HOROR NYARIS TERBAWAK KAI GAIB
KASIR4D – kali ini Mimin akan cerita horor nyaris terbawak kai gaib membaca dengan seksama y
Horor Nyaris Terbawak Kai Gaib
nyaris saja terbawa kereta api gaib yang mengangkut roh ketinggalan.
Untung masih terselamatkan dalam kejadian malam yang penuh misteri itu.
Akhirnya aku batal ikut kereta api gaib tersebut meski sudah menjadi pengalaman horor.
Malam itu aku pulang larut dan baru sampai di stasiun menjelang pukul 11. Untungnya kereta terakhir belum tiba. Kalau ketinggalan kereta, aku harus mencari kendaraan lain dengan rute yang lebih jauh supaya bisa pulang.
Stasiun sudah sepi dan hanya tersisa beberapa orang yang juga sedang menunggu kereta terakhir. Dengan lelah aku mengistirahatkan diri di salah satu kursi peron sambil terkantuk-kantuk.
Entah sudah berapa menit berlalu, mungkin aku juga sempat ketiduran, ketika akhirnya aku melihat cahaya lampu terang dari arah selatan diiringi oleh suara derak roda besi yang berlari di atas rel.
Aku bergegas bangkit dari kursi dan mengambil tasku. Tak lama kemudian kereta berhenti tepat di depanku dan tanpa pikir panjang aku segera naik karena jalur tersebut memang hanya diperuntukkan bagi kereta menuju Rangkasbitung.
Aku hanya ingin
cepat-cepat pulang dan tidur. Sebagian besar lampu di dalam gerbong sudah dimatikan dan meskipun remang-remang, aku melihat ada lima orang penumpang lain di gerbong itu.
Aku tak ambil pusing karena ini memang kereta terakhir dan langsung duduk di kursi kosong dekat pintu. Kantuk kembali menyerangku dan dalam sekejap aku sudah memejamkan mata.
Tidurku terganggu ketika hidungku mencium bau anyir. Awalnya bau itu terasa samar, namun makin lama makin tajam.
Baca Juga >>> Kasir4D : Agen Togel, Bandar Togel , Casino Online terpercaya
“Mungkin sedang lewat pasar,” gumamku dalam hati.
Kereta tiba-tiba berhenti dan pintu terbuka. Aku spontan membuka mata ketika aroma anyir yang tajam menyeruak masuk ke dalam gerbong.
Di saat yang sama, beberapa penumpang melangkah masuk dan duduk di kursi-kursi kosong. Aku baru menyadari kalau ada yang salah ketika melihat para penumpang itu.
Wajah dan tubuh mereka berlumuran darah seperti korban kecelakaan, tapi tatapan mata mereka kosong.
Aku segera menoleh ke arah lima penumpang lama dan ternyata kondisi mereka pun sama mengenaskannya, ada yang kehilangan anggota badan dan ada juga yang kepalanya remuk.
Kantukku lenyap seketika, jantungku berdetak keras sambil mencoba menerka apa yang sebenarnya sedang terjadi. Secepat kilat aku mengambil tasku dan berlari keluar dari kereta sebelum pintu kereta kembali tertutup.
Tak lama setelah aku menginjakkan kaki di peron, pintu-pintu gerbong kembali tertutup dan kereta kembali berjalan. Aku menoleh ke arah kereta dan memperhatikannya menghilang di balik kegelapan malam.
Hanya saja sekarang
aku menyadari kalau aku sedang berdiri di peron yang gelap, di stasiun yang kelihatannya sudah tidak digunakan lagi.
“Mbak,” sebuah suara dari balik kegelapan kembali membuat jantungku melompat. Aku menoleh dan melihat seorang bapak tua berseragam berjalan mendekat.
“Mbak naik kereta yang tadi, ya?”v
“Iya, Pak. Ini dimana, ya?” tanyaku masih bingung dan tapi agak lega.
“Stasiun Pondok Betung, Mbak. Ayo, ikut saya. Saya tugas jaga portal di sana,” Bapak itu menunjuk sebuah portal di kejauhan.
Aku mengangguk dan berjalan mengikuti si Bapak menyusuri sisi rel kereta.
“Pak, kereta yang saya naiki tadi kok agak aneh, ya?” tanyaku kemudian dengan penasaran.
Si Bapak terkekeh, “Itu memang bukan kereta untuk manusia yang masih hidup, Mbak,” jawabnya. “Setiap tanggal dan bulan segini biasanya kereta itu lewat untuk menjemput roh-roh yang ketinggalan.”
“Roh?” Aku menatap si Bapak dengan terkejut.
“Mbak pernah dengar tentang tragedi Bintaro, kan?” tanya si Bapak lagi.
Aku mengangguk pelan.
“Kadang ada juga manusia hidup yang kebawa, seperti Mbak tadi,” jelas si Bapak lagi.
“Makanya saya selalu jaga di dekat stasiun setiap jam dan tanggal segini,” lanjutnya.
“Jadi bukan saya aaja yang pernah kebawa ya, Pak?” tanyaku kaget.
“Iya, untungnya Mbak tadi langsung turun. Mungkin ada juga yang terus kebawa dan nggak bisa pulang lagi. Nggak tahu gimana nasib mereka,” kata si Bapak. “Wallahualam.”