TRAGEDI BERDARAH PEMBANTAIAN DI PANGANDARAN

TRAGEDI BERDARAH PEMBANTAIAN DI PANGANDARAN

TRAGEDI BERDARAH PEMBANTAIAN DI PANGANDARAN

KASIR4D – Cerita kali ini Mimin akan menceritakan tentang cerita misteri tragedi berdarah pembantaian di pangandaran. Yuk mari kita membaca dengan seksama ya.

Memiliki panorama alam laut yang mempesona menjadikan Pangandaran sebagai destinasi wisata pantai favorit di Jawa Barat. Kabupaten Pangandaran yang mekar dari Ciamis pada 25 Oktober 2012 itu, menjadi daerah mandiri dengan penghasilan laut, wisata, dan hasil buminya yang kaya. Di balik panorama alamnya yang indah bak Bali di Pulau Jawa, ternyata ada tragedi pembantaian berdarah yang membekas di benak warga.

Pembantaian itu bukan di lakukan manusia terhadap hewan, tetapi manusia terhadap manusia. Tragedi berdarah itu masih di ingat warga saat ini sebagai pembunuhan terhadap para terduga dukun santet di Pangandaran.

Awal Mula Tragedi Berdarah Pembantaian Dukun Santet

Awan mendung menggelayut di Pangandaran pada tahun 1999. Kala itu tengah ramai isu dukun santet atau tukang teluh yang lebih akrab di tengah masyarakat Ciamis Selatan kala itu.

Kala itu sumber informasi berita valid masih terbatas diakses oleh warga, informasi mengenai gonjang-ganjing tukang teluh itu menyebar dari mulut ke mulut yang berujung pada hilangnya nyawa sejumlah orang.

Tokoh Masyarakat Pangandaran Ruhendi (50) mengatakan, tragedi pembantaian terduga dukun santet di Pangandaran memiliki runutan cerita yang cukup panjang.

“Panjang lebar ceritanya, karena pemicunya itu berita di TV soal pembantaian dukun santet di Banyuwangi.

Konflik bermula dari tayangan di televisi yang menyebutkan jika orang-orang yang membantai dukun santet di Banyuwangi tak di hukum. Kejadian itu terjadi sekitar tahun 1998.

“Sehingga beranggapan kalau di Pangandaran di lakukan akan terjadi hal yang sama,” ucapnya.

Ruhendi mengingat betul jika kejadian pertama muncul tahun 1999 dari Desa Pagergunung, Kecamatan Pangandaran.

“Sebetulnya bukan terduga seperti apa yang di beritakan media saat itu, tetapi itu beneran dukun santet. Benar bukan terduga, tapi memang dukun santet. Pagergunung jadi bola panas pembantaian dukun santet di Pangandaran,” katanya.

“Ya awal mula pembantaian kepada dukun yang berada di kampung saya ini,” katanya.

Kala itu, warga Pangandaran juga memang tengah resah dengan praktik-praktik perdukunan. Sehingga muncul inisiatif dari warga.

Korban Pertama Pembantaian Di Pangandaran

Orang pertama yang di persekusi hingga tewas bernama Ki Tarmuji guru besar para tukang teluh (santet) di wilayah Pangandaran. Dia di percaya memiliki ilmu hitam yang bisa menimbulkan penyakit aneh hingga menyebabkan orang meninggal dunia.

Baca Juga >>> Kasir4D : Agen Togel, Bandar Togel , Casino Online terpercaya

“Kejadian itu mulai sekitar awal 1999, usia saya masih 28 tahun dan baru menikah,” kata Ruhendi.

“Ki Tarmuji gurunya para santet di Pangandaran. Dia sangat terkenal di kampung ini. Usai warga panas mereka membabibuta (membantai) Ki Tarmuji hingga tewas dan di gantung di jembatan,” katanya.

“Dulu saya menyaksikan cuman tidak ikut persekusi. Semua masyarakat ikut pada waktu itu, hampir semua terpicu,” imbuhnya.

Pembantaian Ki Tarmuji, menurut Ruhendi dilakukan saat malam hari hingga tengah malam. “Setiap menyasar target sekelompok warga itu melakukannya malam hari,” ucapnya.

Pemicu Pembantaian Menyebar

Api kemarahan warga tampaknya merembet ke wilayah lainnya di Ciamis selatan, lainnya yang kala itu masih belum jadi daerah otonomi baru (DOB) Kabupaten Pangandaran. Warga di Sidamulih, Cijulang hingga Cimerak juga ikut tersulut.

“Menjadi bola panas, bermula dari situ, spontanitas. Seperti terstruktur sampai ke daerah-daerah dan pembantaian pun terjadi di beberapa wilayah Pangandaran,” ucapnya.

Informasi yang di terima, kejadian selanjutnya menimpa salah satu warga Kecamatan Sidamulih, di seret sekelompok orang yang menutup wajahnya bak ninja sarungan.

Penyeretan salah satu warga itu di lakukan terang-terangan saat terduga pelaku mengumandangkan takbir malam lebaran pada 19 Januari 1999.

Warga di desa tersebut tidak ikut campur dan memilih tutup mata. Terduga dukun santet itu di bawa puluhan orang ke atas dump truck bak besar di siksa dan di kuliti hingga tewas.

Kemudian mayat terduga dukun santet itu di buang ke sungai Ciwayang, Desa Cimindi, Kecamatan Cigugur.

Korban Salah Sasaran Pembantaian Di Pangandaran

Kemudian setelah tragedi ini menyebar tak sedikit pembantaian terhadap terduga tukang teluh salah sasaran. Bahkan sempat menyasar masyarakat setempat yang di curigai.

Korban terakhir dalam data yang di terima ki Oneng, warga terduga dukun santet di Kecamatan Cimerak.

“Seingat saya yang di kuliti tubuhnya terbagi menjadi tiga alat vitalnya di potong dan di buang ke sungai itu Ki Oneng. Banyak korban tertuding mungkin memang ada karena respon masyarakat jika tidak mendukung itu ibaratnya takut tidak memihak. Pasti itu bela diri saja, pada prinsipnya pasti punya,” kata Ruhendi.

Polisi kemudian bergerak dengan mengamankan belasan warga Pangandaran pada tahun 2000-an.

Baca Juga >>> Kasir4D Situs Slot gacor dengan kemenangan terbanyak

Malam Hari di Pengajian

Memori ingatan masih mengitari salah satu warga di Pangandaran yang mengalami malam mencekam saat musim pembantaian.

“Tahun 1999 berarti saya sekitar usia 12 tahun, kalau di Kampung kan informasi sangat terbatas tidak di siarkan di media mainstream. Sementara itu sumber informasi utama kan desas desus dan gosip-gosip saja,” kata Andi Nuroni Pegiat Literasi di Pangandaran.

Menurutnya saat mendengar informasi pembantaian itu datang dari guru ngajinya yang sempat khawatir menjadi korban salah sasaran.

“Ya dulu kan keyword (kata kunci) yang beredar itu. ‘Dukun santet dukun santet’ naon sih dukun santet (apa sih dukun santet),” kata Andi.

Andi mengatakan guru ngaji itu pernah bilang kepada para murid-muridnya, jika ada yang mencarinya maka jangan di beritahu.

“Guru ngaji bahkan beberapa waktu tidak ngajar ngaji karena takut jadi sasaran salah tangkap,” katanya.

“Itu kan memori masa kecil, jadi saya tahunya cerita penggalan itu. Jadi terdengar banyak dukun santet di bunuh, di asosiasikan dengan guru ngaji,” kata Andi.

Andi menyebutkan jika saat itu background politik dalam peristiwa tersebut belum mengerti pasti, termasuk setelah dewasa belum mendapatkan jawaban kecuali kalangan terdidik yang mendapatkan informasi.

“Latar belakang politiknya sampai hari ini tidak cukup mendalami, tapi kurang lebih gambarannya ada hubungannya dengan pembantaian di Banyuwangi, dan mungkin ada kaitannya dengan masa reformasi saat itu,” ucapnya.

Usai Tragedi Berdarah Pembantaian Di Pangandaran

Tragedi Pembantaian terhadap dukun santet berlangsung periode Januari-April 1999. Sepanjang tahun itu ketakutan dan trauma warga masih terasa.

Melansir dari data Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (Kontras) yang terbit.

Pada 26 April 1999 mencatat, peristiwa pembantaian menewaskan 50 orang, bahkan diduga lebih dari 50 orang. Selain itu data lainnya menyebutkan 100 dan Kepolisian Daerah Jawa Barat di tahun yang sama menuliskan 18.

“Dari pemeriksaan sementara, beberapa tersangka mengatakan ini di lakukan karena dendam akibat anggota keluarganya yang meninggal setelah di obati oleh orang yang di tuduh tukang teluh ini. Di samping itu karena memang di dukung masyarakat,” ujar Kapolres Ciamis Letkol (Pol) Martono didampingi Kapolsek Pangandaran Lettu (Pol) A Muis BJ waktu itu.

Modus Operasi Tragedi Berdarah Pembantaian

Biasanya sebelum beraksi, para pemuda dan masyarakat berembuk dulu untuk menentukan siapa calon korbannya. Dananya berasal dari masyarakat dan penyandang dana lainnya.

“Para tersangka yang mengotaki pembunuhan ini mengakui, mereka disuruh masyarakat. Dana yang digunakan untuk membayar pembunuh diberikan oleh masyarakat sendiri. Bahkan ada yang meminjam dari seseorang. Tetapi siapa masyarakat itu, sampai saat ini kami belum mendapat keterangan pasti. Kini sedang di selidiki,” papar Kadit Serse Polda Jawa Barat waktu itu.

Dalam laporan Investigasi Tempo yang terbit 10 Mei 1999 yang bertajuk “Pembantaian Dukun Teluh dari Ciamis Selatan” menceritakan absurd dan memualkan pembunuhan Oneng Suharya terduga dukun santet yang dimutilasi secara membabi buta.

Bahkan Tempo menuliskan kekejaman seorang algojo yang memotong beberapa bagian tubuh hingga alat vitalnya.

Agen Togel, Bandar Togel, Casino Online, Agen Judi Online, Slot Online Terpercaya, Slot gacor

Tewasnya Oneng merupakan salah satu korban terakhir pada April 1999. Setelah itu tahun 2000an sejumlah pihak diperiksa kepolisian Polres Ciamis.

Tragedi pembantaian tersebut sempat disorot berbagai pihak dan dianggap sebagai pelanggaran HAM. Sebuah jurnal yang di tulis Budi Sa’rin yang berjudul “Pembunuhan Berkedok Santet di Ciamis sebagai Pelanggaran Berat HAM”

Budi menuliskan jika ada dua kelompok yang beraksi dalam pembantaian tersebut, pertama kelompok verifikasi pencari target orang yang akan di bantai dan kedua tim provokasi dan pembunuh.

Tugas provokator menyeret korban hingga ke tengah massa. Ada 100-200 orang yang menjadi kelompok pembantai tersebut dan hanya 4 orang tim provokator.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *