KASIR4D – kali ini Mimin akan cerita Penut pencuri mayat bayi membaca dengan seksama y
Ibu pernah bilang kalau kematian adalah bagian dari kehidupan. Bahwa, karena kami hidup,kami juga harus mati. Namun, ketika kakakku melahirkan bayi yang tidak pernah hidup—aku jadi bertanya-tanya: bagaimana seseorang bisa mati kalau tidak pernah hidup?
Pertanyaan itu tidak pernah aku tanyakan pada siapapun. Semua orang di rumah sibuk mempersiapkan pemakaman bagi ponakanku. Ibu dan Bapak berperan menyambut tamu, Nenek mengatur urusan dapur, dan kakakku Siseh masih bersedih di kamar. Aku sendiri diberi tugas untuk membagikan rokok pada para tamu laki-laki serta membawa makanan dari dapur ke hadapan tamu.
Sore harinya, mayat ponakanku dimakamkan. Aku hanya melihat gumpalan kafan putih dimasukkan ke liang kubur. Aku tidak melihat Kak Siseh dan Ibu di kuburan—mungkin mereka masih bersedih di kamar. Setelah ponakanku dimakamkan, aku mendengar Bapak berbincang dengan Kakek seputar siapa yang akan menjaga kuburan untuk menggantikan suami Kak Siseh.
Suami Kak Siseh sudah meninggal beberapa bulan yang lalu karena kecelakaan. Pekerjaan suami Kak Siseh sebagai sopir truk membuat kematiannya seolah sudah dapat diprediksi. Bapak bilang, kalau aku dewasa nanti, aku tidak boleh jadi sopir atau nelayan—karena pekerjaan itu sering mengambil nyawa orang-orang.
“Kamu tahu sendiri, Bapak mau pergi ke Kalimantan.” Suara Kakek terdengar jelas di antara kerumunan orang-orang yang masih mengitari kuburan. Bapak mengangguk dan mencari-cari seseorang, ketika matanya bertumbukan denganku dia langsung menunjukku.
“Kalau begitu, Udin saja yang menggantikan Bapak.” Kakek dan Bapak mengangguk berbarengan.
Saat matahari sudah hampir tenggelam, Bapak menyuruhku untuk ikut dengannya ke kuburan. Di belakang Bapak, aku melihat nenek yang membawa kemenyan. “Jelaskan dulu pada Udin,” kata Nenek.
Nanti saja di kuburan, Buk
Aku kira, hanya aku, Bapak, dan Nenek saja yang pergi ke kuburan. Ternyata ada sekitar lima orang yang menyusul kami. Aku kenal mereka semua karena rumah kami berdekatan.
Aku bertanya ke Bapak, apakah di kuburan akan ada anak seumuranku juga. Bapak menjawab bahwa hanya akan ada mereka bertujuh. Nenek sudah kembali ke rumah setelah menaruh kemenyan dan lampu di dekat kuburan.
Bapak belum menjelaskan kenapa aku di bawa ke kuburan sampai setelah kami salat magrib bersama-sama di kuburan. Dengan hanya beralaskan tikar, kami mengaji dan berzikir. Setelah salat isya, Paman Kadrun (salah satu orang yang menjaga kuburan) mengajak bermain kartu remi. Bapak tidak ikut bermain kartu untuk mengobrol denganku.
Bapak bilang, aku dan semua laki-laki yang ada di kuburan saat ini harus menjaga kuburan ponakanku selama 40 hari. Orang yang menjaga kuburan, di usahakan harus sama dari awal sampai akhir. Jadi, aku harus tidur di kuburan selama 40 hari mendatang
“Kenapa orangnya harus sama?” tanyaku
“Agar tidak mudah di kelabui Penut,” jawa Bapak.
Aku pernah dengar dari teman-temanku bahwa Penut adalah makhluk pencuri mayat.
“Sekarang, Penut sudah semakin berani masuk kuburan. Di desa sebelah, mayat bayi yang baru di jaga lima hari sudah di curi!” Paman Kadrun mengikuti obrolan kami. “Katanya, yang jaga kuburan berubah-ubah. Jadi, Penutnya bisa menyamar dengan mudah.”
“Lho, iya? Yang katanya ada kafan di temuin di tengah jalan itu? Itu kafan penutnya apa kafan bayinya?” tanya Bapak.
“Katanya sih Si Bayi.”
Paman Rokib yang sudah menaikkan sarungnya ke atas kepala berseru, “Serem juga ya!”
“Makanya Udin harus jaga kuburan dari awal sampai akhir ya. Biar Penut tidak nyuri mayat bayi kakakmu.”
Aku mengangguk. Saat itulah, aku melihat bayangan putih yang bergerak di balik pohon. Bulu kudukku merinding. Aku tidak mampu mengalihkan pandangan dari bayangan atau memberitahukannya orang-orang tentang bayangan itu.
Kepalaku langsung membayangkan bentuk Penut yang sering dibicarakan orang-orang serta bagaimana dia berjalan. Jangan-jangan itu adalah bayangan Penut!