “Hikss.. Hikss.. Kak Rama jahat.. Heuheu” Kurasakan tubuh adikku mulai menggeliat, kendati mulutny masih sesenggukan tapi aku yakin birahinya mulai naik, terbukti tak berapa lama dia menyentuh batang penisku. Serrr! Baru kali ini penisku disentuh, darahku berdesir, ditambah lagi kini tangan adikku mulai menggenggam penuh batangnya, seketika tubuhku bergetar.. “ezzzhh!!!” lenguhku sendiri.. “yah buruan kocok dek.. Ehmm” kataku yg dikuasai nafsu ini. Adikku mulai mengocok batang penisku, sedang tanganku masih bermain pada dua payudaranya. Kini bukan hanya tubuh hesti saja yg mulai meliuk, tubuhku juga bereaksi seirama dengan kocokan Hesti yg mulai naik temponya. Gila, belajar dari mana dia, nikmat sekali rasanya, aku menduga ini karena memang jemari adikku yg lentik, sempurna untuk memuaskan hasrat lelaki. Nafas kami semakin memburu, aku masih menciumi leher Hesti, menghirup arona tubuhnya, sedangakn Hesti sendiri membuang muka kekiri, namun dari pantulan kaca aku melihat ekspresi wajahnya aneh, matanya terpejam sambil menggigit bibir bawahnya, tak tampak lagi airmatanya, pasti ini tanda bahwa dia juga sudah dilanda birahi tinggi. Kuberanikan untuk meraba vagina adikku yg masih tertutup celana basketnya, aku ingin kami saling mengocok, tangan kiriku pun turun dan mencoba masuk kedalam celananya, kali ini Hesti tak menolak, malah dia meregangkan kedua pahanya memberi ruang buat tanganku masuk dan… “eerrmmmh kakkhh..” Tubuh Hesti terlonjak hebat ketika jari tanganku mulai menyentuh bulu halus kemaluannya, kocokan tangannya semakin spartan, tak membuang waktu aku turunkan lagi tanganku hingga akhirnya tibalah dibibir vaginanya, kurasakan tembem sekali dagingnya, dan segera saja aku mulai kocokanku dengan jari tengahku memainkan klitorisnya.. “euurggh kagghh.. Ehhmm..” Racau Hesti, kini tangan kirinya yg tidak mengocok meremas tanganku yg ada d vaginannya. “ouuh kaghh.. Euuh..” mulut adikku kembali meracau, akupun meracau, kami saling mengocok kemaluan kami masing-masing. Sungguh nikmat sekali rasanya, dan kini aku bisa menyaksikan langsung ekspresi wajah adikku saat dilanda birahi, aneh memang, tapi menimbulkan sensasi tersendiri, mungkin karena dia saudara sekandung. Beberapa lama kocokanku aku merasakan ada cairan muncrat dari vaginanya, adikku mengejan hebat sambil merobohkan badannya kearahku.. “orgghh kak Rammaa.. Oruuhh.. Ouuh” Kulihat pinggangya berkedut beberapa kali tanda dia dilanda orgasme hebat. Aku sampai meringis karena penisku sempat diremasnya keras.. Tak berapa lama, Hesti mencoba mengatur nafasnya, kepalanya bersandar pada dadaku. “enak ya dek?” kataku menggoda, hesti tak menjawab. “lanjut dong kocoknya, masa kamu duluan yg keluar, kakak belom.” Langsung saja Hesti bangkit, namun kali ini dia langsung mendorong tubuhku agar berbaring diranjangnya, lalu dia naik keatas tubuhku, wajahnya didekatkan kebatang penisku dan… Langsung dia memberikan servis blowjob pada penisku, entah apa namanya ini tapi yg pasti ini rasa nikmat pertama ketika penisku masuk kedalam mulut seseorang, gilanya ini mulut adikku sendiri. Rasanya hangat, basah dan kenyal ketika lidahnya menyenggolnya. Aku mulai melenguh keenakan, kubiarkan adikku memuaskanku, kakaknya sendiri. Servisnya benar-benar luar biasa, tak hanya menjilat, dia mengemut, penisku dari ujung bahkan sesekali buah zakarku, entah belajar dari mana dia, tapi ini luarbiasa. Hingga tak berapa lama aku mencapai puncak. “dek, kakakgh.. Mau keluar” Hesti bangkit, melepaskan penisku dari mukutnya dan kini tangannya kembali mengocok penisku sampai aku merasa panas pada ujung batang penisku, dan kusemprotkan spermaku hingga membasahi perut, seprai, dan tangan adikku. “oouuh” aku mengambil nafas kenikmatanku, servis adikku sungguh luarbiasa, pantas saja si Panji ketagihan.. Kini Hesti berbaring membelakangiku, tampak dia mencoba merapikan pakaiannya yg acak-acakan. Dan lagi-lagi kudengar tangisnya lirih, menimbulkan rasa bersalahku. Ah sial, kenapa penyesalan selalu datang terlambat, kini rasa sesal itu meliputiku, apa yg sudah kuperbuat? Aku baru saja melakukan perbuatan nista ini dengan adikku sendiri. Aku bangkit dari ranjangnya, memasukan penisku lagi kedalam celanaku, lalu mencoba mendekati Hesti diujung ranjang.. “dek, maaf.. Kakak tadi salah..” Mendengar permintaan maafku tangisannya malah semakin menjadi, ah ini bukan saat yg baik untuk berbicara, aku memutuskab untuk berdiri dan meninggalkan adikku.
Kisah Taro – Cerita ini adalah mengenai pengorbanan seorang janda 1 orang anak yang ditinggal mati suaminya karena tewas akibat kecelakaan di Jalan TOl Jagorawi. Janda yang hanya tamatan SMP ini harus menghadapi kenyataan pahit kehidupan yaitu menghidupi dirinya dan anak kesayangannya tanpa ada keahlian sedikitpun.
Siang itu aku sampai dirumah dengan perasaan galau yang amat sangat, bagaimana tidak, pekerjaan yang aku lamar sebagai pemijat di salah satu Panti Pijat daerah Jakarta Timur ternyata tidak seperti yang kubayangkan. Ada kengerian menghadapi profesi sebagai pemijat yaitu kita akan berada pada posisi segaris rambut untuk mendekatkan diri pada dosa.
Berdasarkan iklan satu harian ibukota pada kolom “Lowongan Kerja,” aku membaca salah satu Panti Pijat membutuhkan 10 tenaga pemijat dengan persyaratan wanita umur 25-35 tahun, berpenampilan menarik dan bersedia bekerja shift antara pukul 09.00-23.00 (bekerja setiap hari 7 jam). Para pelamar diharapkan datang langsung untuk menyerahkan lamarannya sekaligus wawancara, begitu bunyi iklannya.
Kalau bekerja sampai malam aku tidak terlampau keberatan dan mengenai penampilanpun aku tidak merasa khawatir karena hampir semua orang yang bertemu muka dengan aku pasti akan terkesima dengan kemolekan mukaku dan putihnya kulitku.
Sering orang menggodaku dengan memanggil Cornelia Agatha.. Ahh ada-ada saja orang yang memanggilku demikian batinku. Tidak sedikit para pedagang di pasar menggodaku ketika aku belanja bahkan anak-anak muda di tempatku tinggal banyak yang mencoba mendekatiku, tapi tidak satupun aku gubris karena aku tidak suka dengan pria yang iseng, laginya kematian Mas Imron suamiku belum genap 3 bulan.
Uhh tidak enak sekali status sebagai janda jerit batinku. Kematian Mas Imron inilah yang kemudian memaksaku untuk mencari pekerjaan untuk menghidupi anakku satu-satunya yang bernama Rita. Sedangkan dari kantor suamiku tidak ada pensiun, yang ada hanya klaim kematian dari perusahaan asuransi yang besarnya hanya cukup untuk 3 bulan saja ditambah sedikit uang dari para pelayat yang datang ketika melayat.
Itulah sebabnya aku rajin meminjam koran dari tetanggaku untuk mencari lowongan pekerjaan yang bisa kiranya mencukupi kebutuhan jasmani aku dan anakku. Sampai pada akhirnya aku menemukan iklan membutuhkan tenaga pemijat. Hmm rasanya kalau cuma memijat aku bisa karena nenekku adalah salah satu pemijat yang cukup dikenal di kampung kami dan aku sering bertanya kepada nenekku tentang cara memijit yang benar.
Jam 09.00 pagi itu setelah membersihkan rumah dan masak untuk anakku yang masih sekolah kelas 3 SD takut dia sudah pulang sekolah sebelum aku tiba, aku berangkat ke Panti Pijat yang tertera dalam iklan tersebut.
Setelah berganti 2 kali Metro Mini tanpa menemui kesulitan sedikitpun sampailah aku pada sebuah Ruko 4 lantai dengan tulisan Panti Pijat “KK”.
Dengan berdebar mengingat ini kali pertama aku melamar pekerjaan, aku masuk ke dalam Ruko dan disambut dengan senyum manis 2 orang wanita sebaya denganku.
“Mau melamar yah Mbak?” tanya wanita hitam manis baju hijau muda kepadaku yang agak sedikit nervous.
“Ii.. Iya Mbak” jawabku dengan jantung berdebar.
Ahh kenapa aku jadi grogi pikirku. Toh aku niat baik dengan rencanaku yaitu mendapatkan pekerjaan.
“Silakan naik aja langsung ke lantai 4 Mbak, tangganya disebelah sana” tunjuk wanita berbaju hijau tersebut kearah pojok ruangan.
“Terima kasih Bu.. Ehh Mbak” kataku dengan senyum semanis mungkin.
“Sama-sama” kata wanita yang satunya juga dengan senyum ramahnya.
“Ehh Mbak..” panggil seorang diantara mereka..
Kaget aku menoleh kearah 2 wanita tersebut.
“Pasti Mbak diterima deh” kata wanita berkaos pink sambil memainkan matanya.
“Lho.. Koq tau Mbak?” tanyaku
“Habis Mbak cantik sih” kata mereka hampir bersamaan.
“Terima kasih” kataku dengan pipi memerah karena surprise dengan penilaian mereka terhadap diriku.
Lalu aku melangkah ke arah tangga yang ditunjuk barusan dan terus naik sampai ke lantai 4. Perlahan aku ketok pintu kaca hitam pekat lalu seorang laki-laki berkumis tabal dan berbadan tegap memakai kemeja safari tanpa senyum membukakan pintu kepadaku
“Mau melamar?” tanyanya sambil berjalan ke arah meja kerja.
“Iya” kataku dengan senyum se-relax mungkin.
“Surat lamarannya sudah lengkap? Mana?” katanya tegas.
Aku menyerahkan map yang berisi surat lamaran, ijazah SMP dan fotocopy KK serta KTP. Pria tersebut membuka dan membaca map yang kuserahkan dan membolak-balik isinya dengan cepat lalu menatap kepadaku..
“Silakan masuk ke ruang Aula.. Itu pintunya.. Gabung dengan pelamar lainnya.. Ini nomor urut.. Tunggu sampai nomor kamu dipanggil untuk diwawancara..” katanya sambil menyerahkan nomor urut kepadaku.
“Terima kasih Pak” jawabku sambil melihat nomor urut..
Wah no 38.. Tidak salah nihh banyak sekali rupanya yang melamar pikirku menduga-duga sambil membuka pintu Aula yang dimaksud Bapak tadi. Begitu aku membuka pintu ternyata benar dugaanku ternyata sudah ada puluhan wanita disana. Ada yang sedang duduk dan ada pula yang berdiri sambil mengobrol. Ahaa.. aku lihat di tengah-tengah wanita-wanita muda itu masih ada kursi yang kosong, akupun melangkah pelan sambil senyum dengan orang yang aku lewati.
“Permisi,” kataku kepada orang yang aku lewati.
Ahh nampaknya semua orang tidak bersahabat sekali denganku.. Tidak ada yang membalas senyumanku, untunglah dibawah tadi ada 2 wanita receptionist yang ramah kepadaku, kalau mereka tidak ramah, mungkin aku sudah kabur pulang kataku dalam hati sambil tertawa kecil.
Wah nambah terus nihh pelamar ketika kulihat ada sekaligus 3 orang wanita datang. Sementara itu bersamaan dengan yang datang ada pula yang keluar dari sebuah ruangan kaca tertutup. Ohh mungkin itu ruangan wawancaranya pikirku.
Cukup lama aku menunggu lebih dari 2 jam, akhirnya nomorku dipanggil oleh seorang pria keturunan India atau arab aku tidak tahu. Kembali jantungku berdebar mendengar nomorku dipanggil, pelan aku melangkah ke arahnya ke arah ruangan kaca yang tertutup tirai dan nampaknya tidak ada celah untuk mengintip itu.
“Silakan masuk” kata pria tersebut sambil memperhatikan buah dadaku yang tertutup dengan blazer batik pemberian suamiku ketika pulang dari Yogyakarta beberapa bulan sebelum kematiannya.
“Terima kasih” kataku sambil masuk ruangan dan langsung mataku menyapu ruangan sejuk didalamnya.
Nampak 1 orang pria lainnya sedang dipijit di kasur kecil oleh wanita pelamar yang sebelumnya sudah dipanggil lebih dulu dariku.
“Silakan duduk” kata pria yang tadi memanggil nomorku dan aku duduk hampir berbarengan dengan dia di sofa tunggal yang tersedia.
“Fahmi” katanya menyodorkan tangannya.
“Yunita” kataku menyambut tangannya.
Kami bersalaman. Lalu dia membuka map yang tadi aku serahkan kepada pria yang didepan tadi (mungkin bagian keamanan si bapak tadi yah?). Fahmi begitu tadi dia memperkenalkan diri membaca dengan seksama Lamaran Kerjaku sambil sesekali melirik kearahku.
“Anak kamu berapa?” tanyanya.
“Satu Pak” kataku memberanikan diri menatapnya.
“Suami kamu kerja?” tanyanya lagi.
“Sudah meninggal 3 bulan yang lalu karena kecelakaan Pak” kataku tapi mataku tidak berani menatap matanya.
Mataku hanya mengarah ke map yang ditangannya. Matanya itu loh menatap tajam kearah payudaraku yang sedikit terbuka karena aku duduk agak kedepan. Sial pikirku kenapa aku tadi pakai kaos tipis longgar begini, walaupun pakai blazer tetap saja kaos ini tidak bisa menjaga payudaraku ukuran 36 ini.
Lagi asyik mikir-mikir baju kaosku ketika itulah aku kaget sekali karena lemari buku yang disampingku tiba-tiba bergesar terbuka dan muncul seseorang agak botak berbadan tinggi besar muncul dan langsung melihatku. Wuih hebat juga lemari ini ternyata bukan sekedar lemari tetapi juga berfungsi sebagai pintu pikirku.
Aku tersenyum kepada lelaki yang baru keluar dari “lemari” tersebut, kutaksir umurnya sekitar 50 tahun dengan rambut agak tipis mendekati botak namun cukup tampan tetapi tetap keturunan timur tengah seperti Fahmi.
“Fahmi, masih banyak pelamar?” tanyanya dengan suara berat kepada fahmi tapi matanya sama saja dengan fahmi menatap tajam ke arah dadaku. Dasar laki-laki kenapa selalu payudara saja tujuan matanya.
“Masih sekitar 30 orang lagi Bang dan saya sudah perintahkan kepada Satpam untuk tidak menerima lagi hari ini para pelamar” Kata Fahmi kepada orang yang dipanggil Abang tadi.
“Ya sudah kalau begitu nona ini biar saya wawancarai dan kau panggil yang lain” katanya dengan berwibawa.
“Baik Bang” Kata Fahmi sambil menyerahkan Map lamaran aku kepada si Abang.
“Mari” kata si Abang berjalan didepanku..
Aku mengikuti dari belakang menuju ruangan yang pintunya dari lemari tersebut. Wahh tinggiku cuma seketeknya.. Dan lebar badanku cuma setengah badannya.. Aku tertawa dalam hati membandingkan tubuhku dengan tubuhnya. Kemudian si Abang tadi berbalik dan menutup pintu yang sekaligus berfungsi sebagai lemari kalau dilihat dari dari luar.
Wuihh.. Hebat sekali orang ini pikirku, ruangannya mewah sekali dengan warna dominan maroon persis seperti ruangan yang biasa digunakan orang-orang kaya di opera sabun Televisi. Dipojok dekat jendela ada springbed kecil warna pink lengkap dengan bed cover warna kuning. Indah sekali. Si Abang tadi menyuruhku duduk disampingnya pada sofa yang sangat lembut sekali dekat meja kerjanya.
“Kamu sudah pengalaman pijat?” tanyanya sambil menyapu tubuhku.
“Belum pernah Pak” kataku sambil menatap ke arah karpet berwarna-warni.
“Kalau begitu kenapa kamu melamar kalau tidak punya pengalaman pijat?” tanyanya membuat jantungku kembali berdebar-debar takut.
“Anu Pak.. Ehh.. Saya pernah belajar pijat dari nenek saya.. Beliau tukang pijat terkenal di kota Madiun kampung saya Pak” kataku mencoba meyakinkan si Abang.
“Bagaimana kalau nanti ada tamu yang badannya sebesar saya, apakah kamu mampu memijatnya?” katanya tegas tapi ada nada becanda didalam pembicaraannya.
Aku tersenyum dan kukatakan, “Saya bisa Pak dan saya kuat koq Pak”.
“Kamu tahu ndak,” lanjutnya, “Kalau disini para pemijat, saya perintahkan untuk membuka semua pakaian para tamu tanpa terkecuali pada saat akan mulai memijit.. Artinya para tamu tidak menggunakan celana dalam” katanya tegas.
“Hah?! Jadi tamunya telanjang bulat Pak” aku kaget sekali mendengar penuturannya.
Si Abang hanya mengangguk sambil tersenyum penuh arti. Langsung aku terbayang bagaimana mungkin aku memijat laki-laki yang telanjang bulat.. Yahh ampun bagaimana kemaluannya kena tanganku.. Jangan-jangan nanti aku diperkosa.. Bukankah lelaki kalau sudah ereksi harus dikeluarkan air maninya.. Paling tidak begitu kata almarhum suamiku. Tapi aku butuh uang untuk meneruskan kehidupan aku dan anakku. Bagaimana yah batinku.
“Tapi jangan takut..” kata si Abang tadi membuyarkan lamunanku.
“Disini para tamu dilarang membuat tindakan asusila.. Misalnya beginian ditempat ini” kata si Abang menunjukkan jempolnya yang disisipkan diantara telunjuk dan jari tengahnya yang berarti tanda bersetubuh.
“Tapi kalau kamu kocok kemaluannya sampai bucat nahh itu wajib dilakukan kalau tamu meminta.. Harus dilayani.. Tidak boleh ada tawar menawar harga untuk itu” katanya sambil tersenyum.
Aku kembali bergidik yahh ampun.. Bagaimana mungkin aku lakukan.. Artinya kalau aku menerima 5 tamu berarti aku memegang 5 penis.. Ohh my god pikirku.. Terasa adrenalin-ku memancar ditubuhku.. Baru aku sadar sudah lebih 3 bulan ini aku tidak pernah memikirkan penis setelah kematian suamiku. Dan hanya penis suamiku lah yang satu-satunya pernah kupegang selama hidupku.
“Bagaimana? Kamu setuju?” tanya si Abang mengagetkan aku.
“Ehh.. Saya pikir-pikir dulu Pak nanti” kataku gugup.
“Tidak bisa nanti-nanti” kata si Abang tegas katanya sambil matanya memandang payudaraku.
“Kamu harus putuskan sekarang.. Mau atau tidak dengan pola kami, kalau setuju.. Mulai besok kamu boleh langsung masuk untuk di trainning.. Kalau tidak mau atau pikir-pikir.. Atau nanti-nanti.. Atau besok-besok.. Itu sama saja artinya kamu tidak ada kesempatan lagi kerja disini” kata si Abang dengan suara keras.
Aduhh bagaimana dong.. Mulai muncul kepananikan dalam diriku.. Aku mulai tidak dapat berpikir jernih. Ohh iya aku ada ide untuk menolak pekerjaan ini tanpa menyakiti hatinya..
“Bagaimana dengan gajinya Pak?” tanyaku.
“Hmm kamu cerdas.. Itulah makanya saya suka sama kamu.. Melamar kerja memang harus tanya gaji” kata si Abang sambil menyalakan rokoknya.
“Disini beda dengan panti pijat yang lain.. Disini kamu dapat gaji tetap Rp.300.000/bulan ditambah bonus Rp. 15.000,- per tamu yang kamu handle. Jadi kalau sehari kamu dapat 3 tamu saja.. Kerja sebulan 22 hari.. Hmm..” kata si Abang sambil menarik hidungnya yang mancung sambil menghitung.
“Berarti sebulan kamu menerima paling kecil Rp.1.300.000,” lanjutnya.
“Dan itu belum tip dari tamu lho.. Para tamu disini rata-rata memberikan tip Rp. 50.000, setiap pijat.. Jadi hitung sendiri berapa penghasilan kamu?” kata si Abang sambil tersenyum.
Cepat aku menghitung.. Dahiku mengkerut.. Tip Rp.50 ribu per tamu.. Kalau ada tamu sehari 3 orang berarti aku bawa pulang tiap hari Rp. 150.000, kalau itu dikalikan 22 hari sama dengan hmm Rp.3.300.000,-.. Besar sekali batinku.. Dan ehh tunggu dulu.. Itu belum ditambah penghasilan tetap Rp. 1.300.000,-.. Berarti uang yang ku terima tiap bulan Rp.4.600.000,- Ohh aku berteriak dalam hati.
Ekspresi kegembiraanku kutunjukan dengan senyum ke si Abang.. Mau rasanya aku peluk dia. Bayangkan saja, uang segitu hampir 4 x gaji almarhum suamiku yang hanya Rp. 1.200.000,- sebagai supir kantor.
“Bagaimana?” tanya sia Abang.
“Baik Bang.. Ehh Pak” kataku cepat hampir tanpa kontrol.
Si Abang langsung membelai rambutku.. Aku mendiamkan saja karena kegembiraanku.
“Tapi.. Ada tapinya lho..” kata si Abang berbicara dekat dengan wajahku sambil terus membelai rambutku.
“Hah? Tapinya apa Pak?” tanyaku cemas..
“Kamu harus memang bisa pijat” tegas si Abang.
“Ohh pasti lah Pak.. Saya pasti akan lakukan tugas saya untuk membuat tamu senang” kataku kembali tenang.
“Anak baik.. Nahh ada persyaratan 1 lagi yang paling penting dalam test saat ini” lanjut si Abang.
“Apa Pak?” tanyaku masih heran, koq ada lagi..
“Kamu harus bisa membuktikan sekarang juga kalau kamu memang bisa pijat.. Sama dengan yang dilakukan teman kamu diluar tadi.. Kamu lihat toh?!” siabang menarik rokoknya sambil melihat ke arah enternit.
“Boleh Pak.. Ehh.. Jadi yang saya pijat Pak Fahmi.. Yang diluar tadi Pak?” tanyaku.
“Bukann.. Tidak dengan siapa-siapa.. Tapi dengan saya.. Disini” katanya tegas.
“Ohh.. Baik Pak.. Saya siap” lanjutku sambil tersenyum.
“Ok.. Ayo kita ke tempat tidur” katanya sambil menarik tanganku dan berjalan ke arah springbed warna pink dekat jendela.
Lalu dia menyerahkan sebuah botol.
“Ini creamnya” aku menerima botol tersebut dari si Abang.
“Anggap saja aku tamu kamu yah Nita” kata si Abang sambil membuka baju dan kaos oblongnya.
Aku mengangguk setuju.
Wuih.. Takjub sekali aku melihat badan si Abang yang masih terlihat otot-otot baik di dada maupun di perutnya dengan dihiasi bulu disekitar dada menyambung sampai ke pusar. Walaupun usianya pasti mendekati 50 pikirku. Si Abang tersenyum kearahku melihat caraku memandang tubuhnya.. Aku jadi malu, kutundukkan mukaku.
Lalu masih dengan memakai celana panjang, siabang langsung tidur telungkup di tempat tidur. Aku termangu sekejap tidak tahu apa yang harus dilakukan.
“Ayo.. Pijat cepat,” kata si Abang sambil menarik tanganku untuk dibimbing ke pundaknya.
Aku pijat pundaknya.. Keras sekali..
“Apakah ada yang salah dengan pelayanan kamu sebagai pemijat di tempat ini?” tanya si Abang.
“Apa.. Apa ada yang salah Pak?” aku bertanya tidak mengerti.
“Tadi kan sudah saya terangkan kalau ditempat ini tidak boleh ada tamu yang mengenakan pakaian apapun termasuk celana dalam.. Kamu lupa?”
Dhuarr.. Jantungku mau copot rasanya mendengar pertanyaan si Abang..
“Ehh.. Apa perlu sekarang Pak?” tanyaku dengan muka yang merah, untung si Abang tidak melihat perubahan mukaku.
“Tadi kan saya bilang juga.. Anggap saja saya tamu kamu?” si Abang mulai terlihat nada tidak senang.
“Cepat katakan ke tamu kamu” lanjut si Abang..
Aku tidak dapat menyembunyikan rasa kikuk ku..
“Pak.. Ehh.. Anu.. Celananya dibuka yah Pak” kataku dengan suara bergetar.
“Buka aja sendiri” kata si Abang sambil membalikan badannya dan memandang ke arahku.
Aku terdiam sesaat.. Ragu.. Si Abang dengan cepat menarik tanganku supaya aku lebih mendekat dan menuntun tanganku ke ikat pinggangnya..
“Cepat buka” perintahnya.
Aduhh kalau tidak membayangkan uang yang akan aku peroleh dari pekerjaan ini, pasti aku sudah kabur dari tempat ini. Dengan gemetar aku buka ikat pinggangnya dan selanjutnya kancing celana dan terakhir retsluitng celana si Abang.
“Ayo.. Tarik celana ku” kata si Abang.
Pelan aku tarik celana panjang si Abang sambil melirik ke muka si Abang. Pinggul Si Abang diangkat lalu kakinya juga diangkat hingga dengkulnya menyentuh perutnya tapi mukanya tidak menunjukan ekspresi apapun. Tanganku terus menurunkan celana panjang tersebut tapi mataku tidak berani kemana-mana.. Hanya memandang dengkulnya yang nyaris menyentuh wajahku..
Si Abang menurunkan kakinya yang tadi dengkulnya menyentuh perut.. Denngg.. Ya ampun.. Terpampanglah penis yang begitu gemuk dan kepalanya yang sebesar kepalan anak bayi. Bagaimana mungkin ada penis sebesar itu pikirku dengan rasa takjub yang tidak terhingga sehingga tidak sadar aku memelototi penis si Abang, rupanya si Abang tidak mengenakan celana dalam lagi.
3 detik berlalu aku dilanda rasa terkejut dan takjub dengan pemandangan yang hanya berjarak kurang dari sejengkal.. Tiba-tiba.. tanganku diraih oleh Abang dan langsung di tuntun memegang penisnya.. Adduhh.. Jantungku rasanya mau meledak dengan sirkulasi darah yang begitu cepat.. Penis itu sudah dalam genggamanku.. Hangat dan berdenyut penis tersebut dalam genggamanku.
Wow.. Wow.. Wow.. Sudah kupegang tapi kepala dan leher penis ada di luar genggamanku.. Luar biasa sekali besarnya. Tidak sadar tanganku meremas dan memaju mundurkan penis tersebut, gemas sekali melihat ada penis begitu besar mungkin lebih 2 x dari penis Mas Imron almarhum suamiku.
“Bagus Nita.. Iya begitu” kata si Abang yang sampai aku remas penisnya tapi aku belum tahu namanya.
Dengan gemas kupercepat kocokan di tanganku dan seiring dengan kocokan itu maka penis tersebut menjadi makin gemuk dan makin panjang. Urat-uratnya menonjol semua.. Besar-besar. Si Abang menghentikan kocokanku dan memencet botol yang berisi cairan seperti baby oil ke telapak tanganku, lalu aku kembali mengocok kembali penis tersebut.
Dibawah sana, celana dalamku sudah terasa basah sekali mengeluarkan cairan pelumas yang biasanya dimaksudkan untuk menyambut serangan penis.
3 bulan lebih sudah aku tidak mendapat sentuhan lelaki dan kini rasanya aku sangat butuh sekali penis. Digenggamanku sudah ada penis tapi bagaimana aku memintanya? Baru saja aku selesai berpikir demikian, seperti membaca pikiranku, tangan si Abang tiba-tiba meraih pahaku untuk ditarik mendekat kearah kepalanya.
Tidak ada perlawanan dari kakiku.. Aku dekatkan pinggulku kearah kepalanya tapi dengan posisi aku tetap berdiri. Perlahan tapi pasti, tangan si Abang kini menyelusup ke dalam rok ku dan berhenti di selangkanganku. Salah satu jarinya menerobos masuk melalui celana dalam ku..
“Auhh” teriakku menghentikan kocokanku karena jari si Abang langsung menyentuh dan menekan clitoris ku sambil diputar-putar.
“Ohh..” aku mengerang sambil menengadahkan mukaku menikmati rasa nikmat yang luar biasa menyerbuku.
Menengadah aku sambil memejamkan mata merasakan gejolak yang rasanya luar biasa ini dan rasanya ini tidak dapat dihentikan lagi. Tidak sadar, sangking merasakan nikmat, aku pun jatuh seperti tidak ada tenaga.
Si Abang cepat bangkit meraih tubuhku dan menidurkan pada spring bed-nya, walaupun demikian aku masih sadar kalau kakiku juntai berada diluar spring bed. Lalu si Abang mengangkat kedua kakiku mengangkat rok dan menurunkan celana dalamku.. Ohh aku sudah tidak bisa mundur lagi sekarang..
Tapi urat sadar dan urat malu ku masih berfungsi walaupun kecil sekali kadarnya..
“Bang.. Ehh Pak.. Jangan Pak.. Saya belum pernah begini selain dengan suamiku” kataku dengan suara pelan.
“Apa?” tanya Abang seperti tidak mendengar dan langsung terasa bibirnya ada di paha atas ku.
“Ohh” aku mengerang nikmat tidak jadi memprotes malah menikmati bibir yang menarik-narik lembut kulit pahaku.
Dan pada akhirnya kurasakan sesuatu yang hangat dan lembut menyentuh clitorisku dan menariknya keluar dengan lembut. Aku penasaran sekali dengan apa yang diperbuat si Abang.. Ya ampunn terlihat mulut si Abang dengan rakusnya menarik-narik daging yang disekitar vaginaku..
Ampunn nikmattnyaa.. Kembali kepalaku roboh seperti tidak bertanaga merasakan kekuatan strom yang begitu hebat.
“Ohh.. Bangg.. Kenapa bisa nikmat begini..” aku mendesis seperti tidak percaya dengan keadaan ini.
Sejujurnya suamiku dulu, tidak pernah melakukan hal ini kepadaku sebelumnya. Jadi vaginaku dijilat sungguh-sungguh pengalaman yang baru bagiku.. Dan lahar itupun tidak dapat dibendung.. Tubuh kaku terasa pucat dan gelap semuanya ketika kurasakan cairan vaginaku deras menerjang.
“Ohh..” aku merintih sambil keluar air mata.
Crott.. Crott .. Crott.. Aku orgasme.. Ya ampun.. Kenapa aku orgasme begini hebatnya batinku. Tidak sadar beberapa detik, akhirnya aku bisa melihat cahaya lagi.. Pelan kepalaku mencari si Abang.. Ohh rupanya dia masih menjilati cairan vagina dengan rakusnya.. Ohh lidah itu.. Kenapa masuk kedalamm.. Uhh kembali aku dilanda ketegangan baru.
Lidah itu kenapa kasar sekali bagaikan amplas menjilati setiap relung kehormatanku ini.. Astaga nikmatnya tak dapat dikatakan dengan kata-kata apapun. Namun aku kecewa ketika kulihat Abang berdiri. Apakah ini akan berakhir?
Tapi.. Tidak.. Ohh ternyata Abang menarik pinggulku sehingga badanku ikut tertarik ke arahnya.. Astaga.. Apakah ini akan terjadi batinku.. Apakah persetubuhan ini akan terjadi.. Aku menduga sambil berharap. Kedua kakiku diangkat oleh si Abang sampai dengkulku menyentuh perutku. Terpampanglah sudah kehormatanku.. Berhadapan langsung dengan penis si Abang yang tegang dengan angkuhnya.
Dan..
Deekk.. Terasa kepala penis si Abang sudah bertemu bersentuhan dengan pintu vaginaku.. Keras sekali penisnya terasa. Ohh.. Nikmatnya.. Aku terpejam dan berusaha keras tidak bersuara.. Aku malu. Aku tidak mau memprotes dan juga tidak mengiyakan apa yang telah si Abang lakukan ini kepadaku. Aku ingin kejadian ini berjalan saja menurut putaran detik. Aku sudah siap dan sangat ingin melakukan persetubuhan ini. Rasanya aku sekarang sedang melaksanakan takdirku.
Pelan sekali tapi pasti kurasakan penis Abang menyeruak masuk.. Uhh besar sekali terasa kepalanya masuk.. Keras sekali bagaikan baja yang lembut. Si Abang berhenti sebentar, bibirnya terasa menyentuh bibirku.. Aku membalas ciuman Abang.. Kusedot pelan bibir atasnya sambil lidahku bermain disana.. Ahh nikmat sekali
Kurasakan kepala penis Abang di tarik sedikit.. Lalu di dorong kembali kedalam.. Uhh rasanya lebih dalam dari sebelumnya. Ada 6-7 kali penis Abang keluar masuk tapi hanya disekitar kepala dan leher penisnya saja.. Lalu ciuman Abang pindah ketelingaku.. Aku semakin terangsang..
Tak sadar pinggulku pun kutekan keatas dan bersamaan dengan itu penis si Abang masuk secara pelan namun terus.. Terus.. Dan terus.. Menembus kedalam dan kurasakan mentok lalu berhenti.. Baru lah disitu aku rasakan penuh sekali vaginaku.. Terasa ingin meledak tapi nikmatt sekali.
“Ohh bangg..” mataku sayu memandang Abang yang sudah dalam posisi mukanya hanya berjarak 15 cm dari wajahku..
Tanganku mengusap pipinya.. Terasa pinggul Abang ingin menekan terus tapi yah memang sudah mentok. Berdenyut-denyut bergantian kelamin kami didalam sana. Seakan-akan sedang berkenalan dan bertutur siapa. Aneh batinku.. Kenapa aku tidak merasakan sakit sedikitpun saat penis raksasa itu masuk kedalam vaginaku.
Luar biasa orang ini pikirku.. Pasti dia sudah berpengalaman sekali dengan wanita. Pendek saja si Abang mengangkat pinggulnya dan menekan kembali sudah membuat aku hanyut pada sesuatu yang entah apa namanya. Lalu tiba-tiba..
Si Abang berdiri.. Uhh.. Otomatis penisnya terangkat menghantam langit-langit vaginaku.. Nikmat sekalii.. Sedetik kemudian si Abang cepat menarik seluruh penisnya sehingga bisa kulihat mengkilat terkena cairanku lalu di hantam ke dalam lagi.. Keras sekali penisnya terasa.. Cepat ditarik kembali..
Dengan pandangan yang sayu, aku dapat melihat muka si Abang seperti entah dendam.. Entah gemas dia terus memacu pinggulnya dengan cepat. Tidak terasa dan tidak pernah dalam sejarah persetubuhan dalam hidupku aku mengerang keenakan diiringi kayuhan cepat pinggul Abang keluar masuk sambil tangannya memaju mundurkan pinggulku..
Dan.. Luarr biasaa.. Crett.. Crett.. Croott.. Aku kembali dilanda orgasme ke dua kalinya..
Kembali dunia gelap, tak terdengar apapun rasanya.. Yang ada hanya kenikmatan yang bergulung-gulung rasanya menerpaku.. Tapi aku masih terasa kalau tubuhku masih di maju mundurkan oleh tangan Abang dan penisnya keras masih maju mundur.. Kesadaranku hampir pulih.. Ketika kulihat Abang masih berkeringat menggenjot penisnya pada lubang surgaku.. Dan..
“Ahh..” si Abang teriak dengan kencangnya..
Sedetik kemudian kurasakan.. Crott.. Croott.. Crott.. Crott.. 4 kali tembakan keras dan panas dapat kurasakan menghantam rahimku.. Ohh.. Nikmatnya persetubuhan ini batinku.. Kuarasakan Abang yang berbadan demikian besarnya terjerembab jatuh ke dadaku. Memelukku yang masih berpakaian atas lengkap tapi sudah basah dengan keringat dan kini makin basah menyapu keringat dari badan si Abang.
“Nita..” kata Abang setelah ada setengah menit memeluk aku..
“Kamu luar biasa.. Memekmu tidak ada duanya”
Kaget juga aku dia mengucapkan milikku dengan vulgarnya.. Hehehe tapi nggak papa.. Tohh penisnya masih berada dalam memekku.. Ehh vaginaku.. Koq aku jadi ikut ngomong yang jorok.. Aku tersenyum.
“Maaf Bang, aku mau ke kamar mandi”
Aku kembali tidak menanggapi omongan Abang paling tidak harga diriku tidak runtuh total pikirku.
“Ohh iya.. Itu kamar mandinya..” kata Abang sambil menarik penisnya dari vaginaku dan berdiri.
Aku bangkit dan duduk, kulihat penisnya Abang masih meneteskan cairan kami berdua. Luar biasa penis itu. Walaupun sudah tertidur tapi sangat panjang dan gemuk jatuh kebawah dan meneteskan cairan.
Setelah membersihkan diri akupun dipersilakan pulang untuk kembali ikut trainning keesokan harinya. Tak lupa si Abang menyerahkan amplop dan menyalamkannya pada tanganku.
“Untuk anakmu” katanya.
Dan ketika kubuka di rumah ternyata amplop tersebut berisi uang sebanyak satu juta Rupiah. Ohh aku menjadi perempuan pelampiasan nafsu. Diperkosa dikasih duit pula.
Begitulah Yoga, sahabatku. Aku dan Yoga di bagian IT sedangkan istrinya Azni di bagian keuangan. Aku dan Yoga jadi teman baik sejak proses penerimaan karyawan di perusahaan ini, sebab aku dan Yoga satu angkatan.
Sedangkan Azni beda 1 tahun dibawahku. Ada sesuatu tentang Azni yang selalu mengganggu tidurku semenjak aku bertemu dengan dia. Saat aku diperkenalkan ke Azni oleh Yoga, aku merasa ada suatu getaran aneh.
Rasanya seperti bertemu dengan seseorang yang sudah sangat aku kenal. Aku rasa Azni pun merasa demikian, sebab saat aku menjabat tangannya, aku dan dia sama-sama terdiam sesaat saling memandang dengan penuh arti.
Setelah beberapa saat aku melepas jabatan tangan tadi dengan berat hati, sebenarnya sih aku masih mau megang, tapi gak enak sama Yoga, terlihat Azni pun agak berat melepas jabatan tanganku. Sejak saat itu ada hubungan aneh antara aku, Yoga dan Azni.
Didepan Yoga, aku dan Azni berlaku biasa saja, seperti layaknya kenalan biasa. Tapi disaat aku bertemu dengan Azni berdua secara tak sengaja disela-sela jam kantor, kami berdua jadi akrab sekali. Tak bisa aku lupakan senyumnya yang selalu terkembang saat bertemu aku, dan antusiasmenya menanggapi obrolan denganku.
Bahkan kadang-kadang Azni berlaku agak manja menanggapi candaanku. Aku yakin sekali Azni merasa kalau aku sangat suka padanya, dan akupun merasa Azni memiliki perasaan yang sama denganku.
Tapi ya apa daya, Azni kan sudah jadi miliki Yoga, sahabatku. Akhirnya aku cuma bisa memendam rasa suka yang aku akui sangat salah. Tapi aku agak kasihan juga sih sama Yoga, terlihat kadang-kadang Azni memaksa Yoga “berubah” mengikuti gayaku.
Memang sih Yoga agak ketingalan jaman, jelas beda sama aku yang masih bujangan. Tapi semua jadi berubah sejak jumat kemarin.
Hari jumat itu Yoga tidak masuk kantor, aku tidak tau kenapa. Sorenya saat jam pulang kantor, turun hujan yang sangat lebat. Aku memang agak terlambat pulang seperti biasa, saat sampai ke lobi, aku melihat Azni sedang duduk menunggu hujan reda.
“Hai Az, nunggu hujan berhenti ?” tanyaku.
“Iya, lebat banget. Mana gak bawa mobil lagi” jawab Azni.
“Yoga kemana ?”
“Oh dia hari ini izin, ke jakarta sampe hari minggu. Ada keperluan sama keluarganya”
“Kok kamu gak ikut ?”
“Males” jawab dia singkat sambil tersenyum nakal.
Akupun ikutan tersenyum. Dasar… “Ya udah bareng aku aja ya, aku anterin pulang”
“Mau sih, tapi sebenernya aku mau ke BIP dulu. Ada yang mau aku beli” kata Azni dengan tatapan agak memelas.
“Ya udah aku anterin juga”
“Bener nih mau nganterin ?” tanya Azni dengan tatapan menyelidik.
“Ah kayak sama siapa aja” kataku sambil menarik tangannya agar mengikutiku. He..he..he.. kalau enggak ada Yoga kadang-kadang aku jadi lupa diri, padahal kalau ada temen yang perhatiin tingkah polah kami berdua bisa gawat kalo beritanya sampe ke telinga Yoga.
Akhirnya aku mengantar Azni ke BIP. Ternyata dia cari buku yang kata temennya bagus. Sepanjang perjalanan aku dan Azni sangat akrab.
Mungkin kalau diperhatikan seperti sepasang kekasih yang sudah lama tidak pertemu. Maklum biasanya kan ada Yoga, jadi harus jaga sikap. Kadang-kadang tanpa sadar tanganku sudah menggandeng tangannya.
Biasanya setelah beberapa saat kami berdua sama-sama tersadar dan melepas gandengan sambil saling tersenyum. Apalagi setelah membeli buku Azni mengajakku melihat-lihat barang di toko-toko lain. Hmm.. rasanya jadi kayak ABG lagi pacaran.
Setelah puas jalan-jalan aku mengajak Azni untuk ngobrol di starbuck yang ada di depan BIP. Aku dan Azni mengobrol dan bercanda tidak ada henti. Jujur saat itu aku sudah lupa kalau Azni sudah menjadi istri sahabatku sendiri.
Aku lebih merasa Azni adalah kekasihku yang sudah lama tidak bertemu. Setelah 1 jam mengobrol akhirnya aku mengajak Azni untuk pulang. Waktu itu aku parkir di basement agak diujung. Sampai di mobil setelah menghidupkan mesin dan AC, aku memandang Azni yang duduk disebelahku.
Tanpa sadar tanganku membelai rambutnya dan berkata. “Az kamu cantik banget…”. Azni cuma tersenyum lebar memandangku. Azni memang wanita yang sangat cantik. Kulitnya putih mulus, rambut lurusnya hitam legam sangat terawat, bibir tipis berwarna merah muda walau tanpa lipstik.. hmmm jujur aku sering menghayal untuk mengecup bibir imut itu.
Badannya sangat seksi dengan lekuk-lekuk menyerupai gitar, ditambah pantat agak tonggeng dan payudara 34B, walaupun tidak besar tapi membuat keseluruhan tubuh Azni sangat proposional, tidak kalah dengan model-model yang biasa muncul di majalah pria dewasa.
Sering aku merasa sangat cemburu kalau membayangkan Yoga menggumuli tubuh montok ini. Kemudian tanpa sadar aku mengecup keningnya. Azni tersenyum makin lebar. Merasa Azni sangat welcome terhadapku, kemudian aku mengecup bibir Azni.
Azni secara otomatis menutup matanya, menikmati datangnya bibirku di bibirnya. Gila, rasanya dasyat, mungkin karena aku sudah membayangkan mengecup bibir mungil itu sejak lama. Awalnya aku cuma mengecup kecil bibir Azni, tapi kemudian aku mulai mengemut bibir bawah Azni.
Azni pun membalas dengan mengemut bibir atasku. Sungguh aku dan Azni sudah tidak memperhatikan kalau bisa saja ada orang yang tiba-tiba lewat dekat mobil kami. Sambil mencium Azni dengan ganas, Tanganku mulai aktif mengelus-elus tubuh Azni.
Dimulai dari punggung kemudian turun kepinggang dan paha Azni. Tangan Azni pun mulai aktif mengelus-elus tubuhku. Tapi saat tanganku menyentuh sisi payudaranya, tangan Azni menekan tanganku untuk meremas payudaranya lebih kencang.
Otomatis akupun mulai meremas payudara Azni dari luar. Azni mulai melenguh menikmati remasan tanganku di payudaranya. Aku mulai melepas kanAzg blouse Azni satu persatu. Setelah empat kanAzg atas Azni terbuka aku mulai meremas payudara Azni di branya.
Tapi karena tidak puas, aku mengangkat bra tersebut dan mulai meremas langsung payudara Azni. Sesekali aku memutar-mutar puting susu Azni yang agak besar tersebut. Azni melenguh makin keras. Bahkan kadang-kadang ciumannya terlepas karena Azni tak mampu menahan nikmatnya remasan tanganku dipayudaranya.
Tangan Aznipun mulai berani mengelus-elus penisku dari luar. Merasa posisiku agak kurang nyaman aku nekat menurunkan posisi tempat duduk Azni menjadi rata sehingga tubuh Azni terlentang dan pidah ke sisi tempat Azni duduk.
Setelah pindah aku menindih tubuh Azni dan meneruskan ciumanku. Setelah beberapa lama aku turunkan ciumanku ke pentil payudaranya. Azni melenguh keras saat aku mengemut pentil besarnya bergantian kiri dan kanan.
Tiba-tiba Azni membuka pahanya sehingga tubuhku bisa tepat diantara selangkangannya. Terasa penisku tepat berada diatas vaginanya. Terasa Azni mulai menggerak-gerakkan pinggulnya sehinga penisku dan vaginanya saling bergesekan walaupun masih dihalangin celana panjangku dan CDnya.
Birahiku pun memuncak dan ikut mengerak-gerakkan pinggulku, menyebabkan gesekan antara vaginanya dan penisku makin hebat.
“Az, cari tempat yang lebih enak yuk” ajakku dengan nafas sedikit ngos-ngosan.
“Boleh, tapi dimana ?” tanya Azni dengan muka merah karena birahi.
“Kita buka kamar hotel aja” jawabku
Ayo..” kata Azni pasrah.
Aku segera bangkit dan membereskan pakaianku. Begitu juga Azni yang payudaranya sudah terbuka lebar akibat perbuatanku. Aku segera mengarahkan mobilku kearah lembang mencari hotel yang enak.
Setelah menentukan pilihan aku memesan kamar. Petugas hotel mempersilakkan kami masuk ke kamar walau dengan wajah sedikit curiga. Terang aja curiga, soalnya kami datang untuk menginap dengan pakaian kantor dan tanpa tas yang mungkin menyimpan pakaian layaknya orang menginap dihotel.
Sampai dikamar aku segera mengunci pintu, sedangkan Azni masuk sebentar ke kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi, aku memeluk Azni dari belakang saat dia melepas aksesoris yang menempel ditubuhnya.
“Az, kamu pasti sudah tau dari dulu kalau aku sayang banget sama kamu” bisikku di telinganya.
“Aku tau kok mas” jawabnya “Aku juga sayang banget sama kamu.
Gak tau kenapa” Lanjut Azni.
Aku membalikkan tubuh Azni sehingga menghadapku. Kemudian aku memeluknya dengan erat. Azni pun terasa sangat erat memelukku. Aku melepas pelukkanku dan mulai mencium bibirnya lagi. Azni membalas ciumanku dengan ganas.
Merasa kurang nyaman berciuman sambil berdiri aku mengangkat tubuh Azni dan merebahkannya di tempat tidur. Akupun menindih tubuh Azni dan meneruskan ciumanku. Satu persatu aku melepas kanAzg Azni hingga lepas.
Kemudian aku melepaskan baju dan branya. Azni membantuku untuk melepaskan baju dan bra dari tubuhnya. Setelah terlepas, aku mengarakan ciumanku ke payudaranya. Bergantian aku mengemut dan memutar-mutar pentil payudaranya.
Sesekali aku remas perlahan sampai agak keras. Azni hanya bisa melenguh pasrah saat aku aktif berkerja merangsang payudaranya. Tangan Azni mulai melepaskan kanAzg kemejaku satu persatu. Akhirnya aku lepas saja kemejaku sehingga aku dan Azni sama-sama bertelanjang dada.
Aku meneruskan ciumanku di payudaranya sambil sesekali meremas-remas pantatnya yang bahenol. Tidak puas-puas aku meremas-remas pantat itu. Akhirnya aku membuka kanAzg roknya dan menurunkan rok dan Azni hingga dia telanjang bulat.
Selesai menurunkan rok Azni akupun membuka celanaku hingga akupun telanjang bulat seperti Azni. Setelah itu aku mencoba membuka paha Azni dan berusaha mencium vaginanya. “Ah.. mau ngapain” tolak Azni saat aku mencoba mencium vaginanya.
Sepertinya Azni belum pernah menerima perlakuan seperti itu sebelumnya.
“Tenang sayang, percaya deh sama aku” jawabku menenangkan Azni.
Aku berusaha membuka pahanya lagi. Walaupun awalnya Azni agak menolak tapi kemudian Azni pasrah mengikuti kemauanku.
Kemudian aku mulai mencium vagina Azni. Tubuhnya sempat terlonjak sesaat. Azni benar-benar kaget terhadap hal yang baru kali ini dialaminya itu.
Tapi kemudian Azni terbiasa, bahkan melenguh setengah teriak saat aku mulai menjilati klitorisnya.
“Ah…ahh..ahh.. aduh mas enak banget” erang Azni saat aku gencar menjilati klitorisnya.
“AKHHH..” teriak Azni tertahan saat aku menghisap klitorisnya yang tidak terlalu besar itu. Tangan Azni makin menekan kepalaku untuk terus menghisap dan menjilati klitorisnya.
“Akh.. mas enak banget mas…” lenguh Azni terus menerus.
Sesaat kemudian tangan Azni menarik tubuhku keatas. Aku tahu Azni sudah tidak tahan agar vaginanya cepat dicoblos oleh penisku. Aku menyejajarkan tubuhku diatas tubuh Azni dan mulai mengarahkan penisku ke vaginanya.
Karena tidak sabar Azni ikut menarik penisku ke arah vaginanya. Saat penisku menyentuh gerbang vaginanya, terasa sudah sangat basah disana. Azni sudah benar-benar sangat terangsang. Aku dorong penisku perlahan.
Vaginanya terasa masih peret. Ya walaupun sudah tidak perawan karena sudah menikah, tapi Azni masih dalam hitungan pengantin baru, diapun belum pernah punya anak, sehingga vaginanya masih terasa kuat mencengkram penisku.
Aku mulai memaju mundurkan penisku, menimbulkan gesekan-gesekan nikmat antara penisku dengan vaginanya. Aku mulai makin gencar menusukkan penisku ke vaginanya. Azni hanya melenguh pasrah sambil menutup matanya menikmati penisku mengobok-obok vaginanya.
“Terus mas, terus. Gagahi aku mas, aku sudah nunggu dari dulu” ceracau Azni menikmati tusukan penisku di vaginanya.
Kemudian aku mengangkat kedua kaki Azni kepundakku. Kemudian aku meneruskan tusukanku. Dengan posisi ini aku lebih mudah mengatur irama tusukanku. Kadang-kadang aku tusuk perlahan, tapi kemudian tiba aku tusuk dengan cepat.
Kadang-kadang lurus, tapi kemudian aku tusuk sisi-sisi vagina yang bisa terjangkau. Azni cuma bisa berteriak-teriak keenakan.
“Gila.. gila, lagi mas…lagi mas..” lenguhnya keenakan.
Kemudian aku bangunkan tubuh Azni dan merubah posisi sehingga Azni ada diatas sedang aku terlentang. Mengerti posisi yang aku inginkan Azni langsung menggerakkan pinggulnya dengan liar sambil tangannya bertumpu pada dadaku.
Tanganku yang bebas meremas-remas payudaranya, menambahkan sensasi but Azni.
“Akh…Akh…Akh…” Azni berteriak agak melengking menikmati gesekan nikmat di kemaluannya. Tiba-tiba tubuh Azni bergetar, Azni telah mencapai puncak orgasmenya.
Tubuhnya kemudian jatuh ketubuhku. Aku yang belum sampai membalik tubuh Azni sehingga tubuh Azni dibawah sedang aku diatas.
“Sebentar ya sayang, aku juga dah dikit lagi” kataku ke Azni yang masih menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“Iya mas, terusin aja, masih enak kok” kata Azni. AKu mulai goyangan dan tusukan penisku ke vaginanya. Azni masih melayani dengan menggerak-gerakkan pinggulnya walau tidak sehebat sebelumnya.
“Az aku mau keluar nih” kataku. Azni memelukku erat, Aku mengerti, akupun ingin sekali menumpahkan spermaku ke vagina Azni.
Cret..cret..cret sampai 6 kali aku memuntahkan spermaku ke vagina Azni. Azni yang merasa sperma hangat sudah mengalir divaginanya perlahan mengendurkan pelukannya. Akupun bergeser untuk berbaring disebelah Azni.
Kemudian aku dan Azni pun tertidur kelelahan. Entah berapa lama aku tertidur. Aku terbangun ketika merasa Azni berbaring diatas dadaku sambil mengelus tubuhku.
Akupun mengelus rambutnya yang bagus.
“Mas..” kata Azni. “Ya sayang” jawabku.
“Maaf ya pas kita ketemu aku dah nikah…” kata Azni.
“Trus mas,” lanjut Azni “mas bisa cari cara supaya kita bisa bersama selamanya ?” kata Azni lagi.
“Iya sayang, pasti aku cari carnya” jawabku sambil mengelus rambutnya, walau dalam hati merasa sangsi apakah ada cara itu.,,,,,,,
Kisah Taro – Halo suhu, jadi gue mau ceritain pengalaman nyeleneh gue pas gue gue berusia 21 tahun, usia yang lagi matang matangnya sama penasaran terutama tentang dunia seks.
Sebelum gue melanjutkan, izinkan gue bercerita sedikit tentang diri gue dan keluarga gue . Nama samamran gue biasa dipanggim Ben. Saat itu gue tinggal di daerah Bogor. Ayah dan Ibu gue bisa dibilang orang yang sibuk banget sampe gue sering ditinggal sendiri dirumah.
Alhasil bokap nyokap gue menyewalah seorang pembokat, awalnya gue gamau karena gue ngerasa ga nyaman kalau ada orang lain tinggal dirumah (you know lah, gue jadi ga bisa nonton bokep di layar tv yang gede sambal coli, hahaha). Tetapi emang mereka tau banget kalau gue bakalan jarang makan sama mandi kalau ga ada yang ngurusin.
Terpilihlah seorang pembokat, sebenernya sih ini masih kenalannya nyokap gue di kampung halamannya. Sebut aja namanya Uwi, umurnya sekitar 35 tahunan. Mbak uwi ini adalah seorang janda yang belum punya anak, nah doi mau bantu jadi pembokat karena sambal nabung uang buat bokap nyokapnya di kampung.
Mbak Uwi ini mempunyai perawakan agak kecil sekitar 155 cm, body nya lumayan sekel dan padat untuk wanita usia segitu yang biasanya udah agak kendor sana sini kalau kagak olahraga.
Mbak Uwi ini waktu dateng pertama kali pake kaos import ala ala dengan motif strip item putih yang kalau gue bilang agak kekecilan, karena toketnya jadi keliatan agak nyembul, pake kutek item, trus celana garis garis pendek trus bawa gembolan tas kayak abis mudick.
Banyaklah temen temen bejad gue yang tau ada pembokat dirumah, terus teman gue telah ngasih ajaran sesat untuk liat si mbak uwi ini telanjang. Itu temen temen bejad gue sampe ngasih tau caranya gimana, ada yang bilang telanjang aja lu depan doi, ngintip doi lagi mandi,sampe ngasih obat biar si mbak uwi ini sange. Mereka bilang pasti pengalaman paling erotis lu deh itu, disamping ngewe sama cewek lu. Kuncinya adalah keberanian, gue langsung bilang aja, goblog lu.
Ya emang kadang gue penasaran sih pengen nyobain aksi bejad itu, bukan karena gue ga puas sama cewek gue. Cuma ya namanya juga anak muda jadi penasaran aja, apalagi kalau abis nonton bokep ngewe sama Maid.
Sekali gue emang pernag hamper ngeliat doi telanjang, mungkin itu ga sengaja kali ya. Waktu itu emang lagi hujan gede banget, nah si mbak uwi ini hujan-hujannya ngangkat jemuran sampe banyak kuyup. Pas lagi doi beresin cucian masukin ke ember, nah doi nungging tuh, gue perhatiin, kok ada yang ada aneh ya, karena doi emang suka pake celana ketat banget, biasanya kan kalau basah ada tuh nyeplak (jiplak) celana dalem tapi ini kaga, kayak bulet aja gitu.
Akhirnya gue perhatiin lagi dah tuh dari depan, sambal gue pura pura bantuin doi. Pas gue liat ke bagian memeknya, duaaaar, kaget gue ternyata belahan memeknya keliatan boi, doi ternyata kaga pake cd. Gue agak ngaceng tuh pas itu, Cuma gue tahan sambal ngobrol ngarol ngidul sama doi.
Emang bener bisikan temen temen bejad gue jadi ngaruh ke gue ngeliat si mbak uwi. Kadang kadang kalau abis nyuci sama jemur baju, doi suka ngejemur di halaman belakang rumah, tepat di bawah jendela kamar gue. Gue menghabiskan banyak waktu menatap Mbak Uwi dari atas, melihat semua dari kepala sama kaki , bertanya-tanya kalau doi telanjang, sampai gue kadang sange sendiri.
Kebetulan letak kamar Mbak Uwi emang di belakang deket halaman belakang, makanya kalau gue lagi ngerokok kedengeran banget doi lagi mandi malah kadang kalau doi pup kedengeran kentutnya. Nah gue penasaran dong ini kok bisa kedengeran banget, apa kaga ada filternya sama sekali ya. Gue carilah celah, emang sih ini kayaknya dinding semua,ternyata ada celah semacam ventilasi gitu di pojokan, ketutupan sama kayu.
entah kenapa akal bulus gue muncul, gue iseng mau ngintip gimana kalau doi lagi mandi.
Sekitar jam 11 siang abis doi nyuci dan ngejemur baju, nah doi siap siap dah tuh mau mandi, Gue pura pura aja nanya, “Mau mandi mbak?” terus doi jawab “Eh iya Den”.
Gue langsung bersiap ambil posisi di tempat celah, gue buka celahnya dan wow, ini sih bukan ngintip lagi tapi kayak liat langsung, Cuma emang spotnya tersembunyi banget.
Masuklah dah tuh si Mbak Uwi ke kamar mandi, doi naruh handuknya, trus doi buka dah celananya, wuih bener dugaan gue, doi emang kaga pernah pake celana dalem. Terus doi ambil posisi dah tuh di wc jongkok.
Buset dah tong, meskipun pembokat tapi jembut nya rapih banget, kayaknya doi suka nyukur jembutnya. beres dah tuh doi kencing, nah cebok dah tuh doi pake air, trus doi ambil kayak semacam sabun gitu, trus di olesin ke memeknya, oh mungkin perawatan biar kaga bau kali ya, pikie gue.
Memeknya emang ga pink kayak memek orang barat atau jepun, tapi tetep kayak belum dower gitu sih. Nah terus doi olesin terus tuh sabun ke memeknya, tapi gue heran kok sabunnya kaga berbusa gitu ya, terus tiba tiba doi kayak ngubah posisinya yang tadinya jongkok, jadi posisiku sekarang terkangkang lebar, kayaknya biar doi bisa lebih gampang untuk mengelus bagian luar memek. Sontan gue kaget,gue kira doi mau ngapain, eh ternyata doi mau colmek tong. Ya mau gak mau gue konak dong ya, tapi gue nikmatin dlu lah ini.
Mbak Uwi langsung pake tangan kirinya untuk mengusap-usap bibir memeknya sambil tangan kanannya mainin itu itil. Gue emang ga bisa denger apa apa kecuali suara keran air ngocor, cuma kalau dari ekspersinya Mbak Uwi kayaknya doi mulai mendesah menikmati colmeknya, jari tengah dan jari manis tangan kiri Mbak Uwi mulai dimasukin ke dalam memek yang telah makin berlendir, sedangkan jari telunjuk tangan kanan dipake buat gesekin itil.
Kayaknya nih pembokat emang udah sering colmek, soalnya gampang banget itu jari keluar masuk lubang memek. Gila kata gue dalam hati, cepet banget tuh bibir memek sampe makin merekah. Doi mainin jari-jarinya di dalam memek, diputar-putar, dicelap celup kayak OREO hingga dalam memek
Sekarang Mbak Uwi masukin tiga jari, ditarik keluar masuk, dikocok-kocokkan makin cepat , terus tangan kanannya mulai ngegosok itu itil kayak lagi main dj. Mbak Uwi makin ngedesah, mengap mengap sambil gigit bibirnya. Trus gue liat matanya kayak orang kesurupan gitu, kebelakang jadi putih semua, sambil badannya bergeter kayak lagi kesengat listrik.
Anjing, kata gue dalam hati, gue niat ngintip mandi malah dapet jackpot cewek colmek. Ga kerasa ternyata kontol gue juga jadi keras sampe ngebentuk di celana jeans gue. “Gue aja belum pernah ngeliat cewek gue colmek” kata gue dalam hati.
Gue coba ngintip lagi kayaknya si mbak uwi ini masih kecapean, karena jadi kayak nyender deket closes gitu. Ga lama kemudoin doi beranjak buka baju terus pake anduk. Trus kayak ambil wudu gitu di pancuran,
“Wah mandi wajib nih” kata gue sambil ketawa.
“udah beres nih shownya kayaknya,” gue langsung beranjak dari situ dan pura pura ngopi sambil dengerin lagu di earphone.
Setelah 15 menit kemudoin gue denger doi mandi, doi pun beres dan ke halaman belakang buat ngejemur. Entah kenapa doi kayak shock gitu ketika ngeliat gue masih ada di tempat yang sama.
“E…Eh den, masih disini?” katanta kayanya sambil malu-malu
“iya mbake, aku lagi ngopi aja nih, sambil nonton seru banget” jawab gue ngeles.
Si mbak uwi pun langsung jemur trus kayak buru buru pamit sambil nunduk kepala gitu, menurut suhu sekalian doi tau ga ya gue ngintip dia colmek ?
Kisah Taro – Sebelumnya perkenalkan, namaku Dicky, aku berasal dari Donggala, Sulawesi Tengah. Tapi sekarang aku sudah pindah ke Jakarta. Kegiatanku sehari-hari adalah gitaris di sebuah band kecil yang meski kusebut pun, kalian pasti tidak akan tahu. Usiaku sekarang menginjak 31 tahun dan sudah berkeluarga serta memiliki 2 orang putra. Aku mempunyai teman masa kecil, namanya Sigit Purnomo Syamsuddin Said, biasa kupanggil Sigit. Tapi sekarang dia lebih dikenal dengan nama Pasha Ungu. Kami begitu akrab. Sejak TK sampai SMP, kami satu sekolah dan selalu duduk dalam satu meja. Susah senang pernah kami rasakan bersama, hanya saja ia lebih beruntung karena dikaruniai wajah tampan dan suara yang bagus. Sedangkan aku, membaca doa saja sudah tersedak. Jadilah karier Sigit, atau kusebut Pasha aja biar kalian lebih familier, melesat lebih cepat. Sebelum bergabung dengan Ungu, Pasha sebelumnya pernah membentuk Band denganku, band iseng untuk mengisi waktu luang. Dia vokalis dan aku gitarisnya. Saat itu, Pasha sudah sering muncul di dunia hiburan Indonesia, baik sebagai model, bintang iklan televisi, maupun sinetron. Dia juga bergabung dengan beberapa band untuk mengembangkan bakat menyanyinya yang tidak dapat kuimbangi. Hingga akhirnya Pasha pindah ke Jakarta untuk merintis karier bermusiknya, meninggalkanku. Meskipun begitu, hubungan kami tetap terjalin dengan baik. Bahkan ia juga mengajakku untuk ikut pindah agar aku juga bisa memperbaiki nasib. Sama sepertiku, Pasha juga sudah menikah. Pada tahun 2003, ia mengikat janji suci dengan Okie Calerista Agustina Sofyan atau yang biasa disapa Okie Agustina. Dari pernikahannya ini, Pasha dikaruniai tiga orang anak. Rumah tangga mereka pernah mendapat cobaan saat terbetik kabar bahwa, Okie telah tidur dengan Idea pasha, gitaris Marvell. Bahkan Pasha sempat meluncurkan bogem mentah pada Idea. Kejadian itu juga sempat melibatkan polisi, karena Idea melaporkan Pasha dengan tuduhan penganiayaan. Tapi tak berlangsung lama, keduanya memutuskan berdamai. Di akhir tahun 2008, tepatnya pada tanggal 20 November 2008, Okie mengajukan gugatan cerai kepada Pasha di Pengadilan Agama Bogor, Jawa Barat, dengan alasan KDRT. Saat mengajukan gugatan cerai tersebut, Okie sedang dalam keadaan mengandung. Kemudian pada tanggal 20 Januari 2009, hakim di Pengadilan Agama Bogor, Jawa Barat akhirnya resmi mengabulkan gugatan cerai Okie terhadap Pasha, sehingga dengan demikian perjalanan bahtera rumah tangga yang telah mereka bina selama enam tahun pun, sejak tahun 2003, kini karamlah sudah dan mereka pun akhirnya telah benar-benar resmi berpisah untuk selama-lamanya. Pasha agak terguncang dengan perceraiannya itu, ia sering curhat kepadaku sambil nangis. Untunglah, setelah sekian lama menduda, ia akhirnya bersiap untuk menikah lagi. Adalah Adelia Wilhelmina yang menjadi pelabuhan hatinya. Gadis bandung yang berprofesi sebagai pramugari maskapai penerbangan Garuda ini berhasil memikat hati idola para gadis se Indonesia. Meski sempat tersandung kasus KDRT, namun Adelia tidak mempermasalahkan itu dan bersedia saat Pasha melamarnya. Keseriusan hubungan mereka sudah terlihat sejak keluarga kedua belah pihak melakukan pertemuan. Silaturahmi sekaligus menegaskan keinginan Pasha untuk memperistri Adelia Wihelmina. Dara kelahiran 22 maret 1989 itu sudah merasa nyaman dan siap bersuamikan seorang publik figur yang pasti privasi mereka akan terganggu. Media pasti akan mengungkit-ungkit sedikit saja persoalan yang terjadi di antara mereka. Jadilah pada tanggal 27 Maret 2011, Pasha menikah dengan Adelia Wilhelmina, seorang wanita keturunan Sunda-Belanda-Cina dan Semarang yang hangat dan mudah bergaul meskipun kadang-kadang suka jutek jika lagi ngambek. 22 Desember 2011, Pasha dikarunai anak keempat yakni Dewa Hikari Zaidan Ibrahim. Meskipun sudah beranak, tubuh Adel masih tetap kelihatan terawat dengan baik. Dengan tinggi badan sekitar 160 cm dan berat 60 kg, dia terlihat sedikit gemuk memang, namun padat berisi. Cerita Artis – Istri-Istri Pasha Apalagi jika melihat pantatnya yang semok serta toketnya yang padat berisi yang kuperkirakan berukuran 36C, sungguh indah untuk dipandang dan dicicipi. photomemek.com Kulit tubuhnya sangat putih karena dia memang keturunan Cina, dengan bibir yang agak tebal namun sensual, bulu mata yang lentik serta hidung yang mancung, juga rambut yang terpotong pendek untuk menampakkan lehernya yang jenjang. Sebagai seorang istri seorang public figure, Adel pandai membuat dirinya terlihat cantik dan menarik. Apalagi dengan kebiasaan dia memakai pakaian yang ketat sehingga membentuk lekuk tubuhnya, membuat siapa saja yang melihat pasti akan melotot dibuatnya dan tidak ingin melepaskan pandangannya. Karena sudah lamanya persahabatan antara aku dan Pasha, maka tidak ada lagi rasa canggung dan sungkan dalam membicarakan berbagai hal, termasuk urusan seks. Pasha sering bercerita bahwa di atas ranjang, Adel melebihi kemampuan Okie. Gadis itu sangat bergairah dan mampu memainkan peranannya dengan baik sehingga kadang-kadang Pasha jadi kewalahan menghadapinya. Jika sudah kepingin, biasanya Adel suka menggunakan baju tidur di atas lutut dan transparan tanpa menggunakan CD dan Bra. Dan ia tidak sungkan untuk meminta dan langsung meraba kemaluan Pasha untuk kemudian dikulum, dikocok dan disedot-sedot sampai pipinya kempot. Dan setelah senjata Pasha berdiri tegak, maka dengan cepat ia akan mengangkang naik ke atas tubuh sang suami sambil mengarahkan kontol Pasha ke mekinya. Setelah tepat, dengan pelan ia turunkan pantatnya ke bawah hingga kontol tersebut amblas seluruhnya. Setelah itu, barulah ia bergerak bagai kuda betina liar yang lepas kendali dengan putaran pantat dan pinggul yang erotis disertai rintihan kuat serta kedua tangan memegang rambutnya. Sedangkan tangan Pasha berusaha membuka baju tidur sang istri untuk kemudian berpegangan pada pantat dan pinggul Adel yang bergerak lincah. Jika kondisi Pasha fit, gerakan tersebut tidak menjadi masalah karena biasanya akan diakhiri dengan jeritan nikmat secara bersamaan. Namun jika sebaliknya, ini menjadi masalah karena baru beberapa goyangan, ia tidak mampu menahan birahi yang ditimbulkan oleh goyangan Adel sehingga ia akan muncrat secara cepat yang berakibat sang istri kecewa. Meskipun kekecewaan tersebut tidak berlangsung lama, karena biasanya Pasha akan menuntaskan kekecewaan istrinya tersebut beberapa jam kemudian setelah ia beristirahat akibat ejakulasi terdahulu.
Berbagai gaya dan posisi juga telah mereka lakukan selama mereka menikah dan itu sangat menyenangkan bagi mereka berdua sehingga mereka terlihat rukun-rukun saja. Begitu penuturan Pasha kepadaku tentang kehidupan seks dengan istri tercintanya. Aku yang mendengar cerita sahabatku itu hanya bisa manggut-manggut sembari membayangkan apa yang dilakukan Adel dalam memberikan kepuasan kepada suaminya, itu terlihat dan terdengar sangat memukau dan memesonakan hasrat birahiku. Membuatku ingin membuktikannya mengingat hubungan seks antara aku dan istriku tidak sehebat dan seindah mereka, hingga sering mengganggu pikiranku. Hubungan seks dengan istriku memang tidak sesering mereka dan kurang bervariasi dikarenakan istriku kurang mampu mengekspresikan keinginan seksnya hingga harus aku yang bersifat aktif. Istriku hanya menunggu dan bersikap pasif dan tidak banyak menuntut apakah dia mau puas atau nggak, hingga membuatku pusing memikirkan keinginannya. Ia hanya sebatas menjalankan kewajibanya sebagai istri tanpa ada intrik-intrik lain yang diinginkannya, hingga jika aku ingin menumpahkan hasrat birahiku, istriku tidak memberikan reaksi apa-apa dan itu membuatku kadang-kadang bosan serta tidak berhasrat untuk bercinta. Hingga jika sudah begitu sering terbersit dalam pikiranku untuk mencoba kehebatan istri Pasha di atas ranjang, menggumuli tubuh montoknya sampai sepuas-puasnya. putri77.com Namun hasrat tersebut kupendam dan kubuang jauh-jauh dari angan-anganku mengingat nilai persahabatan yang terjadi diantara kami. Hingga suatu ketika… Mr. Sange – Kumpulan Cerita Fiksi Artis Aku baru pulang dari mengisi acara di sebuah cafe saat HP-ku berbunyi. Kulihat di layar, Pasha memanggil, ”Hallo, ada apa, Git?” aku tetap memanggilnya Sigit, tidak terbiasa dengan panggilan Pasha. “Dimana posisimu?“ tanyanya. “Lagi di jalan, ada apa memangnya?” tanyaku. “Eh, ngapain di jalan? Habis dari mana?” “Habis dari manggung, lumayan buat beli beras.” selorohku. Pasha tertawa. “Bisa mampir bentar nggak? Aku tunggu di rumah, ada sesuatu yang ingin kubicarakan.“ “Ok, kalo nggak terjebak macet. Emang ada apa sih, kedengarannya sangat penting sekali?” memang tidak biasanya Pasha bersikap seperti ini. “Penting sih nggak, pokoknya kamu ke sini aja deh. Kalo kemaleman, kamu bisa tidur di rumahku.” “OK deh, kebetulan kalo gitu. Aku memang belum berniat pulang ke rumah, soalnya istriku lagi mudik ke Donggala, baru balik tiga hari lagi. Kalau kamu nggak keberatan, aku numpang tiga hari di rumahmu? Boleh?” tanyaku. Dari rumah Pasha ke kantor tempat aku bekerja, jaraknya lebih dekat. “Itu bisa diatur, pokoknya kamu cepat kesini aja.” “Sip deh, sampai ketemu nanti.” “Yooo,” Hubungan telepon terputus, akupun kembali menikmati perjalanan. Kubelokkan setir motorku menuju rumah Pasha sambil menerka-nerka apa yang akan menjadi pembicaraanku nanti dengannya, dari mulai pembicaraan pribadi sampai hal-hal lain terus menggelayuti pikiranku. Termasuk juga bayangan tubuh Adelia, istri Pasha, yang selalu bisa memancing gairahku. Bagaimana kah jadinya saat aku tiga hari menginap di rumahnya, serumah dengan wanita cantik yang seksi dan bahenol itu? Ah, membayangkannya membuat kontolku sedikit mengeras dan menegang. Dan tanpa terasa, aku pun sampai. Pasha sudah menungguku di depan gerbang rumahnya. “Lama nunggunya?” tanyaku sambil memasukkan motor ke dalam garasi. “Nggak. Gimana perjalanannya, macet?” kata Pasha, mengajakku masuk ke dalam rumahnya yang mewah. “Lumayan macet. Emang ada apa sih, kok seperti ada hal yang sangat penting, sampai harus malam ini ketemu?” kuikuti dia menuju ruang tamu. “Ehm, gini. Kamu tahu kan kalau aku baru ngeluarin album baru?” kata Pasha. “Iya, trus hubungannya denganku?” aku masih tak mengerti. ”Aku ada tawaran manggung buat kamu. Besok aku ada tour 20 kota, dimulai dari Semarang, dan berakhir di Medan. Kamu mau nggak jadi band pembukanya?” “Oh, tentu saja!” aku mengangguk, sangat senang dengan tawaran itu. ”Nggak semuanya sih, cuman di kota-kota luar Jawa aja.” tambah Pasha. ”Nggak apa-apa, yang penting aku bisa bawa bandku ke jenjang yang lebih tinggi.” dari cuma band cafe, lalu menjadi band pembuka konser Ungu, bukankah itu sebuah lompatan yang cukup besar? “Bagus kalo gitu, jadi aku nggak perlu bingung seleksi band-band lain lagi.” kata Pasha lega ”Percayakan kepadaku, kamu pasti tidak akan kecewa!” janjiku kepadanya. Pasha mengangguk. ”Aku harap begitu. Lagian, dengan ngajak kamu, aku jadi ada teman ngobrol di jalan.” ”Lho, anak-anak Ungu sama kru-kru lain kan banyak? Ngapain ngoborol aja harus sama aku?” aku tidak mengerti. ”Itu kalau untuk urusan musik.” sahut Pasha. ”Oh, begitu.” aku mengangguk mengerti. Pasha hanya mau membagi rahasia pribadinya kepadaku. Tak berapa lama, datang Adel membawa air minum untuk kami berdua. Wanita cantik berambut pendek itu hanya membalut tubuh sintalnya dengan gaun tidur tipis yang mendekati transparan. Sepintas bisa kulihat ia tidak memakai CD dan Bra saat terkena sorotan lampu ruang tamu. Melihat itu, aku langsung memalingkan mataku sebentar, aku risih dan sungkan akan keberadaan Pasha di sisiku. Pikiranku langsung teringat omongan Pasha dulu, bila Adel mengenakan pakaian seperti itu, berarti wanita itu ingin bercinta malam ini. Sambil membungkuk menaruh gelas di atas meja, Adel kemudian nimbrung. “Serius amat nih ngobrolnya, ada apa memangnya?” “Biasa, sayang, obrolan antar sesama musisi, apalagi kalau bukan urusan manggung?” kata Pasha menjawab. “Oh gitu, bagus deh. Asal jangan ngomongin cewek aja, awas kalo itu yang diomongin!” Adel sedikit mengancam sambil tertawa. “Nggak dong, sayang. Kita murni ngomongin musik, iya nggak, Dick? jawab Pasha sambil melirikku. “Iya,” jawabku singkat sambil mataku melirik ke arah Adelia yang sedang menaruh gelas di meja. Kini terlihat dengan jelas belahan buah dadanya yang ranum dan menggiurkan, begitu putih dan mulus. Seperti tebakanku, ia memang tidak memakai Bra. Melihat itu, kembali kupalingkan mukaku ke arah lain, menghindari rasa risiku pada Pasha. “Ayo di minum kopinya, Dick, mumpung masih panas.” tapi Pasha tampaknya tidak keberatan istrinya bersikap seperti itu. Ia tampak biasa saja. ”Aku tinggal dulu ya, silahkan diteruskan ngobrolnya. Aku mau istirahat. Jangan terlalu lama ngobrolnya ya, Pap.” kata Adel sambil melirik nakal ke arah Pasha, kemudian berdiri dan berlenggak-lenggok masuk meninggalkan kami berdua. “Iya, sebentar lagi juga kelar.” jawab Pasha penuh pengertian. Melihat keadaan itu, aku hanya tersenyum sambil mataku tak berkedip melihat lekukan tubuh belakang Adel yang berjalan dengan gemulai menuju dapur, bak peragawati yang sedang beraksi di atas cat walk. Untuk sesaat, aku menelan ludah melihat keindahan tubuh wanita cantik itu, tampak begitu ranum dan menggoda di dalam balutan baju tidur tipisnya. Ah, seandainya istriku yang memilikinya, tidak akan bosan-bosannya aku menindih dan menidurinya. Akan kugenjot dan kusetubuhi dia setiap malam. Ahh… Lagi enak-enaknya memperhatikan pantat Adel yang besar dan semok seperti pantat bebek itu, aku tersadar, masih ada Pasha yang duduk di sebelahku. Cepat, segera kupalingkan kembali pandanganku. Kulihat Pasha sedang sibuk menghitung pembagian honorku di atas kertas. Akupun turut larut dalam hitungan tersebut, meskipun pikiranku terus terbayang tubuh indah istrinya. Mereka pasti akan bercinta malam ini. Ahh, membayangkannya membuat adikku perlahan bangkit dan mengeras. Seandainya saja aku yang meniduri Adel, seandainya… ”Ini honormu untuk 8 kota.” Pasha menyerahkan kertas kepadaku, mengagetkanku. Bayangan tubuh mulus Adel langsung lenyap seketika. Kupandangi nilai yang tertera disana dan tersenyum. ”Gimana, masih kurang? Nanti aku kasih bonus kalau kamu tampil bagus.” tambahnya. ”Nggak, nggak usah. Ini sudah lebih dari cukup.” menurutku, uang tidak penting. Tapi kesempatan bisa sepanggung dengan band sekaliber Ungu, itu yang paling penting, sama sekali tidak bisa dinilai dengan uang. “Baguslah kalo begitu.” Pasha menepuk pundakku, ”Mulai malam ini kamu menginap di sini, nemenin Adel. Besok aku sudah harus berangkat ke Semarang. Tiga hari lagi, susul aku ke Bali. Untuk tiket dan semuanya, biar manajemenku yang menyiapkan.” kata Pasha. “Ok, maaf kalau aku merepotkan kamu.” jawabku. ”dan terima kasih sudah mau mengajakku!” aku menambahkan. “Nggak masalah. Oh ya, kamu bisa pake mobilku kalau mau keluar, siapa tahu Adel minta diantar belanja.” “Beres deh kalau untuk urusan itu,” minta ditemenin tidur pun, aku juga mau! Tambahku dalam hati. “Baiklah, aku titipkan Adel kepadamu!” jawab Pasha singkat, dia lalu menjabat tanganku dan mengajakku masuk ke dalam untuk beristirahat. Pasha menyuruhku untuk beristirahat di kamar tamu yang berdekatan dengan kamarnya. Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah satu malam. Badanku sudah terasa sangat lelah setelah manggung lama dengan bayaran kecil di cafe tadi. Tapi sebelum tidur, aku minta ijin terlebih dahulu pada Pasha untuk meminjam kamar mandi. Aku ingin mandi sebentar untuk menyegarkan badan agar tidurku bisa pulas dan nyenyak. ”Silakan, anggap saja rumah kamu sendiri.” jawab Pasha sambil menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam. Sambil mengguyur badanku, kubayangkan kalau Pasha pasti sudah menindih tubuh istrinya sekarang. Betapa nikmatnya bisa memeluk dan menggenjot tubuh mulus Adel yang montok dan menggiurkan. Ah, untung air malam itu begitu dingin hingga kontolku tidak sampai tegang. Aku tidak ingin onani di kamar mandi Pasha. Kalau onani di memek istrinya sih aku mau, hehehe… Tak sampai 15 belas menit, akupun selesai. Dengan hanya berbalut handuk, aku melangkah pelan menuju kamarku. Dalam keheningan malam, saat aku lewat di depan kamar Pasha, bisa kudengar suara rintihan dan erangan dari dalam. Suara Pasha yang sedang menyetubuhi tubuh mulus sang istri. Segera kutempelkan telingaku ke pintu untuk memastikan. Terdengar derit ranjang dan juga rintihan maja Adel yang tampak keenakan, membuatku jadi penasaran dibuatnya. Berniat melihat adegan tersebut, mataku segera berkeliling mencari celah untuk mengintip. Ah, itu dia, lubang angin di atas pintu. Cepat kuambil kursi dari ruang makan dan kutaruh di depan pintu. Perlahan aku naik ke atas kursi tersebut. Dengan mata melotot dan jantung yang hampir berhenti berdetak, kusaksikan tubuh telanjang Adel yang duduk membelakangiku, dengan posisi tubuh Pasha berada di bawahnya, telentang. Mereka sedang woman on top sekarang. Meskipun lampu kamar disetel redup, namun bisa kulihat dengan jelas, Adel dengan penuh nafsu menggoyang tubuh sintalnya begitu liar. Ia menggenjot naik turun dengan cepat di atas tubuh Pasha yang cuma bisa telentang pasrah. Wajah Pasha sendiri tidak kelihatan, terhalang oleh tubuh mulus sang istri, hanya tangannya saja yang kelihatan tengah gencar meremas-remas toket Adel yang bulat besar, sambil sesekali terdengar mengerang dan merintih nikmat. Dari belakang, kulihat memek Adel melahap seluruh kontol Pasha hingga amblas tak bersisa, diiringi dengan rintihan dan remasan tangan pada rambutnya. photomemek.com Sungguh pemandangat yang sangat menggairahkan, hingga tanpa terasa tubuhku bergetar dan kontolku pun ikut bergerak naik seiiring dengan naiknya arus birahiku. Namun sayang, adegan itu tak lama kulihat, karena beberapa saat kemudian Pasha mengerang keras, kakinya berkelojotan, dan terdengar Adel setengah mengerang sambil berteriak, “Jangan keluar dulu, Pap! Sebentar lagi, jangan keluar dulu!” “Aku nggak kuat, Say, ahhhh… Nikmatnya goyanganmu… ahhhh!” erang Pasha. “Tahan dulu, Pap, Aku juga hampiirrr…” jerit Adel. “Ahh… ahhh… ahhhh…” hanya itu yang terdengar dari mulut Pasha sebagai akhir dari jebolnya pertahanan birahinya, yang ditandai dengan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi sambil kedua tangannya meremas bokong Adel yang bulat begitu keras. Terlihat Pasha kelojotan beberapa kali saat ia memuntahkan cairan maninya di dalam memek sang istri. Adel sendiri terlihat semakin gencar memutar dan menggoyang pantatnya, berusaha untuk mengejar pencapaian puncak yang telah Pasha dapatkan. Namun hingga beberapa saat, dia kelihatannya belum juga mendapatkan puncak yang ia inginkan. Sedangkan di bawah, Pasha sudah terlihat megap-megap menahan luapan birahi yang baru dirasakannya. Perlahan goyangan Adel pun mengendur seiring dengan mengempisnya kontol Pasha di dalam liang memeknya. “Pap, kok sudah keluar sih? Mama jadi tanggung hih…” protesnya. “Kamu sih… goyangnya hebat banget. Aku jadi nggak kuat nahan lama-lama.” Pasha meremas bulatan payudara Adel dengan gemas. ”stirahat dulu, sayang, nanti kita lanjutkan lagi.” ia memelintir kedua putingnya yang tampak basah oleh air liur dan memilinnya pelan. ”Kalaupun nggak sekarang, nanti setelah aku kembali dari tour 20 kota, kita tuntaskan OK?” Tidak menjawab, masih tampak kecewa, Adel segera turun dari tubuh sang suami. ”Sekarang aku ingin istirahat, besok harus berangkat pagi-pagi. Jangan marah ya, Sayang?” kata Pasha begitu melihat muka Adel yang masih ditekuk. Masih diam, Adel merebahkan tubuh mulusnya disamping sang suami. Terlihat Pasha masih terengah-engah mengatur nafasnya. Sambil tersenyum kecut, Adel menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang telanjang. Di sebelahnya, sambil terus menggenggam bulatan payudaranya, Pasha berusaha memejamkan matanya untuk tidur. Merasa kalau permainan telah berakhir, akupun turun dari kursi dan mengembalikannya lagi ke meja makan. Aku sudah akan kembali ke kamarku saat kudengar handle kamar Pasha terbuka. Aku spontan membeku. Apalagi saat mengetahui siap yang keluar dari sana. Adel. Hanya dengan memakai baju tidur minim, istri Pasha itu berjalan ke arahku. ”Belum tidur, Dick?” sapanya ramah, matanya tampak terpesona menatap tubuh kekarku yang hanya terbaut handuk. ”Ehm, habis dari kamar mandi.” jawabku sedikit gugup. Sementara aku mulai terbawa suasana, membayangkan tubuh mulus Adel yang tadi kuintip -dan sekarang berdiri tepat di depanku- ternyata sungguh-sungguh menciptakan sensasi tersendiri, dan tanpa sadar kejantananku kembali bangun dengan sekeras kerasnya. Duuh, jadi nafsu nih. Adel tersenyum melihatku, ”Kok kamu malah bengong, Dick?” tanyanya. Anjrit! Senyumannya malah bikin perasaanku jadi makin tak terkendali, kurasakan libidoku sudah naik ke ubun-ubun. Kulirik istri Pasha itu, kurasakan nafasnya juga sedikit berbeda, lebih cepat dari sebelumnya, dan kulihat wajah putihnya berubah menjadi merah saat menatap ke arah selangkanganku. Adel bisa melihat tonjolan kontolku dengan sangat jelas! ”Eh, maaf!” spontan aku segera menutupinya dengan tangan. Adel malah tertawa melihatnya, ”Mikirin apa, Dick. Dingin-dingin kok malah ngaceng?” tanyanya dengan mata terus menatap tonjolan penisku, seperti sangat menginginkannya. Sepertinya dia juga sudah terbawa suasana.
”Ehm, bukan apa-apa.” aku berpikir, tidak ada rotan akarpun jadi. Kenapa aku tidak merayu Adel saja? Dia kan seperti gak puas gitu saat main dengan Pasha, siapa tahu bisa kumanfaatkan. ”Jangan bilang gara-gara nglihat tubuhku lho ya,” ancam Adel pura-pura, tapi antara perkataan dan perbuatan sama sekali tidak sama. Dia malah seperti sengaja memajukan dadanya untuk memamerkan payudaranya yang bulat membusung itu kepadaku. Aku yang mengerti sinyal itu segera bereaksi. Sambil pura-pura mau menggaruk tubuh, sengaja kusentuh ujung teteknya dengan sikutku. ”Emang kalau nglihat kenapa?” tanyaku menantang. Karena kami berdiri berdampingan dan badan Adel agak condong ke arahku, makanya ujung lenganku tepat mengenai ujung cup BH-nya. Ehm, terasa empuk sekali. Adel sedikit kaget saat menerimanya, “Ihh…” keluar desahannya, tapi sama sekali tidak terlihat marah. “Sorry, Del. Nggak sengaja… ini mau garuk-garuk lengan, gatal banget.” kilahku, dan sambil tetap menempelkan ujung sikuku ke tonjolan buah dadanya. Adel diam saja, malah sedikit tersenyum. Bahkan yang ada, dia seperti menekan-nekan bulatan payudaranya, membiarkanku menggeseknya dengan ujung lengan. ”Ehhss…” kami mendesah berbarengan. Entah siapa yang dulu yang memulai, tahu-tahu bibir kami sudah terpaut dan saling mengulum mesra. Pelan-pelan kami saling melumat dan bertukar lidah. Kunikmati kehangatan bibir istri Pasha itu sambil tanganku mulai turun ke bawah, menjamah lembut kemulusan kulit pahanya yang cuma dibalut rok pendek selutut. Aku sudah tidak ingat lagi pada istriku yang menunggu di rumah, yang penting bagiku saat ini adalah bagaimana melampiaskan libidoku pada Adel. Nekad, kugeser posisi tanganku lebih ke tengah, menuju pangkal selangkangannya sambil terus kuusap-usap kulit pahanya yang terasa lembut dan hangat. Tangan kananku mencoba untuk memegang tangan Adel yang masih lemas, kugenggam dan sedikit kuremas, kurasakan tangannya sedikit gemetaran. Pelan-pelan kubimbing tangan itu dan kutaruh di atas pangkal pahaku. Dengan sedikit memekik kaget, Adel tersipu saat tangannya menyentuh rudalku yang sudah mengeras dari tadi. Dan sekali lagi, tidak kulihat ada penolakan darinya. Yang ada, dia mulai mengelus dan meremasnya pelan. ”Dick,” rintih Adel di telingaku. Bibirnya kembali mendekat, minta untuk dicium. Tidak menyia-nyiakannya, sambil tangan kiriku terus mengelus-elus kulit pahanya, kembali kulumat bibir tipis itu. Kurasakan deru nafas Adel yang semakin memburu, apalagi saat tangan kananku mulai merambat untuk memijit dan meremas-remas tonjolan buah dadanya, semakin lemaslah dia. Melihat itu, aku jadi semakin bernafsu. Perlahan tangan kiriku aku sorong lebih masuk ke dalam rok Adel. Dia sedikit membuka pahanya untuk memberi kemudahan bagi tanganku. Sementara tangan kananku yang berada di celah gundukan buah dadanya, kini menyelusup masuk ke dalam kaosnya dan lansung mengarah ke dalam isi BH-nya. Kuremas-remas buah dada Adel dengan lembut sambil kucari-cari putingnya yang mungil, lalu aku pilin-pilin dengan gemas. Kurasakan Adel mulai lebih berani karena kurasakan tangannya yang ada di atas pangkal pahaku mulai meremas penisku dengan lebih keras. Aku yakin dia juga sudah naik nafsunya. Kekecewaan persetubuhannya dengan Pasha seperti ingin dilampiaskannya kepadaku. ”Tenang, Del. Aku pasti akan memuaskanmu!” yakinku dalam hati sambil kuelus-elus pangkal pahanya yang telah melembab. Perlahan juga kuturunkan ciumanku ke arah telinga, terus ke leher, lalu kuangkat kaosnya sampai sebatas leher dan kutarik BH Adel ke atas. Wow, ternyata susunya begitu putih dan kencang, kelihatan begitu ranum dan sangat menggairahkan. Benda itu mengacung dengan indahnya dengan ukurannya yang lumayan besar. Saat kutangkup dengan tanganku, terasa begitu empuk dan kenyal. Ughh, aku menyukainya. Apalagi ditambah putingnya yang mungil menggiurkan, makin lengkaplah benda itu menggoda nafsuku. Sambil terus meremas-remas, tanpa membuang waktu, mulutku kuarahkan ke putingnya dan dengan lembut aku jilat dan hisap-hisap. Terdengar desahan kecil keluar dari mulut Adel. ”Sshh… uhhh… enak, Dick!” dan kurasakan kocokan tangannya di penisku semakin mengencang. Malah, tanpa perlu kuperintah, dia dengan pintar segera membuka lilitan handukku hingga keluarlah penisku yang sudah mengeras tajam. Benda itu mendongak seperti menantang siapapun yang berani mengusik tidurnya. “Hmm… besar sekali, Dick!” lirih Adel suka, matanya tak berkedip menatap batang kemaluanku. Tangannya kembali memegang dan mengocoknya dengan lembut. ”Ehm,” melenguh keenakan, akupun berbisik. “Aku mau tubuhmu, Del.” Masih tetap memandangi batang penisku, Adel menyahut. “Lakukan, Dick. Aku milikmu malam ini…” Waduhh, jadi nih… “Makasih, Del.” kataku penuh semangat dan segera aku cium bibirnya pelan sambil aku pelorotkan celana dalamnya tanpa aku melepas roknya – karena situasi tidak memungkinkan untuk bugilin Adel- Pasha bisa bangun sewaktu-waktu. Lalu aku baringkan dia di meja makan. Pelan kugosok-gosokkan penisku ke selangkangannya agar sedikit licin. ”Sshhh… uuuhh…” Adel mulai mendesis-desis. Matanya sayu menatap mataku. Kucari lobang memeknya dan ketika sudah pas, perlahan kumajukan pinggulku hingga terasa ujung penisku melesak masuk sampai sebatas kepala. “Uuhhh… shhhh… pelan-pelan, Dick!” rintih Adel saat aku sedikit demi sedikit terus mendorong hingga perlahan penisku makin meluncur masuk dan terbenam. “Uuhhh… enak banget, Dick. Memekku rasanya penuh sama kontol kamu!” racaunya “Sebentar lagi aku kasih yang lebih enak.” kataku sambil menciumi tonjolan buah dadanya. ”Terima ini, Del! Ughhh…” selesai berkata, segera kuhentakkan pinggulku kuat-kuat. ”Auw!” Adel memekik kaget, tapi langsung tersenyum begitu melihatku yang mulai menyetubuhi tubuh sintalnya. ”Yah… begitu, Dick. Tusuk memekku. Lebih cepat. Lebih dalam. Ughhh!” rintihnya penuh kepuasan. Aku makin mempercepat ritme goyanganku karena aku juga merasa nikmat. Memek Adel yang sempit bagai menjepit batang penisku, memijitnya lembut hingga aku jadi tak tahan lagi. “Arghh… shhhh… enak, Dick! Enak banget!” jerit Adel berulang kali. Semakin cepat aku menggoyang, semakin keras juga dia menjerit. Takut kedengaran oleh Pasha, segera kusumpal mulutnya dengan ciuman. Sepanjang permainan, vagina Adel terus berdenyut-denyut. Benda itu bagai meremas dan menghisap batang penisku. Sungguh nikmat sekali rasanya. Pantas saja Pasha tidak tahan lama. Siapa juga yang sanggup menghadapi memek yang ’hidup’ seperti ini. Untung aku bisa sedikit olah nafas, jadi aku masih bisa mengerem nafsuku. Berpelukan, terus kugenjot pinggulku maju-mundur. Adel mengimbangi dengan mencium bibirku dan membiarkanku meremas-remas teteknya yang ranum dengan lembut, sesekali juga kupilin-pilin putingnya yang telah mengeras. Kurasakan jepitan memeknya semakin kencang dan berdenyut-denyut, aku yakin dia sudah mau orgasme. Karena aku juga sudah konak banget, dan melihat situasi yang tidak memungkinkan untuk ngentot lama-lama -takut ketahuan sama Pasha- maka akupun mempercepat sodokan penisku. ”Ssshh… uuuhh… ahhhh…” rintih Adel keenakan. Pelukannya di tubuhku semakin mengerat, rambutku juga dijambaknya kuat-kuat, sambil punggungku dicakarinya saat aku memacu pinggulku semakin cepat. Hingga akhirnya… “Ssshhhh… aku keluar, Dick! Ssshhh… uuhhhh… ahhhh…” jerit Adel dengan tubuh menggelinjang kesana-kemari. Cairannya menyembur deras membasahi penisku. “Aku juga, Del! Ughhh… ssshh…” Tak ingin kalah, kutumpahkan air maniku ke dalam memeknya dengan kenikmatan yang tiada terlukiskan oleh kata-kata. Tubuhku terasa melayang sejenak. Kami terdiam untuk beberapa saat, berusaha untuk meresapi orgasme masing-masing. Saat kesadaran berangsur-angsur kembali, aku merasa sangat lemas dan kecapekan, tapi sangat puas. Aku segera duduk di kursi makan, sementara Adel tetap berbaring di meja. Kuperhatikan ada cairan putih kental merembes keluar dari celah vaginanya saat aku mencabut pelan penisku. Kembali kami berciuman. Kulumat bibir tipis Adel dengan lembut sebagai tanda terima. “Maafkan aku, Del. Aku nggak bisa menahan diri.” kataku berbisik. ”Nggak apa-apa, Dick. Aku juga menginginkannya kok.” kulihat dia tersenyum puas. Kami kembali berpelukan. Kukecup bibir dan keningnya sebelum akhirnya perlahan aku angkat dia untuk bangkit berdiri, takut ketahuan sama Pasha kalau berada di situ lama-lama. Kuseka memeknya yang belepotan sperma dengan tisu dan aku pakaikan lagi celana dalamnya. Adel menjilati penisku sebentar hingga bersih saat aku mau memakai lagi handukku. Kemudian kami segera beranjak dan masuk ke kamar kami masing-masing. Paginya aku bangun agak siang. Kulirik jam di dinding, sudah pukul sepuluh pagi. Rumah terlihat sepi, sepertinya Pasha sudah berangkat. Mungkin dia tidak ingin mengganggu jadi tidak repot membangunkanku. Aku sih gak masalah. Setelah menggeliatkan badan beberapa saat, aku segera meloncat bangun. Terbayang gimana panasnya persetubuhanku dengan Adel tadi malam. Aku tersenyum saat mengingatnya, betapa aku sangat beruntung sekali bisa merasakan tubuh istri Pasha yang mulus dan montok itu. Tak terasa, aku mulai horny lagi. Penisku pelan-pelan menggeliat dan mengeras mengangguk-angguk. ”Walah, lha kok jadi ngaceng lagi?” pikirku dalam hati. Lagi sendiri, eh ngaceng, ya bakalan repot. Aku yakin Adel sedang mengantarkan Pasha ke bandara saat ini. Tapi nafsuku rasanya sudah tidak bisa ditahan lagi. Jadi kurebahkan tubuhku kembali ke ranjang dan mulai mengocok penisku biar hasratku cepat tuntas. Nanti kalau Adel pulang, aku bisa minta jatah lagi sama dia. Mumpung Pasha lagi tidak ada di rumah, kami akan ngentot sepuasnya. Itulah yang dikatakan Adel semalam sebelum kami berpisah. Kubuka celanaku dan pelan-pelan mulai kuurut batang penisku. Rasanya memang tidak senikmat saat masuk ke dalam memek Adel, tapi sudah lumayan untuk meredakan keteganganku. Tampak dari ujung lubang kontolku lelehan cairan bening yang berbau khas, tanda bahwa birahiku sudah sangat memuncak. Tepat saat itulah, dari luar kamar, kudengar langkah kaki seseorang yang menuju ke dapur dan kemudian sibuk disana. Sepertinya lagi memasak. ”Adel?” aku bertanya dalam hati, girang bukan main. Kalau memang dia sedang ada di rumah, kenapa tidak kumanfaatkan saja. Daripada ngocok sendirian di kamar seperti ini, lebih baik aku menghampirinya untuk meminta jatah kepadanya. Toh Pasha sudah tidak ada di rumah, kami bisa bebas melakukannya. Berpikir seperti itu, aku lekas bangkit dan membenahi pakaianku. Dengan nafsu menggelegak, aku keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Disana, kulihat Adel berdiri membelakangiku. Dia sepertinya sedang sibuk mengiris-iris sesuatu. Ingin memberinya kejutan, aku sengaja berjalan mengendap-ngendap dan langsung meloncat dan memeluk tubuhnya dari belakang begitu jarak kami sudah dekat. Kulingkarkan tanganku di payudaranya yang bulat besar dan mulai meremas-remas pelan disana. ”Del, aku pengen nih…” bisikku di telinganya, kususupkan mukaku di lehernya yang jenjang dan mulai menjilat lembut disana. Adel sepertinya berganti parfum karena baunya kurasakan sangat berbeda dengan tadi malam. Sambil membuat cupangan di sekitar lehernya, tanganku terus bergerilya di gundukan payudaranya yang kurasa agak sedikit kecil sekarang, rasanya juga tidak sepadat dan sekenyal tadi malam. Aneh, agak lembek meski kesan empuk masih tetap terasa. ”Ahh… shhh,” Adel merintih pelan. Kudengar suaranya agak sedikit sengau. ”Del, main yuk?” ajakku, yang disambut anggukan kepala olehnya. Merasa mendapat lampu hijau, aku pun makin mengintensifkan serangan. Sambil terus meremas-remas payudaranya, kugeser tubuh Adel agar menghadap ke arahku, aku ingin mencium bibirnya. Tapi… ”Lho, Okie?” tanyaku kaget saat melihat siapa sebenarnya wanita yang kugumuli itu. Dia adalah Okie Agustina, istri pertama Pasha. Bagaimana bisa dia ada disini? Terlalu bernafsu membuatku jadi tidak bisa membedakan mana Adel mana Okie. Ah, dasar bodoh. Okie tersenyum menatapku, ”Ayo, katanya mau main. Nih aku sudah siap.” Dia menyodorkan dadanya kepadaku, memintaku untuk meremasnya lagi. Aku bengong, tak tahu harus berkata apa. Aku benar-benar malu dengan semua ini. ”Ah, m-maaf, Mbak Okie. Aku…” kataku terbata-bata. Tapi Okie cepat memotong ucapanku. ”Sudahlah, aku nggak keberatan kok. Sebenarnya aku kesini buat minta jatah sama Pasha, tapi karena dia ada acara, terpaksa batal deh.” ”Hah?! T-tapi… kalian kan, sudah bercerai?” gagapku lagi, masih bingung mencerna semua ini. ”Emang kenapa, nggak boleh? Kalau emang kami mau sama mau, trus kamu mau apa. Aku kasih tahu ya, hubungan ranjang kami malah jadi tambah panas setelah kami bercerai. Memang benar kata orang, selingkuh itu sangat nikmat.” jelas Okie sambil tertawa, menampakkan gigi putihnya yang berbaris rapi. ”Lha terus, Adel?” tanyaku lagi. “Oh, si gatel itu. Dia sih nggak ada masalah. Yang penting aku nggak ganggu rumah tangga mereka. Malah, kami sering main bareng bertiga.” Okie tertawa lagi. Gila! Aku benar-benar tak menyangka kejadian seperti ini akan terjadi. Kutatap wajah cantik Okie, dan dia kembali tersenyum kepadaku. ”Ayo kalau mau main, mumpung anak-anak pada ikut Adel ngantar Pasha ke bandara. Kalau mereka sudah kembali, kita tidak akan bebas lagi seperti sekarang.” Okie mengerling nakal. Aku masih bengong. Bahkan saat Okie mulai menarik tanganku dan ditaruhnya lagi ke atas gundukan buah dadanya, aku tetap tidak bereaksi. Aku terlalu terkesima dengan apa yang terjadi. ”Adel sudah cerita semuanya, maka itu dia menyuruhku tinggal di rumah. Dia ingin agar aku juga merasakan kejantananmu.” Sebuah kecupan mendarat di pipiku, lalu bergeser ke bibirku, dan Okie mulai melumat bibirku dengan gemas dan mesra. Aku yang dipancing seperti itu, tentu saja tidak bisa berdiam diri lebih lama. Apalagi bagiku, kecantikan dan kemolekan tubuh Okie juga tidak kalah dengan Adel. Tidak ada Adel, Okie pun jadi, hahaha… maka, sambil memberanikan diri memeluk tubuhnya, kusambut ciuman mantan istri Pasha itu. Tapi baru saja aku menikmati bibir tipisnya, Okie tiba-tiba mendorong tubuhku, berusaha untuk menghentikan. ”Kenapa?” aku bertanya tidak mengerti. ”Mbak berubah pikiran?” Okie tersenyum. ”Bukan,” dia kemudian membalikkan badan dan mematikan kompor. ”Biar aman dan lebih leluasa.” jelasnya saat kembali berbalik menghadapku. Tersenyum membenarkan, aku segera memeluk tubuhnya dan langsung mendaratkan ciuman di bibirnya yang tipis. ”Hmph…” Okie membiarkanku melumat bibir mungilnya. Dengan manja ia memeluk tubuhku dan membalas kecupanku. Kembali kami berciuman dengan panas dan cepat, seakan ingin melepaskan seluruh perasaan yang dari tadi tertahan. Kedua bibir kami saling beradu dan melumat, hingga air liur kami berjatuhan dan saling menempel. Aku terus mencumbui Okie seperti seorang musafir yang menemukan sebuah oase di padang pasir. Benar-benar nikmat rasanya. “Kamu suka, Dick?” tanya Okie di sela-sela dengusan nafasnya. ”Ehm, suka sekali, Mbak.” aku mengangguk mantap. ”Bibirmu enak.” kembali kuseruput bibir tipis itu. Tapi Okie lekas menghindar. ”Aku masih punya yang lebih enak,” katanya dengan senyuman, jari telunjuknya mengusap-usap belahan bibirku. Aku segera mengangguk. ”Dan aku tahu apa itu,” Selesai berkata, cepat kubopong tubuh kurus Okie hingga membuat wanita cantik itu menjerit pelan. ”Aaoo…” dan dia kembali menjerit ketika aku mendudukannya di atas meja makan, tempat dimana aku dan Adel bercinta tadi malam. Ini membuatku seperti mengalami deja vu, tapi dengan sosok wanita yang berbeda. Kami kembali berciuman dengan panas. Permainan lidah mulai menghiasi percumbuan kami berdua. Wangi parfum yang tercium dari sekujur tubuh Okie membuat nafsuku kian menggelora. Kini tanganku mulai merambah dan meremasi kedua payudara Okie dari balik kaos putih yang ia kenakan. Tapi ternyata itupun tidak cukup. Sambil tetap mencium bibirnya, tanganku dengan cekatan membuka kaos itu ke atas hingga payudara Okie yang masih terbungkus BH berwarna hitam terpampang dengan jelas. Aku sedkit terbengong saat melihatnya. ”Kenapa?” tanya Okie sambil jari-jari lentiknya yang berada di selangkanganku mulai mengusap pelan, membuat tonjolan yang ada di sana menjadi semakin keras. ”Payudara mbak bagus,” sahutku singkat. ”Alah, nggak usah bohong. Lebih bagus punya Adel kok, Pasha sering bilang gitu.” tolak Okie, tapi tak urung tetap senang juga mendengar pujianku. ”Nggak bisa dibandingin, mbak. Adel kan masih muda, anaknya juga baru satu. Sedangkan mbak, setelah menyusui tiga anak, dengan payudara masih bulat seperti ini, menurutku itu sudah luar biasa.” ”Sudah ah, nggak usah banyak omong. Mau nyusu nggak?” tanya Okie sambil menyorongkan payudaranya ke mukaku. Aku tersenyum mengendusnya, “Mau banget!” Dan seiring jawabanku, Okie segera menarik cup BH-nya ke bawah hingga tonjolan buah dadanya yang kenyal dan padat, dengan puting kecil berwarna coklat kemerahan, terburai keluar, dua-duanya. Senyuman lebar makin terpancar di wajahku. ”Uhh… indah sekali, Mbak.” kataku sambil mengusap dan memelintir pelan putingnya yang sebelah kanan, sementara mulutku mencucup yang sebelah kiri. “Aah… geli, Dick!” Okie mendesah pelan, tubuh montoknya menggelinjang. ”Kok gede banget sih, mbak?” Kini ganti yang kiri kupijat-pijat, sedang yang kanan kuhisap dan kumasukkan ke dalam mulutku. ”Ughh… ini gara-gara Pasha, suka banget dia ngemutin pentilku, jadinya bengkak gini.” jelas Okie. Aku berpikir, ”Oh, jadi gitu ya… pantas saja puting Adel juga gede gini.” Okie tersenyum genit. ”Kamu suka nggak?” tanyanya sambil melirik nakal ke arah kedua payudaranya yang memang kini sedang menganggur. ”Suka dong,” Selesai berucap, puting payudara kanan Okie langsung amblas ke dalam mulutku. Dengan penuh nafsu aku melahap kedua payudara montok itu secara Okie tampak menikmati sekali sedotan dan permainan lidahku pada kedua payudaranya. Belum lagi remasan tanganku yang tak kalah membangkitkan nafsunya. Sambil menggigit bibir bawahnya untuk menahan geli, wanita cantik beranak tiga itu mengelus-ngelus rambutku dan berbisik, ”Habiskan aja, Dick. Jangan disisakan buat Pasha. Salah sendiri, aku lagi butuh kok malah ditinggal pergi.” Penuh rasa sayang, dia terlihat seperti sedang menyusuiku. ”Oooh…” desah Okie pelan ketika aku sedikit menggigit puting payudaranya. ”Susumu benar-benar luar biasa, Mbak, padat dan kenyal!” Sambil tetap menikmati kepadatan payudaranya, berlahan tangan kananku merayap turun meraba kedua betis Okie yang kini dalam posisi menjuntai di atas meja. Permukaan betis mulus tersebut terasa begitu lembut dan halus. Tangan dan jari-jariku terus merayap naik hingga menimbulkan sensasi geli di sekujur tubuh Okie. Apalagi ketika tanganku berlahan masuk ke dalam rok span pendek yang dikenakannya dan terus meraba permukaan pahanya, Okie makin menggelinjang dibuatnya. Kini jari-jariku telah menyentuh permukaan celana dalamnya yang berenda, kurasakan sedikit lembab disana. “Udah basah, Mbak.” Kataku sambil melepaskan pagutan di putingnya dan tersenyum kecil. Okie hanya mengangguk pelan dan mendesah. “Aaah…” Rok spannya semakin tinggi terangkat ketika tanganku bergerak liar di dalam celana dalamnya, mulai merabai bulu-bulu halus yang tumbuh disana. ”Aaakh… geli, Dick!” Okie berteriak pelan ketika dengan iseng kutekan klitorisnya. ”Geli tapi enak kan? Hehe,” kudekatkan bibirku ke mulutnya, ingin menciumnya, tapi Okie buru-buru menghentikannya. ”Jangan cuma yang atas, bibir yang ini juga dicium dong.” pintanya sambil menunjuk ke arah selangkangannya dan tersenyum menggoda. ”Hahaha, kamu benar-benar wanita nakal, Mbak.” aku menggeleng-gelengkan kepala, tak kusangka kalau Okie akan sebinal itu. Segera kumasukkan kedua tanganku ke dalam roknya dan menarik turun celana dalam wanita cantik itu. Okie membantu dengan sedikit mengangkat pantatnya dari meja. Setelah berhasil membukanya, aku tersenyum melihat kain mungil yang ada di tanganku. ”G-string?” tanyaku. Melihat modelnya yang begitu tipis dan menerawang, jelas sekali celana dalam merah muda itu tidak dipakai oleh pemiliknya untuk menutupi. ”Iya, hehehe…” angguk Okie tanpa malu, dia memasukkan tangan kanannya ke dalam rok dan mulai mengelus-ngelus permukaan vaginanya yang sudah nampak basah. ”Ayo dong, Dick, buruan dicium.” pintanya memelas. Aku pun jongkok di depan meja dan membuka lebar-lebar kedua pahanya. Kini terlihatlah dengan jelas lubang kenikmatan Okie dengan bulu-bulu halus yang tumbuh tipis di sekitarnya. Anehnya nampak agak sempit meski ia sudah tiga kali melahirkan. Aku tentu saja senang dengan hal itu. ”Oooh… Dick!” Okie melenguh panjang ketika aku mulai menjilati lubang surganya. Kepalaku kini telah hilang di dalam rok wanita cantik itu. Tubuh Okie hanya bisa menggelinjang-gelinjang merasakan lidahku yang menari-nari dengan lincah di selangkangannya. Sambil memilin-milin putingnya sendiri, ia terlihat menikmati betul jilatan, sedotan dan kadang tusukan lidahku. ”Aaahh… oooh… aaahh…” kepala Okie mendongak menahan rasa nikmat yang menyerang lubang vaginanya. Suara decakan mulutku yang bertemu dengan biji klitorisnya terdengar semakin jelas, menandakan daerah selangkangan tersebut sudah mulai basah dan membanjir. Aroma wangi cairan memek Okie membuat birahiku semakin membara. Aku pun semakin semangat melahap lubang kenikmatan itu beserta dengan cairan cinta yang membasahinya. Bulu-bulu lembut yang menutupi areal lubang tersebut sama sekali tidak mengganggu aktifitasku, justru keberadaannya makin menambah sensasi geli-geli nikmat di sekitar wajahku. Cklek, krieeet…!! tiba-tiba terdengar suara pintu depan yang dibuka, dan sedetik kemudian, disusul suara celoteh anak-anak kecil. Rupanya Adel dan anak-anak Pasha sudah balik dari bandara. Kami begitu menikmati permainan hingga sampai tidak mendengar kedatangan mereka. Panik, Okie cepat mendorong kepalaku agar keluar dari dalam rok span birunya. Dia langsung meloncat dari posisi duduknya di atas meja dan menyeret tanganku agar mengikutinya. ”Kita pindah ke kamar.” dia berbisik. Kamarku adalah yang terdekat, jadi kami masuk ke situ. Tepat saat aku menutup pintunya, anak-anak Okie berlarian masuk ke dapur. ”Huft, untung!” aku menghela nafas lega. Begitu juga dengan Okie. Berpandangan, kami kemudian tertawa bersama. ”Gimana, mau dilanjut?” tawar Okie tanpa berusaha menyembunyikan tonjolan buah dadanya yang menggantung indah. Aku segera menangkup dan meremas-remasnya sambil mengangguk penuh semangat. ”Kenapa tidak?” tanyaku. ”Kunci dulu pintunya.” kata Okie saat aku mulai mencium bibirnya. ”Sudah,” bisikku sambil langsung membekap tubuh sintalnya. ”Ih, kok nggak sabaran banget sih?” kembali Okie melemparkan senyum genitnya. ”Habis tubuh mbak montok banget sih, bikin burungku jadi nggak tahan. Hehehe.” ”Beneran? Mana, coba aku cek dulu…” Setelah mencium pipiku, Okie perlahan mengambil posisi jongkok dan pelan-pelan jari-jari tangannya menari. Tanpa perlu bersusah payah, ia berhasil memelorotkan celana pendekku berikut dengan celana dalamnya. Kini di hadapannya terpampang sebuah batang tegang yang sudah berukuran besar. ”Jilat dong,” aku meminta. Mengerlingkan mata, Okie pun melakukannya. Sambil mengocok-ngocok batang penisku, ia mulai menghisap dan mengulumnya. Tak beberapa lama, benda itu sudah keluar masuk dengan lancar di dalam mulutnya. Dengan telaten Okie menjilat dan menghisapnya. Dia juga bergantian menciumi buah zakarku. Keenakan, aku jadi merem melek dibuatnya. Apalagi sambil Okie mengulum, ia juga menvariasikan dengan kocokan tangan guna memberi waktu baginya untuk menarik nafas. Wanita cantik itu juga sedikit membasahi batang berurat milikku dengan ludah guna memudahkannya melakukan kocokan. ”Cukup, Mbak!” aku mendesah. Kalau diteruskan, bisa-bisa aku muncrat sekarang. Dan aku tidak mau itu terjadi karena aku masih ingin mencicipi nikmat lubang vaginanya. Kupegangi pundak Okie dan kemudian kubantu dia untuk berdiri. ”Kenapa, udah nggak tahan ya?” tebak Okie pintar. Aku mengangguk mengiyakan. ”Enakan muncrat di memek mbak daripada di mulut.” Okie langsung tersenyum dan mencubit pinggangku, rupanya ia bisa menangkap maksudku yang sudah ingin melakukan penetrasi. ”Kamu nakal deh,” bisiknya. ”Hehe,” tersenyum, perlahan kudorong tubuh Okie agar rebah di ranjang. Lalu kuangkat rok spannya sampai ke pinggang hingga aku bisa melihat kembali lubang vaginanya. Kuraba-raba sebentar bulu-bulu lembut di sekitar wilayah itu sebelum akhirnya aku menerobos masuk. ”Aaakkh…!” Okie berteriak tertahan ketika kontolku menghujam deras ke dalam belahan memeknya. ”Oohh… oohh… oohh…” desahannya mulai keluar seiring batang penisku yang mulai mengocok perlahan. ”Enak, Mbak?” tanyaku dengan tusukan semakin cepat. ”Enak banget, Dick. Terus. Yang kenceng!” Okie menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuhnya agak tidak bergoncang terlalu keras. ia tidak ingin tautan alat kelamin kami yang sudah menyatu mantab sampai terlepas karenanya. ”Mimik dong. Haus nih kebanyakan menggoyang.” kataku sambil meraba-raba kembali tonjolan buah dadanya. ”Mau netek lagi?” dengan nakal, Okie mempermainkan kedua ujung puting payudaranya. ”Iya, mau mimik…” kataku sambil membenamkan wajah ke belahan payudaranya. ”Aaaoo… geli ah, Dick!” Okie menggelinjang saat puting payudara kanannya amblas ke dalam mulutku. Juga yang kiri. Keduanya bergiliran kuhisap dan kuemut bagai bayi besar yang kehausan. Sementara di bawah, penisku terus menggenjot keluar masuk hingga membuat lubang memeknya semakin licin dan basah. Wajah Okie sampai jadi memerah dibuatnya. Tapi dia tidak berani berteriak karena menyadari kalau di luar lagi banyak orang. Rupanya dia tidak ingin perselingkuhan kami diketahui oleh anak-anaknya. Sebagai gantinya, Okie memilih untuk memeluk tubuhku kuat-kuat sebagai pelampiasan rasa nikmatnya. Dia juga mencium bibirku guna meredam desahan dan erangan yang ingin keluar dari mulutnya. Disaat yang bersamaan, genjotan kontolku menjadi semakin kencang dan kuat. Tak perlu waktu lama untuk membawa gairah kami ke puncak yang tertinggi. ”Hmm… memekmu nikmat banget, Mbak…” pujiku jujur. ”Kontol kamu juga nikmat banget, Dick!” balas Okie. ”Oya?” aku menyahut bangga. ”Iya, Dick. Sungguh luar biasa. Terus kocok memekku, Dick… terus! Aaahh…” racau Okie tanpa kelihatan berpura-pura. Tak terasa sudah hampir sepuluh menitan kontolku mengaduk-ngaduk lubang memeknya, sementara tangan kananku terus dengan nakal meremasi kedua payudaranya. ”Balik dong, Mbak. Pengen masuk dari belakang nih.” pintaku sambil mencabut batang Okie menurut. Ia segera membalikkan tubuhnya dan mengambil posisi menungging. Dia menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan di atas ranjang. Okie menoleh ke belakang saat melihatku yang hanya terdiam sambil menatap nanar ke arah bongkahan pantatnya. ”Kenapa, Dick, ada yang salah?” tanyanya heran. Sambil mengocok kontolku sendiri, aku menjawab, ”Tidak. Tidak ada,” Lalu buru-buru kubuka kedua kakinya semakin lebar. Kuperhatikan memek merah Okie yang terekspos bebas sejenak, sedikit mengagumi betapa basah dan indahnya benda itu, sebelum akhirnya… bless! Kumasuki dengan batang penisku. ”Aaaakkh…!!!” Okie tidak bisa lagi menahan lenguhan panjang yang keluar dari mulutnya saat aku mulai menggenjot tubuh sintalnya. Ia sudah tidak peduli lagi meski bakal ada yang mendengar persetubuhan kami berdua saat itu. ”Ahh… pelan-pelan, Dick!” rintihnya. Mulut Okie ternganga lebar ketika aku kian mempercepat tusukan pinggulku. Tapi dia tampak mulai bisa menikmatinya, pinggulnya yang lebar mulai bergoyang pelan agar lubang kenikmatannya dapat memberikan jepitan maksimal pada batang penisku. Tapi sadar kalau waktu yang kami miliki kian menipis sebelum anak-anak curiga dengan ketiadan ibu mereka, aku pun kian mempercepat genjotanku. Aku berusaha menghujam-hujamkan kontolku secepat dan sedalam mungkin, sampai tubuh Okie berguncang-guncang hebat dibuatnya. Mantan istri Pasha itu terus mendesah-desah. ”Dikit lagi, Dick! Oughh… terus! Lebih dalam… ooh… ooh…” ”Aaaahh… Mbak, memekmu…” Kami mulai meracau tak karuan, menandakan nafsu kami sudah di ambang klimaks. Rasa nikmat yang semakin mendera membuat kami kian sulit menahan teriakan dan desahan yang terus keluar. ”Dick, aku dapeeet…!!” teriak Okie dengan tubuh bergetar dan menggelinjang. Di tengah genjotan kontolku yang semakin menggila, ia mencapai puncak kenikmatannya. ”Tahan, Mbak. Tahan dikit lagi… arghhh!” aku melenguh hebat. Kepalaku terdongak dengan mata terpejam saat spermaku menyembur kencang menyusul Okie yang sudah orgasme duluan. Kucabut kontolku dan kusuruh dia untuk mengulumnya. ”Mbak, isepin kontolku dong!” Setelah sedikit menikmati sensasi klimaks yang baru saja melandanya, dengan sigap Okie berjongkok dan memasukkan kontolku ke dalam mulutnya. Sesekali Okie mengocok-ngocok batang tegang itu dengan tangan untuk kemudian mengulumnya kembali. Tak lama kontolku pun menyusut dan mengecil di dalam mulutnya. Saat itulah, ada ketukan di pintu kamar. ”Hei, buka. Aku mau masuk.” itu suara Adel. Sementara Okie bersembunyi di balik selimut di atas ranjang, aku segera membuka pintu dengan hanya melongokkan kepala karena tubuhku memang masih telanjang. Adel segera mendorong pintunya dan memeluk tubuhku. “Ikut dong, pengen nih.” ucapnya sambil memagut mesra bibirku. Okie cuma tersenyum melihat ulah istri muda Pasha. Waduh-waduh, sepertinya aku harus kerja keras hari ini. Kuat nggak ya?,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Kisah Taro – “Saya telah memberitahukan tuan dan nyonya kalau rumah ini terlalu banyak misteri. Bukannya tahayul tapi kenyataan. Boleh dibilang tak ada orang yang kuat tinggal di rumah ini. Ya, termasuk saya. Saya dan keluarga hanya bertahan delapan bulan. Sebelum tuan dan nyonya menyesal, sebaiknya dipikirkan terlebih dahulu.” Hariz menatap sepasang suami istri di hadapannya bergantian yang duduk di seberang meja. Sepasang suami istri di depan Hariz sebenarnya duda dan janda yang dipersatukan dalam ikatan perkawinan. Keduanya menikah enam tahun yang lalu dengan membawa masing-masing anak ke dalam perkawinan mereka. Si suami bernama Lucas (43 tahun) yang membawa dua anak laki-laki yaitu Raymond (23 tahun) dan Daniel (20 tahun). Sementara si istri bernama Hanna (40 tahun) yang membawa satu anak perempuan bernama Adelia (18 tahun).
“Keluarga kami tidak percaya tahayul. Kami lebih percaya pada logika. Bagaimana anda bisa percaya akan adanya tahayul atau hal-hal mistis di jaman internet seperti sekarang ini?” Ucap Lucas sambil tersenyum geli, karena hal-hal seperti ini sangat tidak masuk akal baginya.
Hariz tersenyum miris. Sebenarnya dia merasa tidak tega. Namun sebagai manusia yang masih memerlukan uang, dengan sangat terpaksa Hariz membiarkan rumah penuh misteri miliknya dijual kepada Lucas dan Hanna. Hariz pun menyodorkan dua eksemplar surat perjanjian jual beli kepada Lucas.
“Tanda tangani surat perjanjian ini.” Ucap Hariz lemas. Tanpa berpikir panjang, Lucas pun menandatangani surat perjanjian jual beli tersebut. Setelah Hariz menerima satu eksemplar surat perjanjian jual beli yang telah ditandatangi Lucas, ia pun berkata, “Apakah tuan dan nyonya memiliki putra?”
“Kami memiliki tiga anak, dua putra dan satu putri. Sulung kami sudah menikah dan telah memiliki rumah sendiri. Dua yang lain masih lajang. Mereka masih tinggal bersama kami.” Jawab Hanna.
“Anak laki-laki yang masih serumah … Umurnya berapa?” Suara Hariz terdengar tipis dan was-was.
“Duapuluh tahun.” Suara Lucas lebih dari sedikit tajam. “Kenapa anda menanyakan itu?”
“Oh, tidak apa-apa … Hanya ingin tahu saja.” Haris tergagap sambil menggelengkan kepala. “Rumah ini mungkin akan menguji pernikahan anda.”
Bibir Hanna yang cantik dan mungil langsung melengkung merosot menjadi kerutan. Hanna meletakkan tangan kirinya di tangan kanan Lucas dan meremasnya. Hanna mulai merinding karena merasa ditakut-takuti. Cincin kawin Hanna yang besar menonjol di jari-jarinya yang halus.
“Pernikahan kami solid, Tuan Hariz. Dan ini bukan rumah pertama yang kami beli. Kami pernah tinggal beberapa kali dengan rumah yang katanya menyeramkan. Dan kami baik-baik saja.” Ucap Hanna berusaha menentramkan diri.
“Ya, aku berharap tuan dan nyonya akan tetap solid setelah tinggal di rumah ini.” Kata Hariz yang dalam hatinya sangat menyangsikan ucapannya sendiri. “Mudah-mudahan tuan dan nyonya berjodoh dengan rumah ini.”
“Em … Saya merasa kalau anda ingin mengatakan rumah ini sangat berbahaya bagi keutuhan rumah tangga kami. Sebenarnya bagaimana rumah ini?” Tanya Lucas menjadi penasaran.
“Karena anda sudah menjadi pemilik rumah ini, maka saya akan mengatakan sedikit misteri yang ada di rumah ini.” Hariz menjeda sebentar uraiannya dan langsung saja aura ketegangan menyelimuti mereka. Setelah menghela nafas, Hariz pun melanjutkan penjelasannya, “Rumah ini adalah peninggalan seorang wanita yang bernama Ibu Nuning. Beliau adalah istri dari pejabat kompeni saat kita masih dijajah Belanda. Usia rumah ini sudah lebih 300 tahun. Ya, anda boleh percaya atau tidak, Ibu Nuning selalu menampakkan dirinya di waktu-waktu tertentu.”
“He he he … Kalau Ibu Nuning menemuiku … Aku akan langsung berkenalan dengannya, dan mungkin saya akan mengajaknya berkencan. He he he …” Kata Lucas yang sama sekali tak percaya dengan ucapan Hariz, bahkan meremehkan.
“Aku harap anda tidak bertemu dengannya.” Ucap Hariz sambil bermuka sedih. “Baiklah … Karena transaksi sudah selesai, maka dengan ini saya menyerahkan surat-surat kepemilikan tanah dan bangunan pada anda.” Hariz menyodorkan sebuntel berkas kepemilikan rumah kepada Lucas.
“Terima kasih.” Ucap Lucas sembari menerima berkas-berkas kepemilikan rumah dan tanah yang baru dibelinya.
Hariz kemudian pergi dengan membawa perasaan senang sekaligus sedih. Senang karena Hariz berhasil menjual rumah misteri yang telah menghancurkan keluarga bahagianya. Sedih karena dia merasa berdosa pada Lucas dan Hanna, seolah-olah dia telah mengantarkan keluarga itu ke jurang kehancuran yang paling dalam.
“Tulang-tulang rumah masih sangat bagus. Kayu jati asli memang sangat tahan lama. Tambah lama tambah keras.” Lucas menatap rumah yang baru saja ia beli dengan senyum puas. Rumah bergaya Belanda kuno tersebut di sebagian besar masih tampak baik. Di titik-titik tertentu perlu perbaikan, namun tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan. Dua menara masih berdiri tegak dan kokoh di kedua sisi rumah. Desain rumah klasik ini selain memiliki nilai artistik yang sangat tinggi juga sangat nyaman untuk ditinggali karena bentuknya yang sangat unik. “Bagaimana menurutmu, sayang?” Tanya Lucas pada Hanna.
“Aku masih kaget dengan harganya.” Hanna berjalan di samping suaminya. Terdengar bunyi berderak di bawah sepatu ketsnya. Hanna menyelipkan lengan di pinggang Lucas dan meremasnya. “Kita beruntung, sayang.” Hanna mencium pipi Lucas dan kemudian melihat kedua anak mereka yang sedang berjalan mendekat. “Kalian pasti menyukai rumah baru kita.” Lanjut Hanna pada Daniel dan Adelia.
“Wow! Kita tinggal di sini? Rumanya besar sekali.” Ucap Daniel terkagum-kagum. Daniel adalah seorang remaja tampan yang memiliki tubuh sangat ideal. Daniel memang punya badan kekar atletis, dadanya bidang serta otot-otot perutnya membentuk enam kotak mengagumkan. Banyak gadis yang merasa gemas apabila melihat pemuda itu. “Berapa kamar, Bu?” Daniel tidak bisa berpaling dari rumah barunya, memperhatikan aksen sirap sisik ikan tua dan bentuk geometris yang terukir halus di sekitar jendela. Selama dua puluh tahun, dia belum pernah melihat yang seperti ini.
“Ada empat belas ruangan, Daniel.” Hanna kembali meremas pinggang suaminya, kemudian berjalan mendekat dan berdiri di samping putranya. “Enam kamar tidur, tiga kamar mandi, ruang tamu, ruang kerja, perpustakaan, dapur, ruang makan, dan tentu saja, pintu masuk yang megah.”
“Empat belas?” Daniel menatap mata cokelat ibu tirinya yang hangat.
“Sebenarnya belum pasti, masih ada ruangan lain yang belum ibu periksa.” Hanna tersenyum padanya. “Ada kamar di sebelah ruang kerja yang terkunci. Penjualnya bilang dia tidak punya kuncinya.”
“Wow keren …” Kini Adelia bersuara. Sama seperti Daniel, gadis cantik itu terkagum-kagum dengan rumah barunya. Mata Adelia terus memperhatikan sekelilingnya. Adelia merasa takjub dan tanpa sadar mulutnya sedikit menganga.
Sebuah truk pickup melaju di jalan masuk rumah dan diparkir di samping rumah. Kakak Daniel, Raymond, melambai pada Daniel dengan gaya sinis dari kursi pengemudi. Istrinya, Nidya, melambai dan tersenyum pada Daniel juga sangat ramah. Nidya memiliki rambut hitam yang digelung ke atas, dan dia mengenakan t-shirt ketat. Daniel merasakan kurang senang dengan kedatangan Raymond, tetapi selalu mengharapkan kehadiran Nidya.
“Ya … Si brengsek datang!” Gumam Daniel sambil menatap ibu tirinya.
“Kamu tidak boleh begitu sama kakakmu. Sengaja ibu suruh dia datang untuk membantu beres-beres. Kita perlu tenaga.” Hanna menenangkan Daniel sambil memegang bahunya.
“Kenapa? Ngadu lagi? Dasar anak Mami!” Ujar Raymond kasar sambil sengaja menyenggol badan Daniel. Daniel menghela nafas sambil menahan amarah. Dalam hati, Daniel ingin sekali meninju mukanya.
“Dia tidak bersungguh-sungguh. Hanya bercanda.” Nidya berjalan dan memberi Daniel senyum simpatik. “Dia sebenarnya sangat perhatian padamu.” Nidya menepuk bahu kiri Daniel, lalu mengikuti suaminya masuk lebih dalam di rumah itu.
“Dia bersungguh-sungguh.” Bisik Adelia yang kini sedang berdiri di samping Daniel sambil terus menatap serta mengagumi rumah baru mereka. “Ini benar-benar monster, bukan?”
“Raymond atau rumah?” Daniel memandang Adelia, mengagumi senyumnya yang manis dan ramah.
“Keduanya?” Jawab Adelia sambil terkikik pelan.
“Ya, kamu benar.” Sahut Daniel. “Ayo, Adel, ayo kita pilih kamar kita!”
“Oke.” Kata Adelia sambil mengikuti langkah kakaknya.
Lalu, mereka pun membersihkan rumah sebelum menempatkan barang-barang ke dalam ruangan baru. Mereka senang dengan rumah barunya yang jauh lebih mentereng dibandingkan dengan rumah sebelumnya. Hanna dan Lucas mengambil kamar tidur utama di lantai dua sebagai kamar mereka. Daniel mengambil kamar tidur di lantai dua yang sangat luas, dan bahkan ada bilik lemari. Sedangkan Adelia ingin memiliki ruang yang lebih privasi. Gadis itu mengambil kamar tidur di menara timur, di atas kamar Daniel. Raymond dan Nidya menyiapkan kamar tidur tamu untuk diri mereka sendiri di seberang lorong dari kamar tidur utama. Pasangan itu berencana menghabiskan akhir pekan di rumah baru orangtuanya. Mereka akan tinggal di sana pada Sabtu malam ini, membantu merapikan barang-barang pada hari Minggu, kemudian pulang pada Minggu malam, kembali ke rumah sederhana mereka di seberang kota.
Rumah itu jelas merupakan produk pada zamannya. Hanya jalan masuk dan ruang tamu di lantai dua yang memiliki tata ruang terbuka. Semua kamar lain tertutup dan terkotak-kotak. Di sekeliling rumah, ada panel kayu yang kaya dengan ukiran dan tatahan yang cantik. Pembangun rumah ini rupanya sangat suka menuangkan detail yang berlebihan. Rumah besar seperti ini tentu saja akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit ketika rumah itu dibangun pada tahun 1716.
Hari sudah gelap, akhirnya keluarga itu menikmati pizza yang telah dipesan dan diantar oleh ojeg online. Semuanya makan pizza sambil berbincang-bincang tentang rumah baru mereka. Daniel yang tidak ingin berlama-lama dengan Raymond, pamit untuk mandi di seberang lorong dari kamar tidur barunya. Daniel melangkah memasuki kamar mandi yang lumayan luas itu. Ada shower dan bathtub juga di sana. Daniel pun mulai membersihkan badan yang sudah tak karuan.
Di lantai bawah, Hanna mencuci piring sambil memikirkan kemungkinan perlunya merombak ruang dapur agar lebih representatif. Bagi Hanna dapur adalah dunianya. Masakan apa saja bisa ditangani. Apalagi rendang dan sambaladonya. Tiba-tiba Hanna merasa ada hawa dingin di belakangnya. Hanna pikir Lucas sedang berjalan dan mendekatinya. Tak lama, Hanna latah spontan karena pantatnya ditepuk.
“Hei! Apa yang kamu lakukan, Lucas!” Pekik Hanna setengah kesal sambil terus mencuci piring.
“Apa?” Lucas agak berteriak dari tempat dia yang sedang membersihkan meja makan dengan bantuan Nidya.
Sontak saja, denyut nadi Hanna bertambah cepat dan dia berbalik, tetapi tidak ada seorang pun di belakangnya. Hanna berpikir tidak mungkin Lucas dengan sangat cepat kembali ke tempatnya setelah menepuk pantatnya. Hanna mematikan kran air wastafel dan meletakkan tangannya di pinggul. Ini aneh. Dia berani bersumpah seseorang memukul pantatnya. Hanna menatap lekat ke arah Lucas, sementara pikirannya seperti mengambang di udara.
“Tidak ada, sayang,” Hanna kemudian merespon. Lucas pun kembali membersihkan meja.
Dan sekarang, Hanna masih tertegun. Setengah kesadarannya seakan hilang saat memikirkan kejadian yang baru saja ia alami. Bahkan syaraf-syaraf otaknya seperti menggerakannya. Tanpa sepatah kata pun, Hanna berjalan keluar dari dapur, menyusuri lorong, dan ke atas. Pikiran muncul di benak Hanna bahwa dia harus menggunakan kamar mandi meskipun dia benar-benar tidak tahu apa yang akan dilakukan di sana. Hanna berjalan ke kamar mandi di seberang kamar baru Daniel. Hanna membuka pintu dan menyelinap masuk begitu saja. Hanna bisa mendengar Daniel bernyanyi dengan lembut saat dia menggosok dirinya sendiri. Jantung Hanna berdegup kencang. Hanna membiarkan pintu terbuka di belakangnya dan berjalan ke tirai kamar mandi. Entah apa yang Hanna pikirkan, dia merasa perlu membuka tirai.
“I can’t stop loving you …” Daniel masih terus bernyanyi. Tiba-tiba tirai kamar mandi terbuka dan Daniel memekik bernada tinggi. Dia berbalik untuk melihat ibunya berdiri di sana dengan pandangan jauh di matanya. “Sial, Bu, apa yang ibu lakukan?” Teriak Daniel sembari menutupi kemaluannya dengan kedua tangan.
Jeritan itu menyadarkan Hanna. Dia seperti terbangun dari mimpinya. “Oh, maafkan aku, Daniel. Aku tidak tahu ada orang di sini.” Dia menatapnya dari atas ke bawah. Tubuh remajanya yang sembada dan licin karena air. Dia tidak bisa tidak memperhatikan tubuh Daniel yang atletis. “Aku… um… Ibu kira kamar mandi ini kosong.”
“Apakah ibu tidak mendengarku bernyanyi?” Ucap Daniel sembari membalikkan badan. Lagi-lagi mata Hanna disuguhkan oleh bokong remajanya yang seksi. “Keluar, Bu!!!”
“Tentu saja, maaf. Maafkan ibu, Daniel.” Hanna mundur kembali ke lorong dan menutup pintu.
Itu semua sangat aneh. Tiba-tiba Hanna merasa sangat aneh. Wanita cantik itu berjalan kembali ke tangga dengan perasaan paling aneh yang pernah ia rasakan. Hanna seperti bergerak dalam gaun kolot. Dia seperti orang lain, bukan sebagai diriya. Hanna lalu menatap ke tubuhnya untuk memastikan bahwa dia sebenarnya masih mengenakan t-shirt dan celana jins. Hanna mencoba mengatur nafas. Berusaha mengeyahkan pikiran aneh dari kepalanya. Setelah agak tenang, Hanna pun masuk ke kamarnya lalu merebahkan diri di atas kasur. Pikiran Hanna terasa sangat lelah dan tak lama ia pun tertidur pulas.
Sesuatu membangunkan Daniel di tengah malam. Matanya terbuka karena silau dengan nyala lampu, padahal sebelum tidur lampu dimatikan. Daniel merasakan udara dingin menyambar kulitnya. Udara malam yang dingin menyelimuti sekitar ruangan. Tirai jendela Daniel berkibar di bawah sinar bulan saat angin sepoi-sepoi bertiup melalui jendelanya yang terbuka. Kapan dia membuka jendela? Dan jika angin bisa membuka jendela pasti angin yang bertiup adalah angin yang besar bukan angin sepoi-sepoi. Daniel melihat ke pintu kamar tidurnya dan melihat pintu itu juga terbuka. Padahal sebelum tidur ia telah menutupnya. Itu aneh. Bunyi gedebuk terdengar di aula dan bergema ke kamarnya. Itu juga yang membuatnya terbangun. Dan kemudian terdengar suara pukulan yang lain. Tak lama, suara itu menjadi suara ketukan berirama yang stabil. “Itu bukan suara hantaman melainkan suara tamparan,” pikir Daniel dalam hati. Mungkin kakaknya yang menjijikan mencoba mengerjainya. Daniel membuka selimut dan berjalan menuju pintu. Lantai yang halus dan dingin menempel di kakinya. Daniel memeluk dirinya sendiri melawan angin. Di kamarnya sangat dingin.
Begitu sampai di pintu, Daniel mengintip ke aula. Di sebelah kanannya semuanya sunyi di tangga yang menuju ke kamar saudara perempuannya di menara timur juga tak ada apa-apa. Di sebelah kirinya, aula itu memanjang jauh. Melewati tangga besar, sampai ke pintu kamar tidur utama yang tertutup di mana orangtuanya tidur.
“Apa?” Mata Daniel melebar.
Seorang wanita telanjang dengan rambut hitam panjang menjuntai ke bawah, payudara besar, dan perut hamil menyandarkan sikunya di pagar yang menghadap ke tangga besar. Daniel hanya bisa mendengar dengkuran lembut si wanita hamil tersebut. Di belakang si wanita sedang ‘bekerja’ seorang pria muda yang mungkin seumuran Daniel, atau mungkin sedikit lebih tua. Si pemuda mencengkeram pinggul wanita hamil itu dan mendorong kemaluannya keluar masuk organ intim si wanita dengan penis besarnya. Gerakan si pemuda begitu cepat, Daniel mengira si pemuda akan segera klimaks, tetapi sebaliknya, dia malah menabraknya lagi dan lagi. Di lantai, di sekeliling pasangan yang sedang kawin itu berserakan pakaian kuno. Tentu saja, penis Daniel mengeras di bawah piyamanya.
Wanita berambut hitam panjang itu menoleh dan menatap Daniel. Mata hitamnya berkobar ke dalam jiwanya. “Itu dia, sayang. Ooohh…” Si wanita menggertakkan giginya dengan setiap dorongan. “Ikatan dan kontrak yang harus dibuat.” Si wanita berbicara dengan lembut tetapi kata-kata itu terbawa ke lorong panjang menuju Daniel. “Kami membayar dan menerima dan Iblis mengambil haknya.” Seluruh tubuhnya bergoyang luar biasa dengan setiap dorongan keras. Daniel merasakan gairahnya terbakar hanya dengan melihat aktivitas senggama mereka. Daniel tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Tapi yang pasti pemuda itu sangat menginginkannya.
“Siapa… Siapa…?” Daniel tergagap. “Kamu siapa?”
“Saya ibu Nuning … Kamu tidak mengenal saya. Tapi kamu bisa seperti kuda pejantan yang hebat jika kamu mau.” Wanita itu tersenyum manis dengan senyum sendu. “Kamu bisa mempunyai semua yang kamu lihat sekarang.”
“Bagaimana?” Daniel memperhatikan buah pantat si wanita yang bergetar karena tumbukan dan lekuk indah punggungnya yang halus.
“Kamu hanya perlu mengatakan bahwa kamu menginginkan saya.” Ibu Nuning menggerutu saat pemuda di belakangnya mempercepat gerakannya. Tidak ada kelembutan di bawah sana. “Katakan kamu akan membayar harga untuk memiliki apa yang kamu inginkan.”
“Aku… aku…” Daniel memang menginginkannya.
“Katakan persetujuanmu, sayang. Kemudian, kamu akan menikmati kesenangan ini.” Ibu Nuning mengejang nikmat saat si pemuda mendengus dan berhenti bergerak. Jelas si pemuda klimaks di dalam tubuh Ibu Nuning. Wanita hamil itu pun mendorong tubuh si pemuda hingga penyatuan tubuh mereka terlepas. Ibu Nuning berdiri si sebelah si pemuda sambil memegang penisnya yang masih tegak dan keras. “Bayar harganya dan kamu bisa mendapatkan apa yang dimiliki pemuda yang manis ini. Selama-lamanya.” Ibu Nuning terus menatap Daniel sambil menyeringai.
“Saya mau kamu.” Daniel tidak tahu berapa harganya, tetapi dia lebih dari bersedia membayar apa pun. “Aku akan membayar harganya.”
“Anak baik.” Kata Ibu Nuning. Dan dengan itu, Ibu Nuning dan pemuda di sebelahnya menghilang, bersama dengan semua pakaian mereka.
“Halo?” Ucap Daniel pelan sembari mengedarkan pandangan.
Tiba-tiba Daniel merasakan kehangatan di penisnya yang kaku. Awalnya terasa menyenangkan, tetapi kemudian dengan cepat menjadi tak tertahankan. Itu sangat panas. Bolanya juga. Segala sesuatu di bawah sana terasa seperti terbakar. Daniel berlari melintasi aula menuju kamar mandi lalu menyalakan pancuran air dingin ke dalam bathtub. Daniel melompat dengan piyamanya yang masih terpasang dan menurunkan pantatnya. Air dingin tidak membantu mendinginkan penisnya yang demam. Penis Daniel bersinar dengan warna kemerahan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Tak lama Daniel menyaksikan dengan mulut menganga kalau penisnya tumbuh. Dengan setiap denyut nadinya, itu menambah ketebalan dan panjangnya. Urat-urat vena mendefinisikan diri mereka sendiri di sepanjang porosnya. Kepala penis membengkak dan berubah warna menjadi ungu tua. Daniel berusaha untuk tidak hiperventilasi. Setelah beberapa menit, penisnya berhenti tumbuh dan menonjol dari tubuhnya yang atletis dengan proporsi yang mengerikan. Mungkin panjangnya tidak kurang dari 20 sentimeter dan sangat tebal. Cahaya meninggalkan penisnya, lalu menyebar ke bolanya. Sekarang mereka juga tumbuh seiring dengan setiap detak jantungnya. Daniel mengulurkan tangan dan meraih penisnya dengan kedua tangan dan membelai. Dia belum pernah merasakan kesenangan seperti itu sebelumnya. Ketika bolanya berhenti mengembang, bola-bola itu cukup bengkak dan terlihat urat ungu kecil yang bersilangan.
“Ya Tuhan, aku … akan … meledak.” Daniel melepaskan semburan air mani ke tirai kamar mandi dan menyiprat ke lututnya. Itu lebih banyak air mani daripada yang biasa dia hasilkan dalam sebulan penuh. Penisnya menjadi lembut, tetapi itu masih sangat besar.
Daniel membersihkan air mani ke saluran pembuangan, berdiri, dan mematikan pancuran. Masih basah kuyup, Daniel segera keluar dari kamar mandi dan masuk ke aula. Penisnya berayun seperti pendulum di antara pahanya. Daniel berhasil menyeberangi lorong hingga sampai ke kamar tidurnya, menutup pintu di belakangnya, dan membersihkan tubuhnya lalu membaringkan badan yang telanjang di tempat tidur. Daniel melihat ‘perkakas’ miliknya. Daniel sangat ketakutan. Itu terlalu besar. Daniel benar-benar gusar tapi untungnya ia segera tertidur, dan memimpikan mimpi surgawi, menyetubuhi Ibu Nuning dari belakang.
Semua orang menyukai hari minggu, seperti mereka-mereka yang menantikan sebuah hari kemenangan. Begitu pula dengan Hanna. “Minggu yang cerah membuatku sangat bersemangat, ditambah rumah ini, membuatku semakin bersemangat,” pikir Hanna dalam hati sambil berjalan menyusuri aula lantai dua dengan mengenakan gaun terusan sebatas lutut yang kasual. Ini adalah pagi yang cerah dan sebagian besar keluarga sedang sarapan di ruang makan kecuali Daniel. Daniel belum bangun, yang sangat tidak biasa baginya. Daniel sering menjadi orang pertama yang bangun dan sarapan. Daniel mungkin begadang karena membaca buku atau sesuatu. Hanna mengetuk pintu, tetapi tidak mendapat jawaban. “Daniel, ibu masuk.” Hanna membuka pintu dan melangkah masuk. Hanna menemukan Daniel berbaring di atas selimut, tengkurap. Pantat seksinya hampir membutakan Hanna di bawah sinar matahari pagi. Hanna terkikik pada dirinya sendiri, betapa seksinya bokong Daniel. Sebenarnya ada keinginan untuk menyentuh bokong Daniel. Namun Hanna menahannya.
“Daniel?” Hanna berjalan ke tempat tidur dan mengguncang bahu Daniel. Lagi-lagi Hanna memperhatikan bokong Daniel yang bulat dan kuat. “Waktunya bangun, sayang.” Ucap Hanna lagi sembari menggoyang-goyangkan bahunya.
“Apa?” Dengan grogi, Daniel menoleh dan mengedipkan mata ke arah ibunya. Dia selalu tahu kalau ibu tirinya adalah wanita cantik, tetapi pada saat itu, Hanna terlihat sangat memikat. Mata Daniel tertuju ke belahan dadanya saat dia membungkuk. Pipi Daniel memanas dan Hanna menatap sambil tersenyum manis. Daniel memandang dada Hanna nanar. Buah dadanya begitu bulat proporsional tercetak dibalik gaun ketat yang ia kenakan.
“Sudah waktunya untuk bangun.” Hanna memperhatikan Daniel yang sedang mengintip gaunnya, tetapi Hanna tidak keberatan. Entah mengapa ada perasaan senang saat Daniel memperhatikan dadanya. “Kita akan berangkat ke gereja dalam satu jam. Kamu harus bersiap-siap dan sarapan dulu sebelum berangkat ke gereja.” Hanna menegakkan tubuh dan mengedipkan mata pada Daniel. “Cepatlah mandi dan berganti pakaian. Bersiaplah segera dan sarapan.” Hanna berusaha keras untuk tidak tertawa saat meninggalkan ruangan. Dia menutup pintu setelah keluar dari kamar.
“Oh, sial!” Daniel baru menyadari setelah Hanna pergi bahwa dirinya telanjang. Dia membalikkan tubuh hingga terlentang. Kontol raksasanya jatuh ke perutnya. “Oh, besar sekali.” Dia melihat ke bawah mengagumi harta warisan leluhurnya yang perkasa. Tapi, bagaimana dia bisa memasukkan semua itu ke dalam celana?
Daniel melompat dari tempat tidur, melakukan yang terbaik untuk menyelipkan monster itu dengan nyaman ke dalam celana dalam, dan mengenakan pakaian gerejanya. Ketika Daniel tiba di lantai bawah, dia menemukan saudara-saudaranya di ruang makan menghabiskan sarapan mereka.
“Si kunyuk baru bangun.” Kata Raymond di antara suapan. Raymond mengenakan setelan yang tidak pas, yang tidak bisa menahan bahunya yang lebar. Dia memakai dasi biru dibalik jasnya.
“Selamat pagi, Daniel.” Nidya memberi Daniel senyum sedih yang mengisyaratkan bahwa dia merasa kasihan pada Daniel, tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa.
“Kenapa kamu berjalan sangat lucu?” Adelia memandang Daniel dari atas ke bawah saat Daniel duduk dan mengambil sarapan untuk dirinya sendiri.
“Hanya pegal-pegal karena kemarin.” Daniel berbohong sambil membalik dasi merahnya di atas bahunya untuk menjauhkannya dari makanan.
“Apakah kamu hernia, bro?” Raymond menertawakan leluconnya sendiri dan menatap istrinya. Nidya terpecah antara mendukung suaminya atau tidak ingin mempermalukan Daniel yang malang lebih jauh. Nidya memilih yang pertama dan tertawa kecil, tetapi tidak melakukan kontak mata dengan salah satu dari mereka.
Baik Adelia dan Nidya sudah mengenakan pakaian gereja mereka. Mata Daniel melihat payudara mereka yang membengkak di bawah pakaiannya. Payudara mereka terlihat begitu menggoda walaupun milik Nidya terlihat lebih besar dari Adelia. Payudara mereka sangat mulia. Kurva yang sempurna benar-benar ada pada setiap dari mereka.
“Apa yang salah sekarang?” Fitur tajam Adelia diperlihatkan dengan ekspresi ingin tahu di wajahnya.
“Tidak ada. Hanya rasa tidak enak di mulutku.” Daniel berusaha menjaga pikirannya tentang Adelia tetap bersih, tetapi segala macam gambaran panas muncul di otaknya. Apakah dia mencukur vaginanya? Seperti apa bokongnya? Tentu, Daniel telah melihatnya dalam pakaian renang beberapa kali, tetapi Daniel tidak pernah benar-benar melihat dalamannya. Daniel benar-benar cemas dengan pikiran kotornya karena mendorong kontol raksasanya membengkak dipenuhi darah. Sebelum menjadi sakit terjepit, buru-buru Daniel membuang pikiran kotornya. “Bagaimana kamu tidur di menaramu?” Sial, sekarang Daniel malah berpikir tentang Adelia yang berbaring telanjang di tempat tidur. Dunia menjadi kacau balau.
“Aku tidur nyenyak seperti bangkai.” Adelia memiringkan kepalanya ke arah Daniel. “Ada apa denganmu hari ini?”
“Tidak ada … Tidak ada apa-apa …” Daniel menggelengkan kepalanya.
“Aku pikir dia akhirnya mencapai pubertas.” Kata Raymond melecehkan.
“Cukup Raymond …!” Lucas masuk ke ruang makan dengan jaket dan dasinya. “Oke, semuanya … Ayo kita berangkat!”
Semua orang kecuali Daniel bangkit dari meja dan membawa piring mereka ke wastafel. Daniel duduk di sana selama lima menit dan perlahan memakan sarapannya sampai penisnya mengempis. Entahlah, Daniel merasa aneh hari ini. Pikirannya selalu kemana-mana jika melihat keindahan wanita yang membuat kontol raksasanya mengeras dan sakit. Mungkin dia memang terlambat mencapai pubertas. Kemudian Daniel memikirkan Ibu Nuning dan rasa dingin langsung menjalari tulang punggungnya. Daniel merasa ada sesuatu yang lain merasuki dirinya. Daniel benar-benar ketakutan.
Akhirnya, Hanna datang untuk menjemputnya. “Kenapa masih di sini? Daniel ayo …!”
“Oh, baik Bu.” Daniel bangkit dan mengikuti Hanna keluar rumah. Lagi-lagi juniornya meronta-ronta ketika melihat gerakan pipi pantat ibu tirinya. Ini aneh. Ini tidak normal. Daniel sangat takut. Dia perlu berbicara dengan seseorang. Pendeta? Tidak mungkin. Ayahnya? Itu akan menjadi aneh. Adik perempuannya? Tidak. Ibu tirinya? Kupu-kupu langsung berterbangan di perut Daniel saat dia berpikir untuk curhat pada ibu tirinya. Daniel tidak yakin mengapa, tapi itu pasti dia.
Pada Minggu sore, Hanna duduk di lantai ruang perpustakaan membongkar dan mengatur buku. Jeans dan t-shirt yang dia kenakan kotor dan berdebu karena seharian bekerja. Kerjanya berhenti ketika dia menarik sebuah novel yang berjudul ‘Cinta Pertama’ karya Patar Tambunan dari rak buku. Hanna ingat pernah membaca buku tersebut ketika dia masih kuliah. Sebuah kisah cinta antara seorang pria remaja dan seorang wanita yang lebih tua. Sebuah kisah romantis yang manis, yang akan membuat para pembacanya berbunga-bunga. Hanna membuka novel di tangannya dan membuka secara acak lalu membacanya. “Efek dari sebuah cinta bisa begitu besar. Kerasnya hati seseorang bisa luluh dengan perasaan cinta. Kesedihan yang berlarut pun bisa diredakan dengan cinta. Kasih sayang yang diberikan orang terdekatmu dapat memberikan perubahan yang besar dalam hidupmu. Maka, jagalah seseorang yang kamu sayang dengan sungguh-sungguh. Jaga dia dan berikan kenyamanan untuk melengkapi satu sama lain.”
Antara sadar dan tidak, tiba-tiba Hanna merasa bahwa dia telah pindah ke alam mimpi. Seorang wanita hamil dengan gaun kuno berdiri di sampingnya, menatap buku itu. Si wanita hamil berambut hitam panjang itu berkata, “Itu buku bagus untuk dibaca. Buku itu memberitahu kita bahwa cinta itu penuh pemberian, bukan meminta untuk diberikan. Cinta itu penuh ketulusan, bukan penuh dengan paksaan. Cinta tak pernah membeda-bedakan sifat, raga, jasmani, harta seseorang. Karena cinta hanya keikhlasan dan ketulusan hati kita untuk seseorang.”
Hanna menatap wanita itu dan perasaan tenang menyebar ke seluruh tubuhnya. “Kamu siapa?”
“Nama saya Nuning. Orang memanggilku Ibu Nuning. Bagaimana kabarmu?” Ibu Nuning mengulurkan tangannya.
“Saya … Hanna …” Hanna mengambil tangan Ibu Nuning. Hanna meraih tangan itu dan dengan hati-hati meletakkan bibirnya di buku-buku jari Ibu Nuning. Kulit wanita itu terasa dingin di bibir hangat Hanna. Apakah wanita saling menyapa dengan cara ini bertahun-tahun yang lalu? Hanna tidak berpikir begitu, namun yang pasti Hanna merasa wanita di sampingnya layak diperlakukan demikian.
“Lanjutkan,” kata Ibu Nuning. “Baca bagian lain.”
“Tentu.” Hanna merasa seluruh dunia sudah berkabut. Dia membalik halaman dan membaca. “Waspadalah terhadap cinta wanita; waspadalah terhadap ekstasi itu – candu yang lambat itu. Meskipun bercinta adalah puncak tertinggi dari cinta, kita harus belajar menjadi seorang manusia.”
Ibu Nuning tertawa. Itu adalah suara gemerincing yang indah. Dia memegang perutnya yang bengkak. “Saya senang Dimas saya tidak pernah membaca buku itu. Kita tidak akan memperingatkan anak laki-laki kita dengan kata-kata itu, bukan? Saya yakin dia berusia delapan belas tahun ketika saya membaca ini.”
“Tahun berapa itu?” Hanna melihat kembali ke mata hijau yang memesona itu.
“Saat itu tahun 1716.” Ibu Nuning tersenyum.
“Oh … Lama sekali …” Hanna terperangah.
“Nah, Hanna … Apakah kamu ingin tahu kesenangan yang saya rasakan dengan Dimas saya?” Senyum Ibu Nuning mengembang dan wajahnya yang pucat memancarkan kebahagiaan.
“Saya tidak paham.” Hanna menggelengkan kepalanya, mencoba membersihkan sarang laba-laba dari otaknya.
“Kamu akan mendapatkan seks terhebat jika mau menerima anakmu,” kata Ibu Nuning. “Anakmu adalah surgamu. Dia adalah pasangan sejatimu … Hanna yang manis.”
“Tidak!!!” Hanna menjatuhkan buku itu dan mengacak-acak rambut hitamnya yang panjang. “Tidak, ini salah!!!” Hanna berteriak saat ia benar-benar tersadar.
“Bu … Apakah kamu di sini?” Daniel menjulurkan kepalanya ke ambang pintu perpustakaan.
Hanna mendapati dirinya terbaring di lantai di tengah-tengah semua buku itu. Hanna bangkit lalu duduk dan melihat sekeliling ruangan dengan liar. Ibu Nuning sudah pergi. Apakah Hanna tertidur saat bekerja membersihkan perpustakaan? Sungguh mimpi yang aneh. Keadaan yang benar-benar aneh. Hanna melihat ke putranya yang memiliki garis kekhawatiran yang terukir di dahinya. Lalu berkata, “Ada apa, sayang?”
“Kurasa aku perlu ke dokter.” Daniel melangkah ke perpustakaan dan menutup pintu di belakangnya. Pintunya terkunci otomatis dari dalam. Itu adalah fitur yang aneh untuk perpustakaan. Daniel berdiri tepat di depan ibu tirinya yang masih terduduk di antara buku-buku. “Bu … Aku takut … Ada perubahan pada diriku.” Daniel menunduk menatap ibunya. Garis besar tali bra di bawah t-shirt Hanna membuat Daniel terpesona. Selama ini Daniel tidak pernah benar-benar memperhatikan betapa indahnya payudara yang bulat dan penuh yang Hanna miliki. Daniel pun mengalihkan pandangan dan mencoba untuk tidak menatap, bagaimana payudara Hanna melengkungkan logo di bajunya.
“Tidak ada asuransi, ingat? Mudah-mudahan ketakutanmu tidak membawamu ke dokter.” Hanna berdiri dan membersihkan diri, mengibaskan debu-debu yang menempel. “Katakan pada ibu. Apa masalahmu?”
“Tadi malam aku bermimpi aneh tentang seorang wanita hamil, dan kemudian ini terjadi.” Tanpa ragu Daniel membuka kancing celananya.
“Tunggu, Daniel … Apa yang kamu lakukan …?!” Hanna memekik tetapi langsung terkesiap dan kehilangan akal sehatnya saat Daniel menurunkan celana dan celana dalamnya dan Hanna bisa melihat dengan baik apa yang tergantung di antara kedua kaki Daniel.
“Lihat ini, Bu … Aku sangat takut dengan perubahan kelaminku … Itu sebabnya aku butuh dokter.” Daniel memandang ibu tirinya lekat-lekat.
“Apakah itu nyata?” Hanna ragu-ragu berjalan ke arah putranya. Itu terlihat sangat nyata. Warna kulitnya pas untuk Daniel. Sangat menakjubkan. Sebongkah besar daging bergoyang saat Daniel memindahkan berat badannya dari satu kaki ke kaki lainnya.
“Aku serius Bu … Aku sangat takut …” Daniel melirik sekilas saat Hanna mendekat. Mata Hanna menyipit, dan Hanna bergerak hampir seperti kucing yang sedang berburu. Itu membingungkan Daniel.
“Aku harus menyentuhnya.” Hanna mendekatinya dan mengulurkan tangan kirinya ke daging gemuk setengah lembut milik Daniel. “Hanya untuk memeriksa.” Hanna mengusap ujung jarinya ke bawah dan benda itu tersentak dan tumbuh sedikit. “Oh … Ini sangat nyata.” Hanna menghirup napas dalam-dalam. “Ini sangat nyata.” Di kepalanya Hanna mendengar suara Ibu Nuning. Hanna hanya perlu menerima anaknya dan dia bisa memiliki seks terhebat selamanya.
“Bu … Eh … Lebih baik ibu berhenti sekarang.”
“Tunggu sebentar, sayang …” Hanna perlahan-lahan melingkarkan jari-jarinya di sekitar benda yang sangat besar itu dan meremasnya, menekan jemarinya ke dalam daging yang kenyal itu. Tak lama, beberapa bagian dari otaknya memancarkan lampu peringatan dan memperingatinya. Bayangan moral dan etika terlintas di otaknya. Setelah apa yang terjadi seharusnya ia malu. Hanna pun melepaskan benda keras putranya.
“Maaf, tadi hanya spontanitas.” Ucap Hanna malu. Daniel melihat ke bawah. Penisnya sekarang hampir sepenuhnya keras, kepala ungu dan pembuluh darah menonjol. Hanna pun melanjutkan ucapannya, “Pergi mandi air dingin, Daniel, dan kita akan membicarakannya nanti.” Hanna berjalan cepat ke arah pintu dan mendorongnya. “Dan demi Tuhan, tarik celanamu ke atas.”
Daniel berbalik, menarik celananya, dan bergegas ke pintu. Air mata menggenang di matanya. Daniel sangat bingung dan takut. Daniel membuka pintu dan bergegas ke aula. Pemuda galau itu pun bergerak ke kamarnya dan menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Daniel berpikir sesuatu yang sangat tidak biasa pasti memiliki sesuatu yang abnormal di belakangnya. Daniel mencoba menekan kegusarannya agar tidak terjadi kepanikan.
Sementara itu dada Julia naik turun dan dia menggelengkan kepalanya. Apa yang terjadi beberapa hari belakangan ini sungguh diluar nalar. Ditambah kini dengan realitas penis aneh Daniel saat dia memegangnya. Daniel bilang itu perubahan. Hanna cukup yakin perubahan penis tidak secepat itu. Ya Tuhan, kepunyaan Daniel sekarang dua kali ukuran ayahnya. Akhirnya Hanna memutuskan untuk berselancar di internet. Hanna bermaksud mempelajari pertumbuhan kelamin pria.
—ooo— Minggu malam bergulir dan Lucas menemukan Daniel di kamarnya setelah Hanna memberitahukan masalah yang sedang dihadapi Daniel kepadanya. Daniel sedang berbaring di tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Astaga, Lucas bisa melihat tonjolan penis lembutnya di celana pendek yang Daniel kenakan. Daniel terperanjat saat Lucas masuk begitu saja ke dalam kamarnya. “Ibumu memberitahukan kalau kamu mempunyai masalah di kemaluanmu. Bangun, Daniel … Mari kita lihat. Ayah dan ibumu sudah mencari di Google tentang kondisimu dan tidak menemukan apa-apa. Ayah dan ibu berpikir jika terlihat sehat, kita sebut saja ini sebagai lonjakan pertumbuhan yang tidak biasa.”
“Oke, Yah …” Daniel turun dari tempat tidur, berdiri di atas lantai dengan kaki telanjang, dan menjatuhkan celana pendeknya.
Nafas Lukas tersendat-sendat. Lucas bertanya dalam hati, “Bagaimana ini bisa terjadi? Bila benar Daniel mengatakan perubahan. Perubahan ini sangat abnormal. Bagaimana bisa dia mempunyai kontol sebesar itu? Keluargaku tidak pernah menurunkan gen seperti ini.” Dan masih banyak pertanyaan lain yang menguasai Lucas saat itu.
“Aku tahu kalau aku tidak sebesar ini sebelum malam kemarin. Aku mengetahuinya saat penisku terasa panas. Sejak saat itulah dia membesar. Apakah ini normal, ayah?” Tanya Daniel agak malu pada ayahnya.
“Jelas ini tidak normal. Tapi bila punyamu tidak merasa sakit, berarti tidak apa-apa. Kecuali sekarang kamu merasa sakit, kita perlu memeriksanya ke dokter.” Ungkap Lucas sembari memegangi kontol Daniel yang besar dan panjang. Lucas diam-diam merasa iri dengan kepemilikan anaknya.
“Tidak ada rasa sakit. Tapi jadi aneh saja. Karena tiba-tiba dia membesar sendiri.” Kata Daniel. Sebenarnya Daniel sadar kalau penisnya membesar setelah berbicara dengan Ibu Nuning kemarin malam. Tetapi, Daniel tidak yakin kalau Ibu Nuning adalah penyebabnya. Daniel khawatir ada suatu penyakit yang tiba-tiba menyerangnya.
“Seperti kata ayah tadi … Bila tidak sakit, kita bisa menganggap lonjakan pertumbuhan yang tidak biasa. Saran ayah, kamu tidak usah terlalu khawatir dengan perubahan ini. Anggap saja anugerah yang kamu terima.” Ujar Lucas bijaksana.
“Rumah ini sangat besar. Butuh waktu lama bagi kita untuk menemukan …” Nidya berjalan masuk ke kamar Daniel tanpa permisi dan langsung rahangnya turun. Adelia yang berjalan di sebelah Nidya langsung menutup mulut dengan kedua tangannya. Pipi kedua wanita itu dengan cepat memanas dan kemerahan. Keempat mata tertuju pada penis Daniel.
“Apa yang kalian lakukan di sini?!” Teriak Daniel marah bercampur malu, sampai-sampai Daniel lupa menarik celananya.
“Apa… Apa yang terjadi, ayah?” Tanya Adelia yang tidak bisa berpaling dari benda mengerikan di antara kedua kaki Daniel.
“Ayah sedang memeriksa kakakmu yang menganggap punya masalah dengan kemaluannya. Tapi menurut ayah, ini sangat alami.” Lucas segera bergerak menuju pintu dan mencoba menggiring kedua wanita itu kembali ke aula. “Ayah dan Daniel masih perlu mendiskusikannya. Sekarang kalian keluar.”
“Tapi itu …” Adelia dan juga Nidya membiarkan diri mereka didorong keluar ruangan.
“Jangan membuat keributan oke … Kakakmu perlu privasi.” Lucas kemudian menutup pintu, dan suara mereka memudar di lorong.
“Jadi … Bagaimana ini, ayah?” Tanya Daniel dengan nada khawatir.
“Menurut ayah … Untuk beberapa hari ini, kita akan melihat perkembangannya. Apabila kamu merasa baik-baik saja berarti tidak ada masalah. Dan apabila kamu mengalami gangguan atau rasa nyeri, barulah kita ke dokter. Ayah punya feeling kalau perubahanmu tidak akan berdampak apa-apa.” Jelas Lucas.
“Aku harap begitu.” Ucap Daniel masih bernada khawatir.
“Kamu bisa memakai celanamu sekarang.” Lucas memperhatikan Daniel menarik celana pendek dan celana dalamnya, dia berjuang untuk memasukkan barangnya ke dalam pakaiannya.
Tiba-tiba pintu terbuka dan Hanna masuk ke dalam kamar, “Jadi bagaimana keputusannya?” Tanya Hanna kemudian.
Lucas menjawab, “Jadi, sudah diputuskan. Jika itu menyakitkan atau berubah dengan cara apa pun, Daniel akan memberi tahu kita. Jika tidak, ini akan menjadi yang terakhir kita bicarakan.”
“Ya, bagus …” Hanna menatap Daniel sambil tersenyum.
“Kalau begitu … Kita selesai.” Kata Lucas sambil berjalan keluar kamar.
Hanna masih berdiri, “Ibu terpaksa melibatkan ayah karena ibu tidak mengerti dengan masalahmu. Tentu ayahmu lah yang lebih mengerti dengan permasalahanmu. Maafkan ibu ya …”
“Tidak masalah, bu … Ya, ayah benar, aku tidak seharusnya khawatir karena selama ini aku merasa tidak apa-apa.” Jawab Daniel sambil membalas senyuman ibu tirinya.
Hanna berbalik dan berjalan ke pintu dan sebuah pikiran tiba-tiba memasuki pikirannya. Hanna kemudian menatap Daniel yang masih berdiri di sana. “Bergembiralah. Akan jauh lebih buruk jika mereka melihat penismu yang kecil. Kurasa kamu harus bangga mempunyai penis besar. Benar kan?” Hanna tersenyum hangat, senyumnya penuh perhatian, tetapi Hanna berpikir bahwa itu adalah hal yang sangat aneh untuk dia ungkapkan pada Daniel.
“Terimakasih bu …” Daniel mendongak dan tersenyum kembali. “Ya, tentu.”
“Bagus. Kalau begitu, semuanya beres.” Hanna menyelinap keluar pintu dan menutupnya di belakangnya.
Mimpi menyelinap melewati Daniel saat dia tidur. Mimpinya begitu nyata sehingga ia kalang kabut karena tidak bisa membedakan mana mimpi dan nyata. Berkali-kali, Daniel mendengar bahwa dia telah membayar harganya dan sekarang saatnya untuk mengambil apa yang menjadi miliknya. Daniel terbangun dengan tiba-tiba dan duduk di tempat tidur. Cahaya bulan jatuh melalui jendela kamar tidurnya. Sekali lagi, jendela terkutuk itu terbuka dan gordennya berkibar. Apa yang sedang terjadi? Daniel yakin kalau dia sudah menutupnya. Danial menarik napas dalam-dalam. Daniel bangkit dari tempat tidur dan berniat menutup jendela. Namun Daniel terpana ketika dia melihat bayangan menjulang di dekat jendela yang terbuka. Bayangan itu kemudian melangkah menuju tempat tidur. Darah Daniel menjadi dingin. Bulu kuduknya meremang. Wujud bayangan itu ternyata seorang wanita dalam gaun victoria dengan rambut panjang hitam yang menjuntai di bahunya. “Halo?” Suara Daniel serak lemah.
“Kamu sudah membayar harganya, sekarang ambil apa yang kamu mau.” Ibu Nuning melangkah ke bawah sinar bulan dan menatap Daniel di tempat tidurnya. Kulit pucatnya hampir bersinar saat dia menjatuhkan gaunnya ke lantai lalu mendekat. Ibu Nuning naik ke atas tempat tidur dan berdiri di atas Daniel dengan telanjang bulat. “Apakah kamu masih ragu? Mereka semua tahu apa yang akan terjadi.”
“Siapa?” Daniel menatap payudara Ibu Nuning yang bengkak dan bulat sempurna. Putingnya gelap dan areolanya melebar. Tatapan Daniel menelusuri perut bundarnya ke rambut segitiga di antara kakinya yang ramping.
“Kau tahu siapa, Daniel.” Ibu Nuning menarik selimut Daniel perlahan dari tempat tidur. Mata hijau Ibu Nuning menyipit saat melihat kejantanan Daniel nyaris tidak tercakup oleh piyamanya. “Kamu siap untukku. Anak baik.” Ibu Nuning membungkuk dan meraih celana Daniel. Berlian kembar di cincin kawin Ibu Nuning menangkap cahaya bulan. Dengan sapuan tangannya dia menarik celana Daniel dan penisnya pun muncul bebas. “Sungguh gada yang bagus, yang kamu miliki sekarang.”
“Saya… perawan… Ibu Nuning.” Daniel mencengkeram seprai di kedua tangan saat Ibu Nuning bergerak di atas tubuhnya.
“Tidak lama lagi, sayang.” Ibu Nuning mengangkangi Daniel dan tangan lembut yang dingin itu bergerak ke bawah untuk meraih kemaluan Daniel. “Sebentar lagi, kamu akan menemukan dirimu dikelilingi oleh wanita-wanita yang patuh. Siapa pun yang kamu inginkan. Kapan pun jika kamu menginginkannya.”
“Kulit Ibu Nuning sangat dingin.” Daniel menggigil saat Ibu Nuning menjatuhkan pinggulnya dan Daniel meluncur ke dalam dirinya. Bagian dalam Ibu Nuning sama dinginnya dengan bagian luarnya.
“Panaskan aku kalau begitu.” Ibu Nuning mengerang dan butuh waktu lama, lambat untuk memantul ke atas dan ke bawah. Payudara dan perutnya bergetar dengan setiap dorongan. Kontol raksasa Daniel timbul tenggelam dalam lubang nikmat Ibu Nuning. “Itu anak yang baik.” Ibu Nuning menangkupkan tangan di payudaranya dan menyandarkan kepalanya ke belakang. Ibu Nuning memutar matanya. Bibirnya yang cantik terbuka. “Oooohhh … Danniiieellll …”
“Apakah… aku… uh… uh… eh… bermimpi?” Ini jauh melampaui fantasi apa pun yang bisa dibayangkan Daniel.
“Tidaaaak!” Ibu Nuning kini menggerakkan pinggulnya maju mundur dan meletakkan tangannya yang dingin di dada Daniel yang bidang. “Sudah waktunya … Daniel … untuk pelepasan …” Pinggul Ibu Nuning berhenti dan seluruh tubuhnya gemetar. Payudaranya yang menjuntai bergetar tepat di atas wajah Daniel. Ketika Ibu Nuning pulih dari orgasmenya, dia kembali memantul lagi naik turun. Kali ini dengan kedua tangan di perutnya yang hamil. “Bagus, Daniel. Sekarang giliranmu.”
Suara dengusan lembut Daniel, Ibu Nuning bergerak lebih cepat, dan tamparan kulit dingin pada kulit hangat memenuhi kamar tidur besar yang gelap. Ibu Nuning ‘mengendarai’ Daniel untuk waktu yang lama.
“Ibu Nuning … Aku aakkkaaann …” Daniel memejamkan matanya rapat-rapat. “Ooooohhhhhhhh.” Daniel datang dan spermanya masuk ke dalam wanita aneh ini. Daniel melenguh pelan, masih menyisakan desahan di mulutnya dan sensasi klimaksnya yang sangat dahsyat barusan. Daniel merasakan kenikmatan luar biasa sampai ia tertidur dengan pulas.
Ketika Daniel membuka matanya. Cahaya pagi keemasan menerobos jendela yang terbuka. Daniel bangkit dari tempat tidur dengan keadaan telanjang. Udara pagi yang segar mulai memenuhi paru-parunya. Daniel menyukai udara segar yang belum tercemar polusi. Dan tiba-tiba saja terdengar ketukan di pintu kamar.
“Waktunya sarapan, Daniel!” Seru Hanna dari balik pintu. Hanna memiliki akal sehat untuk tidak menerobos masuk ke kamar putranya setelah insiden sehari sebelumnya.
“Oke, Bu.” Daniel menjawab panggilan ibu tirinya dengan sedikit berteriak.
Betapa anehnya malam tadi. Daniel melihat ke bawah pada keajaiban penisnya yang kaku dan bertanya-tanya apakah dia punya waktu untuk melemaskannya di kamar mandi sebelum sarapan.