TRAGEDI TABRAKAN KERETA API BINTARO 1987

TRAGEDI TABRAKAN KERETA API BINTARO 1987

TRAGEDI TABRAKAN KERETA API BINTARO 1987

KASIR4D – Cerita kali ini Mimin akan menceritakan tentang tragedi tabrakan kereta api bintaro 1987. Yuk mari kita membaca dengan seksama ya.

Asal Usul terjadi Tragedi Tabrakan Kereta Api

Tabrakan kereta api Bintaro 1987 atau yang di kenal dengan nama “Tragedi Bintaro I” adalah peristiwa kecelakaan tragis yang melibatkan dua buah Kereta di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, pada tanggal 19 Oktober 1987 yang merupakan musibah terburuk dalam sejarah perkereta-apian di Indonesia. Peristiwa ini juga menyita perhatian publik dunia.

Banyaknya Korban Tewas Di Bintaro

Dalam kecelakaan ini, rangkaian kereta api Patas Merak jurusan Tanah Abang–Merak yang berangkat dari Stasiun Kebayoran (KA 220) bertabrakan dengan kereta api Lokal Rangkas jurusan Rangkasbitung–Jakarta Kota (KA 225) yang berangkat dari Stasiun Sudimara. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu kecelakaan paling buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia dengan mencatatkan 139 tewas dan 254 orang lainnya luka berat. Proses evakuasi penumpang kereta api menjadi tantangan mengingat kerasnya tabrakan head-to-head.

Baca Juga >>> Kasir4D Bandar Togel dan Casino Online terpercaya

Penyelidikan setelah kejadian menunjukkan adanya kelalaian petugas Stasiun Sudimara yang memberikan sinyal aman bagi kereta api dari arah Rangkasbitung, padahal tidak ada pernyataan aman dari Stasiun Kebayoran. Hal ini di lakukan karena tidak ada jalur yang kosong di Stasiun Sudimara.

Lokasi kejadian Tabrakan Kereta Api Bintaro.

Berdasarkan keterangan resmi dari Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), lokasi kecelakaan berada pada km 17+252 lintas Angke–Tanahabang–Rangkasbitung–Merak. Lokasi tersebut berada pada tikungan S yang pada masa itu masih di dominasi perkebunan dan semak belukar yang luas, sebelum adanya Jalan Tol Jakarta–Serpong di barat yang di bangun antara tahun 1999–2005. Lokasi ini juga terletak sekitar 1,5 km di sebelah barat daya TPU Tanah Kusir.

Kronologi Versi PJKA Di Lokasi Tabrakan Kereta Api Bintaro.

KA 225 di tarik lokomotif BB306 16 dengan Slamet Suradio sebagai masinis, Soleh sebagai asisten masinis, dan Adung Syafei sebagai kondektur. Sementara itu, KA 220 di tarik lokomotif BB303 16 dan dimasinisi oleh Amung Sunarya, dengan asistennya, Mujiono.

Berdasarkan gapeka yang berlaku saat itu, KA 225 di jadwalkan tiba di Stasiun Sudimara pada pukul 06.40 untuk bersilang dengan KA 220 pada pukul 06.49. Pada kenyataannya, KA 225 terlambat 5 menit. Pada saat itu emplasemen Stasiun Sudimara yang memiliki tiga jalur telah di tafsirkan “penuh” dan “tidak dapat menerima persilangan KA” karena:

  • Jalur Pertama dalam kondisi buruk dan hanya di pakai untuk langsiran dan sepur simpan;
  • KA barang 1035 ada di Jalur Kedua, dan
  • KA 225 yang berhenti ada Jalur Ketiga.

Karena Stasiun Sudimara sudah tidak dapat menerima persilangan antarkereta api, maka KA 225 harus meninggalkan Stasiun Sudimara untuk berhenti lagi di stasiun berikutnya, Kebayoran, dalam kondisi jalur masih tunggal dan tidak memiliki perhentian di antara keduanya. Sesuai dengan peraturan dinas, petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) Sudimara wajib.

Baca Juga >>> Kasir4D Situs Slot gacor dengan kemenangan terbanyak

menelepon PPKA Kebayoran untuk meminta izin memindahkan tempat persilangan; dan mengirimkan Surat Pemindahan Tempat Persilangan (PTP) yang harus diserahkan langsung ke masinis dan kondektur KA 225.

Surat PTP Tanpa Izin Dari PPKA.

Namun sayangnya, Surat PTP itu di serahkan tanpa memberikan izin terlebih dahulu kepada PPKA Kebayoran. Bahkan PTP itu di kirimkan tidak sesuai prosedur karena di serahkan melalui seorang petugas pelayanan kereta api (PLKA) baru kemudian di serahkan kepada masinis dan kondektur KA 225. Barulah setelah itu, PPKA Sudimara menelepon ke PPKA Kebayoran (Mad Ali) untuk meminta izin pindah tempat persilangan. Mad Ali menjawab, “Gampang, nanti diatur.” Pagi itu, terjadi pergiliran PPKA dari shift malam ke shift pagi. Saat serah terima shift tersebut, Mad Ali yang merupakan PPKA shift malam memberi tahu PPKA shift pagi (Umriyadi) bahwa KA 251, 225, dan 1035 belum tiba di Stasiun Kebayoran. KA 251 sedang melaju ke arah Kebayoran untuk bersilang dengan KA 220.

Permintaan Izin dari KA 251 Dan KA 220

Begitu KA 251 berhenti di Kebayoran, Umriyadi meminta izin memberangkatkan KA 220. Namun, Djamhari menjawab, “Tunggu aman saya, saya lagi sibuk!” Seharusnya sesuai prosedur yang ada, Djamhari harus menyatakan menolak memberikan izin keberangkatan bagi KA 220 dan mengabarkan bahwa ada kereta api yang harus berangkat dari Sudimara ke Kebayoran sesuai jadwal.

Dalam situasi Djamhari bingung, KA 225 mulai di padati penumpang, serta banyak yang naik di lokomotif.

Begitu komunikasi antar-PPKA di tutup, Umriyadi justru memberangkatkan KA 220 dengan asumsi bahwa persilangan KA 225 tetap di lakukan di Sudimara. Agar meyakinkan, Umriyadi menelepon ke Djamhari bahwa KA 220 sudah berangkat dari Stasiun Kebayoran. Padahal PTP sudah telanjur di berikan kepada masinis dan kondektur KA 225. Dengan kebingungan tersebut, Djamhari mengakali masalah ini dengan melangsir KA 225 dari jalur 3 ke jalur 1 Stasiun Sudimara. Akhirnya Djamhari memerintahkan seorang petugas harian stasiun untuk melangsir. Perihal langsiran tersebut harus ditulis oleh PPKA dalam laporan harian masinis serta menjelaskannya secara lisan.

Kronologis Di Lokasi TKP Tabrakan Tersebut.

Petugas yang disuruh Djamhari itu pun dengan tangkas mengambil bendera merah dan selompret. Saat akan dilangsir, masinis tidak dapat melihat semboyan yang di berikan, karena pandangan terhalang penumpang. Sebelum petugas itu mencapai kereta kira-kira 7 m, tiba-tiba kereta mulai bergerak tanpa perintah selompret, dan petugas stasiun berusaha menghentikan KA 225 dengan selompret tetapi usahanya sia-sia. Kondektur pun mencoba masuk ke dalam kereta tersebut tetapi tidak memerintahkan untuk menghentikan kereta.

Petugas stasiun itu pun melapor ke Djamhari bahwa KA 225 sudah berangkat tanpa izin. Dengan cepat Djamhari menggerakkan tuas sinyal masuk pihak Kebayoran tetapi tidak berhasil menghentikan kereta api. Djamhari pun berlari di tengah rel sembari mengibar-ngibarkan bendera merah ke arah KA 225 tetapi gagal menghentikan kereta. Djamhari pun akhirnya kembali ke Stasiun Sudimara dalam keadaan pingsan.

Tiba-tiba, masinis 225 terkejut melihat KA 220 telah berada di depan mata. Meski sudah menarik tuas rem bahaya, tabrakan tak terhindarkan. Tabrakan ini terjadi pada tikungan S, km 17+252. Total kerugian material yang di ketahui berdasarkan laporan akhir PJKA tersebut adalah Rp1,9 miliar. Korban tewas 139 orang dengan 72 tewas di tempat dan sisanya meninggal sekarat. Dari 139 korban tewas, 113 di antaranya sudah teridentifikasi. Total 254 luka-luka dengan rincian 170 orang dirawat di rumah sakit dan 84 orang luka ringan.

Versi Slamet Suradio (Masinis KA 225).

Yang seharusnya saya di Sudimara bersilangan dengan KA 220 di batalkan oleh PPKA yang sedang dinas. Jadi kalau ada orang mengatakan ‘berangkat sendiri’, itu bohong. (…) Ada katanya saya loncat, itu bohong sekali, itu orang fitnah, jelas fitnah!”

Slamet Suradio, Wawancara dengan Kisah Tanah Jawa.

Berbeda dengan tudingan di pengadilan dan laporan akhir PJKA bahwa Masinis KA 225. Slamet Suradio, memberangkatkan sendiri kereta apinya tanpa izin, Slamet Suradio mengatakan dengan tegas bahwa dirinya sama sekali hanya mengikuti instruksi dari PPKA Sudimara menggunakan PTP tersebut. Bahkan Slamet Suradio berkali – kali menegaskan bahwa tudingan tersebut adalah sebuah kebohongan. Ia juga menegaskan bahwa tak ada hal apa pun yang di khawatirkan karena ia merasa tak melihat semboyan apa pun yang di terimanya.

Saat terjadi tabrakan, Slamet Suradio juga meluruskan apa yang di beritakan di media, termasuk dalam koran Pembaruan yang pertama kali membahas mengenai Tragedi Bintaro 1987 yang menulis “masinis lompat” pada koran tersebut. Ia menanggapi: “Kaki saya ngesot-ngesot tidak bisa jalan, akhirnya saya merambat melalui jendela.” Saat terjadi tabrakan, Slamet Suradio tergencet oleh badan lokomotif dalam keadaan bersimbah darah dan di jemput oleh seorang wanita dengan mobilnya ke rumah sakit. Dalam keadaan PTP masih memiliki bekas bercak darah, Slamet Suradio berhasil membuktikan kepada hakim bahwa dirinya tergencet dan tidak melompat dan menuding bahwa orang yang menuliskan berita tersebut adalah orang fitnah.

Akhir Kejadian Tabrakan Kereta Api Bintaro.

Dua buah lokomotif, BB303 16 (KA 220) dan BB306 16 (KA 225) mengalami kerusakan parah. Kerusakan yang cukup hebat terjadi BB303 16 di telan kereta penumpang berbagasi KB3-65601 – K3-65626 (KA 225) juga mengalami kerusakan parah. Dua kereta di belakang kereta pertama, K3-66505 (KA 220), dan K3-65654 (KA 225) mengalami rusak ringan.

Agen Togel, Bandar Togel, Casino Online, Agen Judi Online, Slot Online Terpercaya, Slot gacor

Sanksi Untuk Masinis Yang Menyebabkan Tabrakan Tersebut.

Slamet Suradio di vonis hukuman 5 tahun penjara dan harus kehilangan pekerjaannya sebagai masinis. Ia di tahan di Lapas Cipinang dan bebas pada tahun 1993. Setelah bebas dari penjara, Slamet Suradio sempat hanya apel di kantornya karena sudah di bebastugaskan dari pekerjaannya sebagai masinis. Pada tahun 1996, ia di pecat secara tidak hormat oleh Departemen Perhubungan Indonesia dengan terbitnya Surat Keputusan No. 4/KP.602/Pnb-96. Ia pun tidak mendapatkan uang pensiun. Akhirnya ia pun menyambung hidup sebagai pedagang rokok.

Nasib yang serupa juga menimpa Adung Syafei, kondektur KA 225. Syafei harus mendekam di penjara selama 2,5 tahun. Sedangkan PPKA Djamhari dan Umriyadi di hukum 10 bulan penjara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *